Saturday, 26 April 2014

CERPEN ISTIQOMAH



ISTIQOMAH

Rasa dongkol dirasakan Pengurus Pondok Pesantren Salaf Al Fath yang terletak di Sidomulyo, Rejosari, Bandongan, Magelang. Tepatnya 2 km dari jalan raya Bandongan-Windusari yang didirikan pada tahun 1923 oleh Kyai Mustafid. Pesantren Al Fath memiliki 200 santri yang positif menetap di dalamnya, 100 santri putra dan 100 santri putri. Misbah sebagai ketua pesantren saat itu hendak sowan menghadap pengasuh pondok pesantren dengan membawa sebuah blocknote, lembar stopmap berisi lembar kertas daftar santri dan sebuah lembar catatan.
“Assalamu’alaikum” salam misbah sebagai awal persowanannya kepada pengasuh di ruang tamu kediaman pengasuh pesantren. Tampak jelas dari ruang tamu yang beralas karpet hijau dengan tembok warna putih dan berkaca 2x1 m itu, seseorang dengan tinggi badan 175 cm sedang berjalan menuju ruang tamu hendak menemui misbah seraya menjawab salam yang diucapkan misbah “Wa’alaikumussalam” jawaban dengan suara besar dan berwibawa itu adalah suara pengasuh pesantren. KH. Nurman, S.Ag, itulah nama besar yang dihormati di wilayah sidomulyo, pengasuh pondok pesantren al fath. Sebagai perangai yang berpengaruh di lingkungannya, KH. Nurman, S.Ag lebih akrab dengan sapaan Kyai Nur. Semenjak beliau berumur 29 tahun yang lalu, beliau telah mengasuh pondok pesantren. Saat itu beliau menjadi pengasuh pesantren termuda di kabupaten magelang. Kini Umur kyai nur telah mencapai 53 tahun, dan telah 24 tahun kyai nur mengasuh pondok pesantren ditemani sang istri yang setia, Nyai Laila Nurman, S.Pd.I. pasangan itu diberi amanah untuk merawat buah hati 3 putra, yang semuanya telah menjalani kehidupan sendiri-sendiri di lingkungan masing-masing yang amat jauh dengan tempat kyai nur menetap. Putra pertama Sofi menetap di wonosobo bersama dengan putra kedua nisfi, yang kedua-duanya memperoleh pasangan penduduk wonosobo, sedangkan putra ketiga Mahsun Nurman sedang menempuh studi di Jogjakarta dan rencana akan menetap di sana karena sudah mempunyai pandangan untuk berpasangan dengan penduduk setempat.
Situasi hening di kediaman kyai nur itu diawali dengan pertanyaan kyai “Ada apa misbah?” misbah yang sedang duduk termenung menghadap stopmap dan beberapa lembar kertas bermaksud matur kepada pengasuh. Namun perasaan khawatir, takut yang menghantui misbah karena kyai nur kurang lebih 2 minggu yang lalu baru saja sembuh dari sakitnya. Selain itu, takut yang menghantui misbah dikarenakan permasalahan yang sudah tertulis di bukunya akan menjadi beban yang berat bagi kyai nur. Namun belum sempat misbah matur kepada kyai nur, betapa kagetnya misbah ketika kyai nur langsung mengambil stopmap yang dibawanya dan membaca lembar demi lembar kertas yang ada di dalamnya. Ketika kyai nur membaca lembar terakhir dari seluruh lembaran yang dibawa misbah itu, beliau kaget dan berkata “Masya Allah” dan menutup kembali stopmap yang ada pada kedua tangannya, dan memberikan perintah kepada misbah untuk melaksanakan apa saja yang ada dan tertulis pada lembaran-lembaran yang dibawa misbah. Lembar-lembaran yang dibawa misbah menghadap kyai nur adalah lembaran-lembaran hasil musyawarah pengurus pondok pesantren putra al fath. “sendiko dawuh abah!” jawab misbah dengan rasa hormat dan ta’dzim kepada kyai nur. “Namun maaf abah, apabila kami melaksanakan apa yang telah tertulis dan menjadi kesepakatan pengurus ini, maka…..” misbah kembali matur. Perintah Kyai nur “tidak apa-apa, ini demi nama baik pondok pesantren, nama baik pengurus, dan seluruh penduduk sidomulyo umumnya. Mantab saja, dengan membaca basmalah laksanakan yang telah menjadi keputusan musyawarah, pasti Allah akan memberikan petunjuk ke jalan kebaikan, dan senantiasalah mengharap ridlaNya sehingga ilmu kalian dapat berguna dan bermanfaat di suatu hari kelak, terutama pada santri yang tertera dalam daftar yang kamu bawa itu.” Misbah mengiyakan seluruh dawuh kyai nur, misbah kembali mengaturkan salam perpisahan karena persowanan telah usai seraya pamit kembali ke pondok untuk menindak lanjuti apa yang telah baru saja disowankan kepada pengasuh.
