Saturday, 26 April 2014

CERPEN GUS BUNGSU



GUS BUNGSU

Matahari mulai menampakkan sinarnya, dengan disambut kicaun burung-burung yang menari-nari diranting pepohonan, hawa sejuk bercampur dingin menusuk hingga tulang sum-sum, dan dedaunan yang hijau dihiasi oleh bintik-bintik embun pagi menjadikan keindahan yang alami, menjadikan ketentraman qolbu dan ketenangan jiwa. Begitulah keadaan desa Bukit tinggi yang terletak di lereng gunung sumbing, ditambah suara gemuruh santri-santri pondok pesantren Mambaul Ulum yang setiap harinya disibukkan dengan menuntut ilmu.
Memang pondok yang di asuh KH. Abdullah itu cukup terpencil Jauh dari keramaian, akan tetapi pondok pesantren Mambaul Ulum ini cukup dikenal di kalangan masyarakat, dikarenakan KH. Abdullah adalah kiyai yang masyhur dan di kenal di masyarakat. Disamping kealimannya, beliau juga dikenal dengan kiyai yang budi Akhlaqnya luhur, sopan santun, tawadhu’ dan berwibawa. Sehari-hari disibukkan dengan mengajar santri, ngaji selapanan di daerah sekitarnya, dan tak jarang beliau di undang dalam pengajian-pengajian diluar kota atau luar jawa. Karena saking padatnya kegiatan, maka pengasuh pondok yang mempunyai santri kurang lebih seribu anak ini di bantu oleh beberapa putranya.
KH. Abdullah mempunyai empat orang putra yaitu Gus Syamsul Hadi yang akrab dipanggil Gus Hadi. Kedua Neng Chusna Syifaul Qolbi atau neng Syifa nama panggilannya. Akan tetapi dia tidak lagi bersama dengan Ky. Abdullah, karena sudah diperistri oleh Gus Muhammad dari Bawang jawa tengah. Yang ketiga Gus Taufiqurrohman dan yang paling terakhir adalah Gus Muhammad sidiq yang biasa di panggil Gus Sidiq.
Dari ketiga Gus itu yang paling berbeda adalah Gus Sidiq, selain pandai, Gus Bungsu ini mempunyai keanehan dan kejanggalan dalam kesehariannya menurut para santri santri yang ngaji malem selasa yang biasa disebut santri seloso.
“Setelah Gus Sidiq pulang nyantri dari Lirboyo, aku merasakan keanehan-keanehan yang terjadi pada dirinya” kata kang Maimun yang termasuk santri seloso.
“keanehan apa? “ Tanya ustadz Karim yang juga sering ikut ngaji.
“Kemarin pas aku bertemu dengannya, dia tersenyum sendiri tanpa ada sebab’ jawab kang Maimun.
“Aku Juga pernah mengalami keanehan yang terjadi pada dirinya ketika aku sowan KH. Abdullah dan bertemu dengannya. Sebetulnya aku mau tanya pada dirinya kapan pulang dari lirboyo, Ee…! Gus Sidik udah njawab “pulang hari senin.” Aku menjadi terkejut mendengar kata-kata beliau akupun berkata dalam hati kok tahu ya? Dan beliau pun berkata ”ya tahu lah” dan Gus Sidiq langsung pergi meninggalkan aku yang dalam keadaan bengong dan penuh tanda Tanya.” Kata Lek Kardi     
“apa sebabnya ya? “ kata ustadz karim penasaran.
“Aku juga kurang tahu apa sebabnya “ kata kang Maimun
“Kalian ingat nggak dengan Mbah Taqim pedagang pakaian itu?, ketika dia bertemu dengan Gus Sidiq yang  pakaiannya compang camping kaya orang gila. Mbah taqim berkata dalam hati “ ini Gus atau apa, kok pakaiannya kaya orang gila”, tiba-tiba Gus Sidiq berkata“ kamu bilang apa?, ngatain aku orang gila? Ya biar gak kaya orang gila kamu kasihkan pakaian daganganmu itu kepadaku gimana?” dengan muka merah dan perasaan malu dia memberikan dua pakaian dagangannya itu kepada Gus Sidiq” kata pak Slamet yang dari tadi ingin ikut bicara dan kebetulan ia juga pedagang baju seperti Mbah Taqim.
“Apakah Gus Bungsu itu bisa baca hati kita ya?” Tanya ustadz Karim.
