GUS
BUNGSU
Matahari
mulai menampakkan sinarnya, dengan disambut kicaun burung-burung yang
menari-nari diranting pepohonan, hawa sejuk bercampur dingin menusuk hingga
tulang sum-sum, dan dedaunan yang hijau dihiasi oleh bintik-bintik embun pagi
menjadikan keindahan yang alami, menjadikan ketentraman qolbu dan ketenangan
jiwa. Begitulah keadaan desa Bukit tinggi yang terletak di lereng gunung
sumbing, ditambah suara gemuruh santri-santri pondok pesantren Mambaul Ulum
yang setiap harinya disibukkan dengan menuntut ilmu.
Memang
pondok yang di asuh KH. Abdullah itu cukup terpencil Jauh dari keramaian, akan
tetapi pondok pesantren Mambaul Ulum ini cukup dikenal di kalangan masyarakat,
dikarenakan KH. Abdullah adalah kiyai yang masyhur dan di kenal di masyarakat.
Disamping kealimannya, beliau juga dikenal dengan kiyai yang budi Akhlaqnya
luhur, sopan santun, tawadhu’ dan berwibawa. Sehari-hari disibukkan dengan
mengajar santri, ngaji selapanan di daerah sekitarnya, dan tak jarang beliau di
undang dalam pengajian-pengajian diluar kota atau luar jawa. Karena saking
padatnya kegiatan, maka pengasuh pondok yang mempunyai santri kurang lebih
seribu anak ini di bantu oleh beberapa putranya.
KH.
Abdullah mempunyai empat orang putra yaitu Gus Syamsul Hadi yang akrab
dipanggil Gus Hadi. Kedua Neng Chusna Syifaul Qolbi atau neng Syifa nama
panggilannya. Akan tetapi dia tidak lagi bersama dengan Ky. Abdullah, karena
sudah diperistri oleh Gus Muhammad dari Bawang jawa tengah. Yang ketiga Gus
Taufiqurrohman dan yang paling terakhir adalah Gus Muhammad sidiq yang biasa di
panggil Gus Sidiq.
Dari
ketiga Gus itu yang paling berbeda adalah Gus Sidiq, selain pandai, Gus Bungsu
ini mempunyai keanehan dan kejanggalan dalam kesehariannya menurut para santri
santri yang ngaji malem selasa yang biasa disebut santri seloso.
“Setelah
Gus Sidiq pulang nyantri dari Lirboyo, aku merasakan keanehan-keanehan yang
terjadi pada dirinya” kata kang Maimun yang termasuk santri seloso.
“keanehan
apa? “ Tanya ustadz Karim yang juga sering ikut ngaji.
“Kemarin
pas aku bertemu dengannya, dia tersenyum sendiri tanpa ada sebab’ jawab kang
Maimun.
“Aku Juga pernah mengalami keanehan
yang terjadi pada dirinya ketika aku sowan KH. Abdullah dan bertemu dengannya.
Sebetulnya aku mau tanya pada dirinya kapan pulang dari lirboyo, Ee…! Gus Sidik
udah njawab “pulang hari senin.” Aku menjadi terkejut mendengar kata-kata
beliau akupun berkata dalam hati kok tahu ya? Dan beliau pun berkata ”ya tahu
lah” dan Gus Sidiq langsung pergi meninggalkan aku yang dalam keadaan bengong
dan penuh tanda Tanya.” Kata Lek Kardi
“apa sebabnya ya? “ kata ustadz
karim penasaran.
“Aku juga kurang tahu apa sebabnya “
kata kang Maimun
“Kalian ingat nggak dengan Mbah Taqim
pedagang pakaian itu?, ketika dia bertemu dengan Gus Sidiq yang pakaiannya compang camping kaya orang gila.
Mbah taqim berkata dalam hati “ ini Gus atau apa, kok pakaiannya kaya orang gila”,
tiba-tiba Gus Sidiq berkata“ kamu bilang apa?, ngatain aku orang gila? Ya biar
gak kaya orang gila kamu kasihkan pakaian daganganmu itu kepadaku gimana?”
dengan muka merah dan perasaan malu dia memberikan dua pakaian dagangannya itu
kepada Gus Sidiq” kata pak Slamet yang dari tadi ingin ikut bicara dan
kebetulan ia juga pedagang baju seperti Mbah Taqim.
“Apakah Gus Bungsu itu bisa baca hati
kita ya?” Tanya ustadz Karim.