Setiba di salah satu ruangan pondok pesantren “panggilkan rohani!” perintah misbah kepada salah satu santri untuk mencari rohani yang kebetulan rohani sedang pergi ke sawah untuk mencangkul ladang milik salah satu penduduk dusun sidomulyo. “Maaf, kang misbah. Rohani sedang ke sawah mencangkul lahan milik pak broto penduduk sidomulyo!” jawab santri yang diperintah tadi kepada misbah. Namun misbah tidak menghiraukan jawaban itu, dan memerintahkan santri itu untuk memanggil rohani yang masih di sawah untuk kembali ke pondok pesantren karena misbah menyadari permasalahan yang sedang dihadapi sangatlah penting dan perlu segera ditindak lanjuti.
Setelah menunggu beberapa waktu, terdengar suara dari luar komplek pesantren “Aku Pulang kang misbah.” Suara rohani yang kelelahan. Rohani yang sibuker adalah pengurus keamanan pondok pesantren al fath, yang sudah 10 tahun menetap di pesantren. “mandi dulu, ada urusan penting yang baru saja aku sowankan.” Misbah mengawali pembiacaarn dengan rohani. Langsung saja pria berumur 25 tahun dengan tubuh kurus kering itu mandi.
Sehabis mandi rohani langsung menghadap misbah dengan membawa sebuah buku jilidan berukuran kwarto menuju kantor tempat misbah biasa menetap. Ketika rohani tiba di kantor, sudah datang juga ditempat itu hakim pengurus pendidikan, mubarok pengurus kegiatan, arif pengurus kebersihan yang semuanya telah membawa masing-masing staf mereka. Pintu kantor tertutup dengan tulisan “SEDANG ADA RAPAT”. Situasi hening dari luar, namun tampak dari luar di dalam sedang terjadi keributan perbedaan pendapat antara masing-masing pengurus. Dua setengah jam kemudian pintu kantor kembali terbuka, musyawarah telah dilaksanakan, hasil musyawarah telah disepakati, dan segera delaksanakan.


Di suatu pagi yang hening
“Krompyang…” suara keras seperti gelas pecah terdengar dari dapur pesantren. “apa itu?” Tanya sajid, santri asal temanggung kepada seluruh penghuni kamar 5 yang kebetulan berdekatan dengan dapur. “gak tahu kang, coba kami lihat dulu ke dapur” jawab salah satu penghuni kamar 5. “Kita kabur setelah seluruh penghuni kamar 5 masuk ke dapur!” bisik johan asal semarang yang berada di dapur bersama dengan adi. Mereka berdua sengaja memecahkan gelas yang berada di dapur karena biasanya jika ada suara rebut-ribut, seluruh penghuni kamar 5 akan turun dan jalan keluar area pesantren terbuka lebar. Ketika seluruh penghuni kamar 5 menghampiri dapur, kedua santri yang sengaja memecahkan gelas langsung bergerak menuju pintu gerbang dan keluar area pesantren. Setelah keluar area pesantren, johan sebagai pemimpin langsung menuju salah satu warung makan Sari Rasa di daerah sidomulyo untuk jajan dan makan disana. “kita akan kemana hari ini?’ Tanya johan kepada adi. “terserah kamu saja kita mau kemana.” Jawab adi dengan santai. “OK, kita bahas nanti saja, yang penting kita sarapan dulu.” Lanjut johan memantabkan adi yang diajak kabur bersamanya.