“ya mungkin saja begitu, atau mungkin saja dia itu termasuk wali” kata kang Maimun
Setelah terjadi beberapa kejadian seperti itu masyarakat menjadi sungkan  bertemu apalagi berbincang-bincang  dengan Gus Sidiq, mereka takut akan dibaca isi hatinya. Berita tentang Gus Sidiq telah tersebar dimana-mana.
Beberapa bulan berlalu, berita keanehan Gus sidiq kini menjadi masa lalu, sekarang bukan lagi berita keanehan Gus Sidik, tetapi berita  hilangnya sifat keanehan pada dirinya.
“kamu tahu gak? Kini Gus Sidiq tak lagi membaca hati orang lain, bahkan dimintapun tak mau” kata pak Slamet yang sedang duduk-duduk di teras masjid bersama kawan-kawannya yang baru sholat jama’ah ashar.
“iya ya? Kemarin aku pas bertemu dengannya dia seperti orang biasa, menanyakan kabarku, kapan datang dan berbincang-bincang dengan asyik” kata Ustadz Karim yang mengetahui tentang perubahan yang terjadi pada diri Gus Sidiq.
“memang setelah terjadi perubahan itu kini kita bisa menjadi lebih dekat dengan beliau dan lebih akrab” ujar kang Maimun sambil mengambil rokok dari sakunya.
“apakah yang menjadikan beliau berubah? Apakah ilmu membaca pikirannya sudah hilang?” Tanya Pak Slamet dengan penasaran.
“kemungkinan tidak hilang , seperti itu kan anugrah yang diberikan kepada HambanNya yang saking dekat denganNya, itu bisa dinamakan ma’unah” kata ustadz Karim menjelaskan.
“fhuuuh…… ! terus apa yang menjadikan beliau tidak mau membaca pikiran orang lain ya?“Tanya pak Slamet sambil menghembuskan asap rokoknya yang baru dihisab.
“kalau itu aku juga belum tahu” kata ustadz Karim.
“biar kita tak penasaran bagaimana kalau kita nanti ba’do isyak sowan beliau menayakan tentang perubahan beliau itu” ajak kang Maimun.
“boleh juga biar kita tak menjadi penasaran dengan masalah ini” ungkap ustadz Karim.
“aku tak pulang dulu ya? sudah di tunggu oleh istri ni! kata pak Slamet memotong pembicaraan, yang kebetulan pak Slamet itu sudah beristri lima tahun tapi belum juga di anugrhai anak .
“mau apa sih? Kok tumben kepikiran istri” Tanya kang Maimun.
“iyya ni! tadi pas aku berangkat ke masjid dia sedang menggoreng tempe, ya kalau mau ikut ayo kerumahku!, anget-anget makan gorengan sambil minum kopi” ajak pak Slamet sambil pakai sandal jepitnya itu.
“wah! kalau ada kita berdua nanti ganggu dong! hawa romantisnya pun kurang” kata kang Maimun.
“Ya udah aku tak pulang dulu“ kata pak Slamet yang kemudian nylonong pergi.
Setelah pak slamet pulang mereka berduapun ikut pulang.
Waktu menunjukkan setengah delapan, setelah mereka sholat jama’ah isya’ mereka berangkat bersama-sama menuju kediaman Gus Sidiq. Sebelum sampai di kediaman Gus Sidiq mereka mampir ke warung dulu guna membeli rokok untuk dihaturkan kepada Gus Sidiq, memang sudah jadi kebiasaan masyarakat bila sowan ke kiyai mereka memberi atur-atur istilah daerah mereka.
Sesampai di ndalemnya Gus Sidik mereka mengetok pintu dan uluk salam
Tok… tok… tok…! “Assalamu’alaikum” ustadz Karim mewakili rombongan
“Wa’alaikum salam, monggo pinarak” jawab kang Rozaq salah satu santri pondok pesantren Mambaul Ulum dan mempersilahkan rombongan untuk duduk.
“Gus Sidiq ada?” Tanya ustadz Karim.
“ada, sedang ngaji dengan santri di pondok” jawab kang Rozaq dengan sopan
“oya, kira-kira kapan selesainya?” Tanya ustadz Karim.
“insyaAllah setengah jam lagi” jawab kang Rozaq.
“oya baiklah kami tunggu” kata ustadz Karim.
“monggo sekecaaken rumiyin” kata kang Rozaq mempersilahkan untuk menunggu dan mengundurkan diri dan bermaksud untuk mengambilkan minuman.