“ya mungkin saja begitu, atau
mungkin saja dia itu termasuk wali” kata kang Maimun
Setelah terjadi beberapa kejadian
seperti itu masyarakat menjadi sungkan bertemu apalagi berbincang-bincang dengan Gus Sidiq, mereka takut akan dibaca isi
hatinya. Berita tentang Gus Sidiq telah tersebar dimana-mana.
Beberapa bulan berlalu, berita
keanehan Gus sidiq kini menjadi masa lalu, sekarang bukan lagi berita keanehan
Gus Sidik, tetapi berita hilangnya sifat
keanehan pada dirinya.
“kamu tahu gak? Kini Gus Sidiq tak
lagi membaca hati orang lain, bahkan dimintapun tak mau” kata pak Slamet yang
sedang duduk-duduk di teras masjid bersama kawan-kawannya yang baru sholat
jama’ah ashar.
“iya ya? Kemarin aku pas bertemu
dengannya dia seperti orang biasa, menanyakan kabarku, kapan datang dan
berbincang-bincang dengan asyik” kata Ustadz Karim yang mengetahui tentang
perubahan yang terjadi pada diri Gus Sidiq.
“memang setelah terjadi perubahan
itu kini kita bisa menjadi lebih dekat dengan beliau dan lebih akrab” ujar kang
Maimun sambil mengambil rokok dari sakunya.
“apakah yang menjadikan beliau
berubah? Apakah ilmu membaca pikirannya sudah hilang?” Tanya Pak Slamet dengan
penasaran.
“kemungkinan tidak hilang , seperti
itu kan anugrah yang diberikan kepada HambanNya yang saking dekat denganNya,
itu bisa dinamakan ma’unah” kata ustadz Karim menjelaskan.
“fhuuuh…… ! terus apa yang
menjadikan beliau tidak mau membaca pikiran orang lain ya?“Tanya pak Slamet
sambil menghembuskan asap rokoknya yang baru dihisab.
“kalau itu aku juga belum tahu” kata
ustadz Karim.
“biar kita tak penasaran bagaimana
kalau kita nanti ba’do isyak sowan beliau menayakan tentang perubahan beliau
itu” ajak kang Maimun.
“boleh juga biar kita tak menjadi
penasaran dengan masalah ini” ungkap ustadz Karim.
“aku tak pulang dulu ya? sudah di
tunggu oleh istri ni! kata pak Slamet memotong pembicaraan, yang kebetulan pak
Slamet itu sudah beristri lima tahun tapi belum juga di anugrhai anak .
“mau apa sih? Kok tumben kepikiran
istri” Tanya kang Maimun.
“iyya ni! tadi pas aku berangkat ke
masjid dia sedang menggoreng tempe, ya kalau mau ikut ayo kerumahku!,
anget-anget makan gorengan sambil minum kopi” ajak pak Slamet sambil pakai
sandal jepitnya itu.
“wah! kalau ada kita berdua nanti
ganggu dong! hawa romantisnya pun kurang” kata kang Maimun.
“Ya udah aku tak pulang dulu“ kata pak Slamet yang kemudian
nylonong pergi.
Setelah pak slamet pulang mereka berduapun ikut pulang.
Waktu menunjukkan setengah delapan,
setelah mereka sholat jama’ah isya’ mereka berangkat bersama-sama menuju
kediaman Gus Sidiq. Sebelum sampai di kediaman Gus Sidiq mereka mampir ke
warung dulu guna membeli rokok untuk dihaturkan kepada Gus Sidiq, memang sudah
jadi kebiasaan masyarakat bila sowan ke kiyai mereka memberi atur-atur istilah
daerah mereka.
Sesampai di ndalemnya Gus Sidik mereka
mengetok pintu dan uluk salam
Tok… tok… tok…! “Assalamu’alaikum”
ustadz Karim mewakili rombongan
“Wa’alaikum salam, monggo pinarak”
jawab kang Rozaq salah satu santri pondok pesantren Mambaul Ulum dan
mempersilahkan rombongan untuk duduk.
“Gus Sidiq ada?” Tanya ustadz Karim.
“ada, sedang ngaji dengan santri di pondok”
jawab kang Rozaq dengan sopan
“oya, kira-kira kapan selesainya?”
Tanya ustadz Karim.
“insyaAllah setengah jam lagi” jawab
kang Rozaq.
“oya baiklah kami tunggu” kata
ustadz Karim.
“monggo sekecaaken rumiyin” kata
kang Rozaq mempersilahkan untuk menunggu dan mengundurkan diri dan bermaksud untuk
mengambilkan minuman.
Tak lama kemudian kang Rozak kembali
dengan membawa minuman untuk disuguhkan
“terima kasih kang!, jadi ngrepotin”
ujar pak Slamet yang berbasa-basi sambil mengambil minuman dan di berikan pada
teman-temannya.
