Wednesday 9 April 2014

HUKUM ASURANSI DARI SUDUT PANDANG AGAMA

Bagaimanakah Hukum Asuransi dari Sudut Pandang Islam? simak jawabannya dibawah ini. sumber dari: http://www.esc-creation.org

Dari segi pandang Islam semua hukum asuransi yang beredar pada dasarnya adalah Ijtihad yang artinya sekumpulan orang menyatakan hal itu haram atau halal dengan melakukan studi ke Al Quran dan Hadits dengan mempetimbangkan nilai baik dan nilai buruknya.Terus terang saja bahwa di dalam Al-Quran tidak ada hukum asuransi. Oleh karena itulah muncul spekulasi di kalangan umat Islam tentang hukum asuransi, apakah halal atau haram. Seandainya ada satu saja ayat Al-Quran dari jumlah ayat yang mencapai 6000 lebih menyebutkan hukum asuransi, pastilah tidak akan muncul perbedaan pendapat. Sayangnya bahkan hadits nabawi, tidak ada satu pun yang juga menyebut-nyebut hukum asuransi.

Mungkin Anda bertanya, kenapa hukum asuransi yang sedemikian erat kaitannya dengan manusia tidak disebut-sebut di dalam Al-Quran dan As-Sunnah? Apakah hal itu berarti Quran dan Sunnah tidak lengkap? Jawabnya karena praktek asuransi baru muncul berabad-abad jauh setelahAl-Quran diturunkan, belasan abad setelah nabi Muhammad SAW wafat. Di masa turunnya, manusia belum lagi melaksanakan asuransi, dan juga sekian banyak bentuk praktek muamalah lainnya.

Jadi karena tidak ada satu kata pun di dalam Al-Quran atau As-Sunnah yang menyebut kata ‘hukum asuransi’, maka para ulama mulai membedah hakikat asuransi. Maka muncullah pendapat-pendapat di kalangan ulama tentang hakikat praktek asuransi. Bagaimana kata ulama ? sebenarnya menurut saya yang paling penting adalah ijtihad kita pribadi karena kalau ktia salah pahalanya 1 dan kalau kita benar pahalanya 3. Saya sendiri dari ijtihad saya berpendapat halal. Tapi sebagai dasar ijtihad anda berikut beberapa pandangan tentang hukum asuransi yang terbagi tiga, yaitu:
a. Pendapat pertama : Hukum asuransi haram

Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq(baca:Fiqh Sunnah) , Yusuf Qardhawi. Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
1. Asuransi sama dengan judi
2. Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
3. Asuransi mengandung unsur riba/renten.
4. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
5.Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.


b. Pendapat Kedua : Hukum Asuransi Halal


Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf(dalam Ushul fiqh), Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari’ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir),. Mereka beralasan:
1. Tidak ada nash (al-Qur’an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
3. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
4. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
5. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
6. saling tolong menolong
7. Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.


c. Pendapat Ketiga : Hukum Asuransi sosial boleh dan komersial haram


Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh). Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.
Referensi silahkan buka:
1. Al-Quran AL-karim.
2. Al-fiqh al-Islamy wa adillatuhu, DR. Wahbah Azzuhaily.
3. Al-Islam wal manahij al-Islamiyah, Moh. Al Gozali.
4. Asuransi dalam hukum Islam, Dr. Husain Hamid Hisan.
5. Majalah al- buhuts al- Islamiyah, kumpulan ulama-ulama besar pada lembaga riset, fatwa,dan dakwah.
6. Masail al-fiqhiyah, zakat, pajak, asuransi dan lembaga keuangan, M. Ali Hasan.
7. Halal dan haram, DR. Muhammad Yusuf al-Qordhowi.

No comments:

Post a Comment