Tak lama kemudian kang Rozak kembali dengan membawa minuman untuk disuguhkan
“terima kasih kang!, jadi ngrepotin” ujar pak Slamet yang berbasa-basi sambil mengambil minuman dan di berikan pada teman-temannya.
“mboten kok, memang sudah jadi tugas saya meladeni tamu-tamu disini” kata kang Rozaq sambil mengambil minuman dari nampan untuk di suguhkan.
“monggo dipun unjuk rumiyin” perintah kang Rozak setelah selesai membagikan minuman.
“nggeh…nggeh !” tukas Ustadz Karim.
Setelah mereka menunggu kurang lebih setengah jam tiba-tiba muncul dari depan pintu.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam” jawab ustadz Karim dan teman-temannya dengan kompak.
Yang ternyata tak lain adalah Gus Sidiq yang mereka tunggu-tunggu. Kemudian Gus Sidiq Duduk didepan mereka.
“sudah dari tadi?”Tanya Gus Sidiq, sambil melirik gelas-gelas para tamunya yang minumannya tinggal seperempat gelas.
“sudah setengah jam yang lalu” jawab ustadz Karim
“Ooow!, kang… kang….! Ambilkan kopi ya! Untukku dan tamu-tamuku ini”perintah Gus Sidiq kepada santrinya.
“baik pak kiyai”jawab kang Rozaq selaku laden ndalem dengan nada yang sopan.
“gimana kabarnya semua?” Tanya Gus Sidiq mengawali pembicaraan.
“Alhamdulillah Gus, semua sehat-sehat aja, jawab ustadz Karim mewakili teman-temannya.
“bagaimana dengan Gus sekeluarga?” tukas pak Slamet.
“Alhamdulillah baik-baik”jawab Gus Sidiq.
“kok tumben malem-malem?” Tanya Gus Sidiq menyusul perkataan.
“begini Gus, maksud kedatangan kami kemari mau menyakan sesuatu yang masih mengganjal di hati kita” ungkap ustadz Karim.
“apa itu” Tanya Gus Sidiq
“ini masalah anda yang akhir-akhir ini berubah” kata ustadz Karim sambil menunduk.
“perubahan apa? Perasaan tak ada berubahan dalam diriku selama ini.”ujar Gus Sidiq.
“ah! itukan perasaan anda saja, tapi menurut kita anda itu sudah berubah total Gus.” Timpal kang Maimun yang dari tadi terdiam.
“itu lho Gus, dulukan anda itu sering membaca pikiran orang lain sehingga mereka sungkan bertemu atau menemui anda. Dan sekarang tidak lagi membaca pikiran orang lain bahkan dimintapun tak mau.” Ustadz Karim menjelaskan.
“oalah itu!” kata Gus Sidiq yang seolah-olah baru tahu.
“iya Gus” jawab Ustadz Karim.
“kalian mau tahu?”Tanya Gus Sidiq.
“benar Gus, agar kita tak penasaran tentang perubahan pada diri anda.” Ujar pak Slamet.
“baiklah” Gus Sidiq terdiam sejenak lalu meneruskan perkataannya.
“kira-kira dua minggu yang lalu, pada malam jum’at aku ditemui seseorang berpakaian serba putih kemudian berkata:
“Sidiq! temuilah mbah Ky. Qulhu” kata orang yang berpakaian putih itu. kemudian aku menyakan kepada bapak tentang kejadian itu.
”berarti kau itu harus belajar lagi dengan Mbah Ky. Qulhu”. ujar bapak.
“terus dimana tempat Mbah Ky. Qulhu berada?” Tanya ku pada bapak. Setelah itu bapak memberitahu tempatnya.
“kamu pergilah ke arah selatan setelah itu cari tempat yang banyak pohon bambunya, la disitulah mbah Qulhu berada”.kata bapakku.
Dihari berikutnya aku berangkat dengan niat mencari ilmu dan ngalab berkah dari Mbah Qulhu. Aku menuju keselatan setelah sampai ditempat yang sama dengan tanda-tanda yang diceritakan bapak, kemudia aku bertanya kepada warga setempat. Anehnya lagi aku bertanya kesana-kemari tiada yang tahu dimana Mbah Qulhu berada, bahkan yang namanya mbah Qulhu pun mereka tak tahu. Setelah seharian mencari aku bertemu dengan seorang kakek-kakek yang sangat tua berjalan menghampiriku.
“sampeang mau kemana?” Tanya si kakek tua itu.
“aku mau pergi ke mbah Qulhu” jawabku dan menerangkan ciri-ciri dan letak Mbah Qulhu.