“mboten kok, memang sudah jadi tugas
saya meladeni tamu-tamu disini” kata kang Rozaq sambil mengambil minuman dari nampan
untuk di suguhkan.
“monggo dipun unjuk rumiyin”
perintah kang Rozak setelah selesai membagikan minuman.
“nggeh…nggeh !” tukas Ustadz Karim.
Setelah mereka menunggu kurang lebih
setengah jam tiba-tiba muncul dari depan pintu.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam” jawab ustadz
Karim dan teman-temannya dengan kompak.
Yang ternyata tak lain adalah Gus
Sidiq yang mereka tunggu-tunggu. Kemudian Gus Sidiq Duduk didepan mereka.
“sudah dari tadi?”Tanya Gus Sidiq,
sambil melirik gelas-gelas para tamunya yang minumannya tinggal seperempat
gelas.
“sudah setengah jam yang lalu” jawab
ustadz Karim
“Ooow!, kang… kang….! Ambilkan kopi
ya! Untukku dan tamu-tamuku ini”perintah Gus Sidiq kepada santrinya.
“baik pak kiyai”jawab kang Rozaq
selaku laden ndalem dengan nada yang sopan.
“gimana kabarnya semua?” Tanya Gus
Sidiq mengawali pembicaraan.
“Alhamdulillah Gus, semua
sehat-sehat aja, jawab ustadz Karim mewakili teman-temannya.
“bagaimana dengan Gus sekeluarga?”
tukas pak Slamet.
“Alhamdulillah baik-baik”jawab Gus
Sidiq.
“kok tumben malem-malem?” Tanya Gus
Sidiq menyusul perkataan.
“begini Gus, maksud kedatangan kami
kemari mau menyakan sesuatu yang masih mengganjal di hati kita” ungkap ustadz
Karim.
“apa itu” Tanya Gus Sidiq
“ini masalah anda yang akhir-akhir
ini berubah” kata ustadz Karim sambil menunduk.
“perubahan apa? Perasaan tak ada berubahan
dalam diriku selama ini.”ujar Gus Sidiq.
“ah! itukan perasaan anda saja, tapi
menurut kita anda itu sudah berubah total Gus.” Timpal kang Maimun yang dari
tadi terdiam.
“itu lho Gus, dulukan anda itu
sering membaca pikiran orang lain sehingga mereka sungkan bertemu atau menemui
anda. Dan sekarang tidak lagi membaca pikiran orang lain bahkan dimintapun tak
mau.” Ustadz Karim menjelaskan.
“oalah itu!” kata Gus Sidiq yang
seolah-olah baru tahu.
“iya Gus” jawab Ustadz Karim.
“kalian mau tahu?”Tanya Gus Sidiq.
“benar Gus, agar kita tak penasaran
tentang perubahan pada diri anda.” Ujar pak Slamet.
“baiklah” Gus Sidiq terdiam sejenak
lalu meneruskan perkataannya.
“kira-kira dua minggu yang lalu,
pada malam jum’at aku ditemui seseorang berpakaian serba putih kemudian
berkata:
“Sidiq! temuilah mbah Ky. Qulhu”
kata orang yang berpakaian putih itu. kemudian aku menyakan kepada bapak
tentang kejadian itu.
”berarti kau itu harus belajar lagi
dengan Mbah Ky. Qulhu”. ujar bapak.
“terus dimana tempat Mbah Ky. Qulhu
berada?” Tanya ku pada bapak. Setelah itu bapak memberitahu tempatnya.
“kamu pergilah ke arah selatan
setelah itu cari tempat yang banyak pohon bambunya, la disitulah mbah Qulhu
berada”.kata bapakku.
Dihari berikutnya aku berangkat
dengan niat mencari ilmu dan ngalab berkah dari Mbah Qulhu. Aku menuju
keselatan setelah sampai ditempat yang sama dengan tanda-tanda yang diceritakan
bapak, kemudia aku bertanya kepada warga setempat. Anehnya lagi aku bertanya
kesana-kemari tiada yang tahu dimana Mbah Qulhu berada, bahkan yang namanya
mbah Qulhu pun mereka tak tahu. Setelah seharian mencari aku bertemu dengan
seorang kakek-kakek yang sangat tua berjalan menghampiriku.
“sampeang mau kemana?” Tanya si
kakek tua itu.
“aku mau pergi ke mbah Qulhu”
jawabku dan menerangkan ciri-ciri dan letak Mbah Qulhu.