Johan adalah santri muda asal semarang, umur 18 tahun dengan tinggi badan 170 cm adalah santri yang sering bikin ulah di pesantren dan sering melanggar peraturan pondok pesantren. Mulai dari pelanggaran kecil yaitu sering keluar tanpa ijin, pulang tanpa pamit, mencuri beras milik teman, ghosob barang milik teman, maupun pelanggaran besar seperti mengintip santri putri yang sedang mandi, mencuri barang milik penduduk setempat, pulang menginap di rumah tanpa ijin, dan pacaran baik dengan santri setempat, penduduk setempat ataupun santri dari pondok peantren lain. Sedangkan adi adalah santri seangkatan johan, berasal dari temanggung, umur 18 tahun dengan tinggi badan 165 cm. adi adalah santri yang pendiam, pintar, suka belajar dan tanggap dalam kegiatan namun gampang terpengaruh. Pihak pengurus sudah mengetahui sejak lama tentang seluk beluk johan yang begitu buruk, namun dari pihak kepengurusan khawatir akan keadaan jika menindaklanjuti johan, karena johan selain terlahir dari keluarga yang besar, juga masih kerabat dengan kyai nur serta masih memiliki garis dengan sesepuh pondok pesantren di semarang, tempat johan dilahirkan.
Keadaan warung makan Sari Rasa yang nyaman di pagi hari itu menjadi keruh, gaduh dan ramai setelah 15 santri mendatangi warung makan yang bermaksud untuk mencari johan dan adi. “maaf bu, apakah tadi ada 2 santri, yang satu dengan baju koko putih dengan sarung warna hitam polos, dan yang satu lagi memakai baju batik dan sarung coklat yang jajan kesini?” Tanya salah satu santri yang datang ke warung makan. “belum ada santri yang jajan kesini, cuman tadi itu ada 2 orang yang jajan kesini, tapi sepertinya bukan santri pesantren al fath. Soalnya yang satu orang memakai kaos pendek warna hitam dengan celana jeans hijau tua, dan yang satu lagi memakai baju kotak-kotak, bertopi dan celana jeans hitam dan bersepatu.” Jawab pemilik warung makan sari rasa dengan tegas kepada santri yang berdatangan ke warung makannya yang terletak 1 km dari pesantren al fath. Memang begitulah ulah Johan dan adi, setengah km dari pesantren mereka mampir kerumah salah satu penduduk dan meminjam pakaian disana hingga tidak ada yang tahu kalau mereka adalah santri. Pulang dengan tangan hampa, itulah hasil pencarian 15 santri yang datang ke warung makan sari rasa yang tidak mendapati johan dan adi jajan disana. Sesampai di pesantren sauqi, salah satu santri yang ikut mencari, melaporkan hasil pencarian kepada rohani dan misbah “Maaf kang, kami tidak menemukan johan dan adi, kami sudah 1,5 km berjalan ke seluruh penjuru namun johan dan adi tidak ditemukan”. “Tidak apa-apa, kita tunggu saja sampai nanti malam. Mau tidak mau pasti mereka pulang ke pesantren” jawab misbah menenangkan suasana kamar 5 yang sedang gaduh karena uang 50.000 milik salah satu penghuni ditilas habis oleh johan.
Malam telah tiba, kurang lebih 50 santri siap-siap menyambut kehadiran johan dan adi yang sudah 15 jam tidak kelihatan di area pesantren. 03.00 dinihari situasi pesantren masih ramai dalam kesunyian, ramai karena masih banyak santri yang begadang, sunyi karena begadang mereka tanpa bicara masing-masing santri menunggu di setiap pojokan area pesantren. 5 santri di pintu gerbang, 5 santri di kamar 5, sebagian lain berjaga di kamar masing-masing, dan sebagian yang lain menunggu di kantor pesantren. Namun hingga waktu subuh tiba johan dan adi belum juga menampakkan batang hidungnya.
Waktu subuh telah tiba, suara adzan subuh telah dikumandangkan. 50 santri yang terlelap tidur dibangunkan oleh santri yang begadang, masing-masing santri telah siap untuk melaksanakan shalat jama’ah subuh. Tersisa 5 orang santri yang ditugaskan untuk menjaga pintu gerbang pesantren. Setelah usai shalat subuh, giliran jaga pintu gerbang diganti santri lain sedangkan 5 santri penjaga pintu gerbang melaksanakan shalat subuh berjama’ah. Hingga pukul 08.00 WIB johan dan adi belum juga menampakkan batang hidungnya.