“kalau Mbah Qulhu aku tak tau, tapi ada orang yang persis seperti yang kamu ceritakan itu namanya Mbah Moh Sholeh, kalau mau menemuinya kamu ini jalan terus setelah itu ada sungai, kemudian kamu nyebrang, ikuti jalan setapak setelah itu kamu akan menemui rumah dari bambu, lha disitulah mbah Moh Sholeh berada”. Kata si kakek itu yang kemudian pergi entah kemana.
Setelah itu aku menelusuri hutan bambu, kemudian menyebrang sungai aku menelurusi jalan setapak.. Tak lama kemudian sampailah di rumah bambu yang cukup luas. Aku melihat ada pendopo yang dipenuhi banyak orang yang sedang mendengarkan pengajian. Didepan terlihat seseorang yang berwibawa wajahnya memancarkan kearifan sedang memberikan pengertian kepada mereka yang tak lain adalah mbah Qulhu. Para jama’ah mendengarkan dengan khusyu’. Kekhusukan mereka didibuyarkan dengan kedatanganku, akupun mendekati mbah Qulhu berjabat tangan dengannya, kenyataan tak seperti yang ku bayangkan, kukira mbah Qulhu adalah sosok yang sudah tua yang berjalan dengan kaki tiga, ternyata beliau masih tegab dan gagah berwibawa dan kata-katanya yang sangat jelas dan cantas walaupun umurnya yang sudah lanjut, akupun mendekati beliau berjabat tangan dan mengutarakan maksud dan tujuanku. tetapi sesuatu mengejutkanku ketika aku dekat dengannya. Tanpa sengaja aku membaca pikiran beliau yang penuh dengan keduniawiyan, dalam hatinya pun penuh dengan kekotoran,
“Wah ada santri baru ni! bisa tambah penghasilan, nanti malam aku bisa nongkrong di warung pojok bersanding dengan wanita-wanita warung”.katanya dalam hati.  Akupun tak percaya dengan semua itu, aku berusaha meyakinkan kalau sesuatu yang aku ketahui hanyalah bisikan syetan yang mengganguku. Dengan perasaan penasaran akupun mengundurkan diri  bergabung dengan mereka mendengarkan tausyiyah-tausyiyah dari beliau.
Setelah selesai pengajian akupun pergi ke kamar yang sudah disediakan. Kata-kata yang tadi masih saja membuatku penasaran, yang lebih mengejutkan lagi ketika aku berjama’ah di belakang beliau dengan jelas aku melihat apa yang ada didalam pikiran beliau, bukan lah sang Kholik melainlan pikiran-pikirsn yang kotor yang tak pantas di pikirkan beliau, hal itu membuat krkhusukan ku buyar tak karuan dan berpikir yang nggak-enggak.
Hari demi hari keganjalan itu belum terjawab, dan masih menimbulkan penasaran dalam hati. Aku bertanya kepada teman-temanku yang sudah lama tentang kegiatan sehari-hari Mbah Moh Sholeh itu,  mereka mengatakan bahwa setiap harinya mbah Moh Sholeh disibukkan dengan mengajar santri ataupun menghadiri undangan dari warga-warga setempat dan setiap satu minggu sekali setiap malem minggu beliau melakukan topo broto, setelah beberapa hari aku di sana tepat pada malam minggu yang katanya mbah Moh Sholeh melakukan topo broto, timbullah pertayaan dari hatiku biasanya orang topo broto itu kan malem jum’at, ini kok malem minggu ya?.
Ketika mbah Moh Sholeh pergi, akupun mengikuti beliau kemana beliau pergi, beliau menelusuri hutan bambu, tiba-tiba beliau menghilang, akupun terus berjalan mencari kemana beliau pergi aku tak menemukan mbah Moh Sholeh, keterkejutanku mulai muncul ketika meliaht ada warung yang remeng-remeng menimbulkan hawa keromantisan, penuh canda tawa didalamnya,
“apakah mbah Moh Sholeh masuk ke warung itu? tanyaku dalam hati.
Akupun mendekati warung itu perlahan-lahan, sesampai di warung aku dikejutkan dengan suara yang taka sing ditelinga
“Kang Sidiq!” mbah Moh Sholeh memanggilku.
Akupun tekejut ketika melihat mbah Moh Sholeh sedang duduk mojok di samping wanita berpakaian ketat dan menor.
“kenalkan ini teman baruku datang dari jauh namanya Sidiq” kata Mbah Moh Sholeh memperkenalkanku kepada teman-temannya.