“kalau Mbah Qulhu aku tak tau, tapi
ada orang yang persis seperti yang kamu ceritakan itu namanya Mbah Moh Sholeh,
kalau mau menemuinya kamu ini jalan terus setelah itu ada sungai, kemudian kamu
nyebrang, ikuti jalan setapak setelah itu kamu akan menemui rumah dari bambu,
lha disitulah mbah Moh Sholeh berada”. Kata si kakek itu yang kemudian pergi
entah kemana.
Setelah itu aku menelusuri hutan
bambu, kemudian menyebrang sungai aku menelurusi jalan setapak.. Tak lama
kemudian sampailah di rumah bambu yang cukup luas. Aku melihat ada pendopo yang
dipenuhi banyak orang yang sedang mendengarkan pengajian. Didepan terlihat
seseorang yang berwibawa wajahnya memancarkan kearifan sedang memberikan
pengertian kepada mereka yang tak lain adalah mbah Qulhu. Para jama’ah
mendengarkan dengan khusyu’. Kekhusukan mereka didibuyarkan dengan
kedatanganku, akupun mendekati mbah Qulhu berjabat tangan dengannya, kenyataan
tak seperti yang ku bayangkan, kukira mbah Qulhu adalah sosok yang sudah tua
yang berjalan dengan kaki tiga, ternyata beliau masih tegab dan gagah berwibawa
dan kata-katanya yang sangat jelas dan cantas walaupun umurnya yang sudah
lanjut, akupun mendekati beliau berjabat tangan dan mengutarakan maksud dan
tujuanku. tetapi sesuatu mengejutkanku ketika aku dekat dengannya. Tanpa
sengaja aku membaca pikiran beliau yang penuh dengan keduniawiyan, dalam
hatinya pun penuh dengan kekotoran,
“Wah ada santri baru ni! bisa tambah
penghasilan, nanti malam aku bisa nongkrong di warung pojok bersanding dengan
wanita-wanita warung”.katanya dalam hati.
Akupun tak percaya dengan semua itu, aku berusaha meyakinkan kalau
sesuatu yang aku ketahui hanyalah bisikan syetan yang mengganguku. Dengan
perasaan penasaran akupun mengundurkan diri bergabung dengan mereka mendengarkan
tausyiyah-tausyiyah dari beliau.
Setelah selesai pengajian akupun
pergi ke kamar yang sudah disediakan. Kata-kata yang tadi masih saja membuatku
penasaran, yang lebih mengejutkan lagi ketika aku berjama’ah di belakang beliau
dengan jelas aku melihat apa yang ada didalam pikiran beliau, bukan lah sang
Kholik melainlan pikiran-pikirsn yang kotor yang tak pantas di pikirkan beliau,
hal itu membuat krkhusukan ku buyar tak karuan dan berpikir yang nggak-enggak.
Hari demi hari keganjalan itu belum
terjawab, dan masih menimbulkan penasaran dalam hati. Aku bertanya kepada
teman-temanku yang sudah lama tentang kegiatan sehari-hari Mbah Moh Sholeh itu, mereka mengatakan bahwa setiap harinya mbah Moh
Sholeh disibukkan dengan mengajar santri ataupun menghadiri undangan dari
warga-warga setempat dan setiap satu minggu sekali setiap malem minggu beliau
melakukan topo broto, setelah beberapa hari aku di sana tepat pada malam minggu
yang katanya mbah Moh Sholeh melakukan topo broto, timbullah pertayaan dari
hatiku biasanya orang topo broto itu kan malem jum’at, ini kok malem minggu
ya?.
Ketika mbah Moh Sholeh pergi, akupun
mengikuti beliau kemana beliau pergi, beliau menelusuri hutan bambu, tiba-tiba
beliau menghilang, akupun terus berjalan mencari kemana beliau pergi aku tak
menemukan mbah Moh Sholeh, keterkejutanku mulai muncul ketika meliaht ada
warung yang remeng-remeng menimbulkan hawa keromantisan, penuh canda tawa
didalamnya,
“apakah mbah Moh Sholeh masuk ke
warung itu? tanyaku dalam hati.
Akupun mendekati warung itu
perlahan-lahan, sesampai di warung aku dikejutkan dengan suara yang taka sing
ditelinga
“Kang Sidiq!” mbah Moh Sholeh
memanggilku.
Akupun tekejut ketika melihat mbah Moh
Sholeh sedang duduk mojok di samping wanita berpakaian ketat dan menor.
“kenalkan ini teman baruku datang
dari jauh namanya Sidiq” kata Mbah Moh Sholeh memperkenalkanku kepada
teman-temannya.