“Panggilkan misbah!” perintah kyai nur memanggil misbah untuk segera menghadap. Tak lama kemudian misbah segera menghadap pengasuh. “baru saja aku menerima telephone dari orang yang tidak aku kenal, kamu dan bendahara disuruh untuk datang ke rumah adi di temanggung.” Perintah kyai nur pada misbah yang masih kelelahan karena semalam begadang menunggu kedatangan johan dan adi. Tanpa banyak Tanya misbah mengiyakan perintah pengasuh sembari pamit kembali ke pondok dan bermaksud mengajak bendahara pesantren untuk datang ke rumah adi. “Yakub, aku baru saja dipanggil abah supaya mengajak kamu sowan ke rumah orang tua adi di temanggung” ajak misbah kepada yakub yang menjadi bendahara pesantren. Rasa penasaran masih menghantui yakub “Memang ada apa kang? Apa kita harus bawa bekal uang untuk sowan kesana?” Tanya yakub kepada misbah. Misbah berfikir sejenak, meski tidak tahu ada acara apa di rumah adi namun misbah memutuskan untuk pergi kesana dan membawa beberapa rupiah.
Waktu berjalan, tempat demi tempat telah dilalui misbah yang membonceng motor Suzuki Shogun 125cc. setiba di perbatasan magelang-temanggung misbah bertanya kepada salah satu warga setempat alamat adi yang berada di tembarak. Setelah mengetahui alamat adi yang berlokasi di tembarak, mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju rumah adi. Sesampai di pinggir jalan dusun tembarak, misbah bertanya kembali kepada penduduk setempat “Apakah benar ini dusun tembarak?”. “benar, ingin ke tempat siapa njeh? Terus mas-mas berdua ini dari mana?” Tanya salah satu warga tembarak. “Kami dari pesantren al fath rejosari bandongan, bermaksud sowan ke rumah adi salah satu santri yang mencari ilmu di pesantren al fath.” Jawab yakub. Kemudian penduduk tembarak itu memberikan petunjuk arah kepada misbah dan yakub menuju rumah adi. Namun alangkah kaget hati misbah dan yakub ketika mereka berdua melihat bendera putih tertancap di depan rumah adi dan begitu banyak orang berkerumun mengelilingi sebuah jenazah tertutup kain kafan di depan rumah adi yang berdekatan dengan masjid dusun tembarak. “Ada apa? Siapa yang wafat?” gumam misbah dan yakub yang baru saja memparkir sepeda motor tak jauh dari rumah adi.
“Assalamu’alaikum” salam sapa misbah mengawali pertemuan di kerumunan itu. “Wa’alaikumussalam” jawab salah satu warga yang berada di tempat kerumunan. Kemudian mereka berdua dipersilakan masuk ke rumah adi, pembicaraan berlanjut di dalam rumah adi. Rasa sesal, kaget, dan tak tenang menghantui misbah dan yakub setelah mereka mengetahui bahwa jenazah yang tertutup kain kafan di depan rumah itu adalah jenazah temannya, Adi. Tak terasa air mata kedua santri terus mengalir hingga di depan rumah dan membuka jenazah adi yang terbujur kaku dan sudah membiru dengan luka di sekitar badan.