Merekapun mengulurkan tangan untuk berjabat tangan denganku akupun dengan perasaan kaku mengulurkan tangan dan saling berjabat tangan, mbah Moh Sholeh pun memesankan kopi untukku
“yu! kopi satu untuk temanku ini” perintah Mbah Moh Sholeh kepada salah satu wanita warung.
“ini kang kopinya” tawar wannita warung.
“makasih mbak” kataku dengan mulut kaku.
“ayo diminum” perintah mbah Moh Sholeh
“ya”jawabku yang masih dalam keadaan penuh tanda Tanya
Akupun hanya duduk termenung membisu dengan pikiran gelisah
Apakah ini sesosok mbah Moh Sholeh yang Alim itu? dan apakah arti semua ini? Kenapa aku disuruh mencari Mbah Qulhu atau mbah Ky. Moh Sholeh?
Ditengah-tengah lamunanku tiba-tiba dibuyarkan dengan suara agak keras
“kang! yuk kita pulang, sudah hampir subuh”ajak mbah Ky. Qulhu sambil membayar kopi miliknya dan kopiku. Tanpa sepatah katapun aku mengikuti mbah Qulhu keluar dari warung remeng-remeng yang beraroma kemesuman.
“kita lewat jalan pintas aja, agar kita sampai ke pondok pas Shubuh” kata mbah Moh Sholeh.
Kamipun berjalan melalui jalan setapak yang belum pernah aku lewati, kamipun sampai ditepi jurang, mbah Moh Sholeh memegang tanganku dan berjalan di awang-awang seperti berjalan di tanah akupun ikut tebang di awing-awang, dengan perasaan takut ketinggian.
Setelah sampai di tepi jurang mbah Moh Sholeh mengajak untuk istirahat. Akupun dengan perasaan tak menentu, dan penasaran akupun duduk di atas batu ditepi jurang.
“bagaimana? Apakah kamu sudah tahu tentang pikiranku yang dipenuhi dengan dunia dan kekotoran yang tak pantas bagi seorang kyai?” Tanya mbah Moh Sholeh membuyarkan lamunanku. Akupun tercengang mendengar pertanyaan mbah Moh Sholeh, beliau pun meneruskan perkataannya:
“apakah kamu yakin apa yang kamu ketahui itu pasti benarnya?, dan apakah hatimu sudah bersih dari dosa?, di dunia ini setiap orang yang mengaku iman pasti diberi ujian, dan ujian itu bisa berupa kelebihan dan kesusahan, orang yang diberi kesusahan akan terjerumus dalam jurang ketidak sabaran, kederengkian, kekufuran, dan ketamakan, apabila orang yang di beri kelebihan bisa terjerumus dalam kesombongan, keangkuhan,  engkau diberi kelebihan dan itu kau gunakan seenaknya dan itu meresahkan orang lain, dan apakah engkau tahu orang yang berada diwarung itu adalah orang yang kesusahan?, mereka adalah orang yang susah, yang butuh pertolongan dari kita, dan perlu kamu tahu orang yang sombong tidak akan pernah selamat dari jurang neraka.” Kata Mbah Muh Sholeh dengan nada yang halus.
Aku hanya termenung meratapi kesalahanku selama ini memang benar apa yang dikatakan beliau.
“yuk kita pulang, hampir subuh, setelah berjama’ah subuh engkau boleh pulang” kata mbah Moh Soleh sambil melangkah meneruskan perjalanan.
Dari sini aku ternyata mendapat pelajaran banyak yang sangat berharga, walaupun sangat singkat. Kemudian aku mengikuti langkah mbah Moh Sholeh.
Tak lama kemudian terdengar lantunan adzan dikumandangkan tanda waktu shubuh, kami pun sampai di pondok dan berjama’ah subuh dengan perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Setelah selesai berjamaah akupun di panggil mbah Moh Sholeh dan diperintah untuk pulang akupun berkemas-kemas lalu berpamitan dengan mbah Moh Sholeh dan konco-konco santri, walaupun dengan waktu yang singkat tapi aku memperoleh ilmu yang sangat berarti” Gus Sidiq menghentikan ceritanya. Semua tamu hanya terdiam Khusuk mendengarkan cerita Gus Sidiq.
“Monggo dipun dahar, dipun unjuk” kata Gus Sidih memecahkan keheningan.
“Nggeh…nggeh” sahut para tamu dengan kaget.




No comments:

Post a Comment