Merekapun mengulurkan tangan untuk
berjabat tangan denganku akupun dengan perasaan kaku mengulurkan tangan dan
saling berjabat tangan, mbah Moh Sholeh pun memesankan kopi untukku
“yu! kopi satu untuk temanku ini”
perintah Mbah Moh Sholeh kepada salah satu wanita warung.
“ini kang kopinya” tawar wannita
warung.
“makasih mbak” kataku dengan mulut
kaku.
“ayo diminum” perintah mbah Moh
Sholeh
“ya”jawabku yang masih dalam keadaan
penuh tanda Tanya
Akupun hanya duduk termenung membisu
dengan pikiran gelisah
Apakah ini sesosok mbah Moh Sholeh
yang Alim itu? dan apakah arti semua ini? Kenapa aku disuruh mencari Mbah Qulhu
atau mbah Ky. Moh Sholeh?
Ditengah-tengah lamunanku tiba-tiba
dibuyarkan dengan suara agak keras
“kang! yuk kita pulang, sudah hampir
subuh”ajak mbah Ky. Qulhu sambil membayar kopi miliknya dan kopiku. Tanpa
sepatah katapun aku mengikuti mbah Qulhu keluar dari warung remeng-remeng yang
beraroma kemesuman.
“kita lewat jalan pintas aja, agar
kita sampai ke pondok pas Shubuh” kata mbah Moh Sholeh.
Kamipun berjalan melalui jalan
setapak yang belum pernah aku lewati, kamipun sampai ditepi jurang, mbah Moh
Sholeh memegang tanganku dan berjalan di awang-awang seperti berjalan di tanah
akupun ikut tebang di awing-awang, dengan perasaan takut ketinggian.
Setelah sampai di tepi jurang mbah
Moh Sholeh mengajak untuk istirahat. Akupun dengan perasaan tak menentu, dan
penasaran akupun duduk di atas batu ditepi jurang.
“bagaimana? Apakah kamu sudah tahu
tentang pikiranku yang dipenuhi dengan dunia dan kekotoran yang tak pantas bagi
seorang kyai?” Tanya mbah Moh Sholeh membuyarkan lamunanku. Akupun tercengang
mendengar pertanyaan mbah Moh Sholeh, beliau pun meneruskan perkataannya:
“apakah kamu yakin apa yang kamu
ketahui itu pasti benarnya?, dan apakah hatimu sudah bersih dari dosa?, di dunia
ini setiap orang yang mengaku iman pasti diberi ujian, dan ujian itu bisa
berupa kelebihan dan kesusahan, orang yang diberi kesusahan akan terjerumus dalam
jurang ketidak sabaran, kederengkian, kekufuran, dan ketamakan, apabila orang
yang di beri kelebihan bisa terjerumus dalam kesombongan, keangkuhan, engkau diberi kelebihan dan itu kau gunakan
seenaknya dan itu meresahkan orang lain, dan apakah engkau tahu orang yang
berada diwarung itu adalah orang yang kesusahan?, mereka adalah orang yang
susah, yang butuh pertolongan dari kita, dan perlu kamu tahu orang yang sombong
tidak akan pernah selamat dari jurang neraka.” Kata Mbah Muh Sholeh dengan nada
yang halus.
Aku hanya termenung meratapi
kesalahanku selama ini memang benar apa yang dikatakan beliau.
“yuk kita pulang, hampir subuh,
setelah berjama’ah subuh engkau boleh pulang” kata mbah Moh Soleh sambil
melangkah meneruskan perjalanan.
Dari sini aku ternyata mendapat
pelajaran banyak yang sangat berharga, walaupun sangat singkat. Kemudian aku
mengikuti langkah mbah Moh Sholeh.
Tak lama kemudian terdengar lantunan
adzan dikumandangkan tanda waktu shubuh, kami pun sampai di pondok dan
berjama’ah subuh dengan perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Setelah selesai berjamaah akupun di
panggil mbah Moh Sholeh dan diperintah untuk pulang akupun berkemas-kemas lalu
berpamitan dengan mbah Moh Sholeh dan konco-konco santri, walaupun dengan waktu
yang singkat tapi aku memperoleh ilmu yang sangat berarti” Gus Sidiq
menghentikan ceritanya. Semua tamu hanya terdiam Khusuk mendengarkan cerita Gus
Sidiq.
“Monggo dipun dahar, dipun unjuk”
kata Gus Sidih memecahkan keheningan.
“Nggeh…nggeh” sahut para tamu dengan
kaget.
No comments:
Post a Comment