“kenapa bisa begini pak? Tolong siapa saja yang tahu kejadian ini ceritakan pada kami yang sebenarnya!” Tanya misbah yang masih mengalirkan air mata. Tidak ada warga yang menjawab, hanya isak tangisan mereka yang menjawab pertanyaan misbah. Wasno, kakak adi datang dan mengajak misbah masuk ke rumah tetangga adi untuk diberi tahu kejadian yang sebenarnya. “Begini kang, tadi malam aku menerima telephone dari Rumah Sakit Temanggung untuk segera menjemput jenazah yang baru saja diterima dari polsekta temanggung.” Wasno mengawali perbincangan. “Terus aku bertanya kepada pihak rumah sakit ‘memang siapa yang tiada bu?’, pihak rumah sakit memberikan kabar ‘yang tiada adalah Adi Kurniawan bertempat tinggal di dusun tembarak temanggung, sesuai dengan KTP yang ada di dompetnya. kami terima jenazah dari polsekta temanggung’. Tanpa berpikir panjang kami langsung menjemput jenazah adi di rumah sakit. Dan ternyata adi kemarin sekitar pukul 16.30 tertabrak truk jurusan temanggung-semarang di daerah pasar temanggung….. dan…. Ihik…ihik…”. Tanpa bicara lagi wasno meninggalkan ruangan, sedang misbah masih terpaku di dalam. Sembari menangis, misbah berfikir jangan-jangan johan juga seperti keadaan adi. Karena polisi hanya menemukan jenazah adi saja. Rasa was-was dan khawatir timbul di hati misbah.
Usai sudah tersowanan misbah dan yakub ke rumah orang tua adi. Mereka kembali ke pesantren dengan dihantui rasa khawatir tentang johan. Misbah dan yakub tidak langsung kembali ke pesantren, namun langsung sowan menghadap kyai nur. “Sudahkah kalian sowan ke rumah adi di temanggung?” Tanya kyai nur setiba misbah dan yakub ke ruang tamu kediamannya. “Alhamdulillah kami sudah sowan ke rumah orang tua mas adi, dan maaf akan kami sampaikan hasil persowanan kami ke rumah adi. Innalillahiwainna ilaihi roji’in kami haturkan sebelumnya, karena ternyata mas adi kurniawan telah tiada. Menurut berita yang kami dapat bahwa mas adi tiada karena tertabrak truk jurusan temanggung-semarang di daerah pasar temanggung. Jenazah mas adi diambil di rumah sakit temanggung setelah diserahkan oleh pihak polresta temanggung.” Jawab misbah kepada kyai nur. “Innalillahiwainna liaihi roji’un, terus bagaimana dengan johan?” lanjut kyai nur menyanggah laporan misbah. “untuk kabar johan kami belum mengetahui, karena di tempat adi, johan tidak ada di sana. Kami khawatir kalau johan juga mengalami kejadian yang sama.” Lanjut misbah melaporkan. “jangan berkata seperti itu, berdoa saja semoga johan baik-baik saja dan mungkin dapat kembali ke pesantren!” sanggah kyai nur. Misbah yang tertunduk hanya dapat berkata amien sebagai balasan doa atas perkataan kyai nur. Berlanjut misbah undur diri pamit kembali ke pesantren, dengan terbeban berjuta pertanyaan tentang keadaan johan.
Setiba di area pesantren “Masya Allah..” perkataan misbah yang kaget mengetahui johan yang sudah tertunduk malu di kantor pesantren dengan dihadapi beberapa personil pengurus. Setelah dihadapi beberapa pengurus, dapat diketahui kepergian johan dan adi kemana saja. Ternyata johan dan adi bermaksud pergi 3 hari 3 malam untuk pulang ke rumah johan yang ada di semarang. Proses persidangan johan dimulai dengan pertanyaan misbah “johan, berapa tahun kamu menetap di sini?” jawab johan “4 tahun kang”. Dilanjutkan pertanyaan misbah “Kamu tahu akibat kepergian kamu bersama adi?”. “tahu, adi tiada..ehk, ehk, ehk” jawab johan dibarengi isak tangis penyesalan teman dekatnya telah tiada. Misbah menyela dengan jawaban “Bukan itu, adi tiada sudah kehendak Allah. Namun yang lebih serius lagi kamu bisa membuat nama pesantren al fath menjadi jelek, kyai nur tak lagi dihormati, dusun sidomulyo menjadi buruk, dan santri tak lagi dipercaya.” Selama 3 jam proses persidangan dilaksanakan dengan beberapa pertanyaan yang bermacam-macam dari masing-masing pengurus dan dengan beberapa jawaban yang dikeluarkan tanpa paksaan dari johan.
Hasil akhir dari persidangan adalah bahwa johan harus dikeluarkan, atau jika tidak dikeluarkan maka selama 9 tahun ia harus mengabdikan diri pada pesantren. Mulai dari bersih-bersih sampai mengajak teman dalam segala kegiatan, jika johan masih membelok maka ta’zir akan ditambah menjadi 15 tahun. Hukuman/ta’zir seberat itu ditimpakan kepada johan karena point pelanggaran yang begitu berat telah dilakukan johan. Terdapat beberapa poin yang didapati dalam persidangan yaitu:
1.      Jum’at, Januari 2008: Mencuri Uang Sahal Sebesar Rp. 5.000,-
2.      Sabtu, Maret 2008: Mencuri Uang Milik Adi Rp. 40.000,-
3.      Sabtu, Juni 2008: Pacaran Dengan Gadis Dusun Sebelah
4.      Sabtu Kedua Juni 2008: Mencuri Uang Milik Santri Putri Sebesar Rp. 450.000,-
5.      Ahad Juni 2008: Mencuri Pakaian Milik Santri Putra Dan Putri Yang Kemudian Dijual Dengan Membuahkan Hasil Sebesar Rp. 650.000,-
6.      Senin Juni 2008: Mencuri Panenan Warga Sidomulyo Berupa Buah Durian, Yang Sebagian Dimakan Di Tempat Dan Sebagian Dijual Dan Menghasilkan Rp. 300.000,-
7.      Selasa Juli 2008: Pergi Ke Magelang Dan Menginap Di Magelang Selama 4 Hari Tanpa Ijin
8.      Rabu Juli 2008: Nonton Dangdut Dan Sejumlah Tontonan Di Magelang Bersama Adi
9.      Sabtu Juli 2008: Mencuri Uang Milik Sajid Sebesar Rp. 50.000,-
10.  Senin Juli 2008: Mencuri Uang Milik Masrur Rp. 90.000,-
11.  Selasa Agustus 2008: Mencium Santri Putri, profokator tidak jama’ah
12.  Rabu Agustus 2008: Mencuri Uang Koperasi Rp. 550.000,-
13.  Sabtu Desember 2008: Berkencan Dengan Warga Kota Magelang
14.  Senin Maret 2009: Mencuri Uang Warga Sidomulyo Rp. 1.000.000,-
15.  Rabu Agustus 2009: pulang menginap 5 hari di rumah tanpa pamit
16.  Terakhir selasa desember 2009: pergi bersama adi tanpa ijin


Mulai tahun 2010 johan mengabdi di pesantren al fath, setiap pagi sehabis jama’ah subuh tanpa basa basi dan tanpa ajakan siapapun ia pergi ke kantor ruang pengurus kebersihan dengan maksud mengambil sapu yang akan digunakan untuk membersihkan seluruh lantai pesantren dan keidaman kyai nur. Johan tidak memperdulikan ucapan teman-temannya yang selalu mengejek dengan perubahan yang terjadi padanya, ia hanya berprinsip pada “Nderek Dawuh Kyai”, mematuhi perintah kyai sudah melekat pada jiwanya dan tertancap di dadanya. Karena meski hukuman ditetapkan oleh pengurus pesantren, namun johan yaqin kalau ta’ziran yang ditimpakan padanya adalah ta’ziran yang telah diridloi kyai nur.
Setahun telah berlalu, johan yang selalu rajin dengan pekerjaan berat kini sadar akan pentingnya ilmu. Selama ia menetap di pesantren, belum pernah ia merindukan keindahan ilmu seperti yang dirasakannya sekarang. Malam itu, johan yang badannya semakin mengurus menghadap kyai nur dengan maksud untuk menghafal alquran. Kyai nur terkejut dan merasa bersyukur atas perubahan yang terjadi pada johan. Kyai nur dengan sangat ikhlas meridloi niat baik johan yang begitu mulia dan memberikan perintah pada johan “Segera saja kamu amalkan apa yang kamu niatkan! Dan kalau boleh tahu kenapa kamu ada niat seperti itu?” johan yang menahan malu berhadapan dengan pengasuh menjawab dengan suara lirih penuh rasa hormat “Saya tidak tahu kenapa saya berkeinginan seperti itu, hanya saja hati kecil saya serasa memerintahkan saya untuk melakukan hal itu.” “Namun perlu diingat, sebelum kamu menghafal alquran, bersihkan hati kamu dari segala rasa yang dapat memburukkan hati, aku meridloi niat kamu yang begitu mulia. Karena tidak aku sangka santri seperti kamu yang dulunya selalu melakukan pelanggaran pesantren, kini berkeinginan meninggikan derajat seluruh warga pesantren.” “Njeh, sendiko dawuh bah.” Jawab johan sembari mengeluarkan butiran air mata karena terharu dengan perkataan kyai nur yang sangat menyentuh jiwa johan.
Berawal dari persowanan johan, kini johan yang sigap dan tanggap melakukan pekerjaan berat kini disela-sela kesibukannya, ia menghafal ayat-ayat Allah yang mulia. 4 tahun kemudian tuntaslah johan dari penghafalan yang selalu diwiridkan setelah menyapu, setelah memasak, setelah shalat, dan setelah mujahadah. Kini saatnya johan untuk sowan menghadap kyai nur dengan membawakan hasil yang telah dicarinya sejak 4 tahun yang lalu. “Assalamu’alaikum” salam johan terdengar girang di depan kediaman kyai nur. “Wa’alaikumussalam” jawab kyai nur dari dalam ruang makan menuju ruang tamu untuk menemui johan sembari bertanya “Ada apa johan?”. Johan yang girang tak tahan atas kegembiraan yang dialaminya menjawab pertanyaan kyai nur “Alhamdulillah bah, usai sudah ikhtiar saya dalam menghafal alquran sejak 4 tahun yang lalu. Maksud sowan saya adalah saya mohon agar abah dengan ikhlas mendoakan saya agar ilmu saya bermanfaat di dunia dan akhirat, selain itu saya bermaksud untuk tasyakuran atas keberhasilan saya menghafal alquran. Kalau diperbolehkan saya akan memberikan kabar berita yang baik ini kepada orang tua saya yang berada di semarang, dan saya minta mereka untuk rawuh kesini dan mendoakan saya.” Pinta johan kepada kyai nur. Kyai nur yang arif itu mengiyakan permintaan johan, sembari mengulurkan tangan yang berada di atasnya sebuah HP Nokia N70, kyai nur berkata “Hubungilah orang tua kamu dengan hpku, kamu masih hafal nomor orang tua kamu to? Dan mintalah mereka rawuh kesini dan tasyakuran bersama, hemhem.” Namun alangkah kaget hati johan ketika ia menghubungi orang tuanya yang berada di semarang, bu mursinah, ibu kandung johan telah tiada sedangkan ayahnya merawat jenazah sang ibu sehingga dalam waktu dekat tidak dapat sowan berkunjung ke pesantren al fath. “Maaf jo, aku tidak bisa datang ke pesantren dan tasyakuran bersama. Aku harus merawat jenazah ibu kamu. Semoga dalam waktu dekat ini aku bisa diberi kesempatan untuk sowan silaturahim ke sidomulyo.” Kata sang ayah sambil menahan tangis sedih dan bahagia. Kesedihan sang ayah karena ditinggal sang istri yang setia menemani dalam suka dan duka serta tidak dapat melakukan tasyakuran bersama putranya di pesantren, kebahagiaan karena mendapati putranya telah sukses dan berhasil dalam menghafal alquran yang selama ini di idam-idamkan oleh keluarga johan.
Rasa sedih dan duka menghantui johan karena belum bisa pulang untuk mengurus jenazah sang ibu, hanya dapat berdoa dan berdoa dari ruang kamar berukuran 3x4 tempat ia menetap di pesantren al fath. Semakin hari tubuh johan semakin kurus hingga 2 bulan johan menderita penyakit yang tidak diketahui oleh dokter manapun. Hanya saja dokter menganjurkan supaya johan lebih banyak istirahat, karena kemungkinan besar johan yang sakit itu karena kebanyakan aktifitas dan kebanyakan fikiran. Setelah sembuh dari penyakitnya johan kembali melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan, tak lupa juga hafalan alquran selalu ia jaga dengan sangat. Tahun 2017 adalah memo terbesar bagi johan, karena pada tahun itu tepatnya tanggal 01 Januari 2017 johan resmi diangkat menjadi salah satu anggota pendidik pondok pesantren al fath. Bukan hanya sebagai tenaga pendidik di pesantren al fath, namun johan yang kurus kering itu dinobatkan menjadi badal kyai nur ketika beliau sedang berhalangan. Rasa senang, bercampur duka tersirat di wajah johan ketika johan melanturkan bait-bait kitab dan beberapa lantunan ayat suci alquran. Kebahagiaan johan karena terlalu lama johan melakukan kebejatan dan terlalu banyak dosa yang telah dilakukan, sedang rasa senang yang dirasakan karena hingga saat ini johan masih diberi nikmat untuk melantunkan indahnya ayat suci Alquran yang ia idam-idamkan 7 tahun yang lalu.
Tak terasa 8 tahun telah berlalu “Alhamdulillah tinggal 1 tahun lagi aku sudah terbebas dari ta’ziran ini, semoga apa yang aku lakukan dapat sebagai wasilah aku mendapat barokah ilmu dari kyai nur” gumam johan sembari tersenyum membawa sebuah sapu di depan masjid membersihkan lantai di pagi hari yang masih sepi itu. Beberapa hari kemudian johan mendadak merasa dadanya sesak dan tubuhnya mulai kurus mengering. 1 tahun sudah johan tak lagi menjalani rutinitas seperti biasanya karena tubuh kurus kering itu terbaring di rumah sakit. Tepat pada hari Jum’at 21 Januari 2018 pukul 08.00, bertepatan seperti tanggal awal masuk johan ke pesantren, johan yang kecil itu dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa dengan bibir tersenyum. “Innalillahiwainna ilaihi roji’un, Walhamdulillah” dua buah kata yang keluar dari sekian banyak orang yang mengerumuni johan di rumah sakit, hingga ditutup dengan perkataan kyai nur sebagai doa untuk johan “Semoga Ruh Johan diterima di sisi Allah SWT dan digolongkan ke dalam arwah shalih.” “Amien” jawab seluruh santri dan beberapa orang yang berkerumun dan membacakan yasin dan tahlil di samping jenazah. Pak rudi, Ayah johan segera mendatangi pesantren al fath setelah mendapat kabar ketiadaan johan. 4 jam kemudian pak rudi tiba di tempat “Assalamu’alaikum kyai” salam pembuka pak rudi mengawali pertemuan dengan kyai nur dan seluruh warga yang berada di depan masjid al fath. “Wa’alaikumussalam” jawab kyai nur dibarengi beberapa penduduk. “Maaf Pak rudi, kami tidak dapat menenggak kepergiannya. Semoga arwahnya diterima di sisi Allah SWT.” Lanjut kyai nur mengawali perbincangan. Namun tidak diduga, pak rudi yang terkihat garang dan galak itu tersenyum melihat wajah rudi yang terbujur kaku terbungkus kain kafan seraya berkata “Tidak apa-apa kyai, saya bahagia karena saya bangga memiliki anak seperti johan, belum tentu seribu satu orang yang bisa meninggal dengan tersenyum seperti anak saya, johan.” Kyai nur dan pak rudi terus memperbincangkan masalah johan. Hal yang paling utama diutarakan kyai nur adalah penguburan jenazah johan. Setelah dirundingkan jenazah johan akan dimakamkan di pemakaman khusus sidomulyo. Pemakaman khusus sidomulyo adalah sebuah pemakaman yang dikhususkan untuk mengubur jenazah dari keluarga kyai nur. Terharulah pak rudi dengan keputusan kyai nur yang begitu sangat memberatkan diterima hati pak rudi. “Saya bangga punya santri seperti johan, saya sudah menganggap ia sebagai keluarga saya sendiri. Dan setiap keluarga saya berhak untuk menyinggahi pemakaman ini” sahut kyai nur setelah memutuskan untuk mengubur jenazah johan di pemakaman keluarganya. Setelah diputuskan tentang penguburan jenazah johan, penduduk dan kyai nur beserta pak rudi segera merawat jenazah johan.
Begitulah akhir dari sebuah kisah keistiqomahan santri yang siap menerima halangan, ia akan dijunjung tinggi. Meski masih di dunia, ia telah menjadi sebagian dari keluarga besar, hingga di pintu akhiratpun ia dikelompokkan ke dalam golongan keluarga besar. Subhanallah.

No comments:

Post a Comment