Saturday, 26 April 2014

CERPEN TEMAN DAN KELUARGA



TEMAN DAN KELUARGA

Ren, udah sarapan? Kata-kata yang biasa didendangkan lewat SMS di pagi hari menyambut pagi rena. Rena, seorang gadis 15 tahun, masih menempuh pendidikan di MTs Al Munir Bandongan yang sebentar lagi melaksanakan Ujian Nasional. Pagi ini, Rena sudah siap untuk pembelajaran di sekolah menunggu ayahnya yang siap mengantarnya menuju sekolah. “Ren, ayo berangkat! Udah jam 06.30.” sambut Pak Rahman, ayah rena yang kesehariannya bekerja sebagai pedagang di sebuah pasar Kota Magelang. “Iya, ayah. Aku sudah siap kok!” sambut rena pada ayah tercintanya sembari berjalan keluar rumah, ia sudah melihat sang ayah menantinya di depan rumah lengkap dengan jaket kulit hitam, bersepatu, memakai helm dan sudah rapi.
“Eh, ayah mau kemana?” Tanya rena pada ayahnya
“Ayah mau ke Samsat, perpanjang STNK sekalian SIM ayah yang masa aktifnya sudah habis. Ayo cepetan naik, nanti kamu telat!” Jawab pak rahman
Pak rahman dan rena segera berjalan menuju sekolah, di tengah perjalanannya yang dingin, berteman angin pagi dan kicauan burung, rena yang hitam manis masih memegang HP yang dibawanya. Dengan menuliskan sebuah pesan pada Ismail, seorang pelajar SMA Bandongan, yang selama 2 tahun terakhir ini telah menjalin hubungan dengan rena. “Mas, aku berangkat sekolah dulu. Biasa, HP aku serahkan ayah setelah aku sampai di depan gerbang sekolah!”
Tak terasa, rena dan ayahnya telah sampai di depan gerbang sekolah. Rena segera menyerahkan HP pada ayahnya untuk dibawa pulang, dan rena masuk sekolah. “Yah, aku masuk dulu. Ini HPnya nanti sesampai di rumah, tolong ditaruh di kamarku saja!” pinta rena pada ayahnya. “Ya.” Jawab sang ayah sembari menghidupkan mesin motor, untuk melaju ke samsat magelang.
Sekolah berjalan seperti biasa, masuk-pelajaran-istirahat-pulang, tak ada yang lain. Namun yang membuat rena menjadi hidup di sekolah adalah ketika ia teringat bahwa sebentar lagi Ujian Nasional sudah akan dilaksanakan, dan begitu banyak fikiran yang ada di kepalanya. Detik demi detik dilaluinya hingga bel tanda sekolah bubar dibunyikan. Rena segera melesat pulang dengan angkot yang biasa nongkrong di depan sekolah.
****
Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa rena sudah selesai Ujian Nasional dengan hasil yang belum ia tahu. Ia di rumah, biasa kerjaanya hanya bantu orang tua di rumah. Ibu rena seorang pedagang, jualan kebbutuhan sehari-hari di rumahnya, sedang ayahnya bekerja sebagai pedagang di pasar. Jarang ada waktu rena yang digunakan untuk hal yang sia-sia. Di siang yang terik itu, terdengar dari luar rumah
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumussalam…” Jawab rena sambil membukakan pintu
“Benarkah ini rumah ibu riska, orang tua dari siswa yang bernama Rena Sulistiawati?” Tanya pendatang itu pada rena
“Benar, ini rumah ibu Riska. Bapak siapa ya?”
“Alhamdulillah, berarti saya tidak salah alamat. Saya utusan dari SMK Ma’arif Temanggung bermaksud memberikan Brosur Penerimaan SIswa Baru SMK Ma’arif.” Jawab si pendatang yang ternyata adalah utusan dari SMK Ma’arif
“Oh, gitu. Silakan masuk dulu saja pak! Pasti bapak kelelahan.” Tutur rena sembari mempersilakan tamu itu masuk
Tak lama tamu itu masuk dan duduk di ruang tamu, sementara rena memanggil ibunya untuk menemui sang tamu. Lima belas menit rena mencari ibunya yang sedang mencuci di belakang rumah. Setelah ibunya dipanggil, rena yang lugu dan rajin itu membuatkan minuman untuk tamu dan untuk ibunya. Di ruang tamu…
“Maaf pak, lama menunggu. Baru saja cuci baju.” Kata bu riska mengawali perbincangan
“Tidak apa-apa kok bu. Saya juga sekalian istirahat, sudah dari tadi pagi saya keliling mencari rumah ibu. Hehe.” Kata sang tamu yang ternyata sudah dari tadi pagi mencari rumah rena
“Bapak dari mana? Terus ada kepentingan apa, kok sampai perlu-perlunya mencari rumah saya?”
“Gini bu, saya dari SMK Ma’arif Temanggung. Maksud kedatangan saya hanya untuk memberikan brosur ini pada putri ibu. Karena saya mendengar bisik-bisik orang kalau putri ibu yang bernama Rena Sulistiawati mendapat nilai Ujian Nasional tertinggi tingkat Propinsi. Dan maksud diberikannya brosur ini adalah supaya putri ibu mau melanjutkan sekolah di tempat kami, dengan fasilitas sekolah lengkap serta Gratis selama 2,5 tahun ke depan.” Tutur sang tamu
“Oh, gitu. Saya sih mau-mau saja, tapi kalau anak saya gak tahu bagaimana keputusannya?” jawab ibunya yang tidak tahu perasaan putrinya
Tak lama dalam perbincangan mereka, rena datang membawa 2 gelas teh.
“Mari pak, tehnya diminum dulu! Sambil istirahat.”
“Ya bu, terima kasih.” Kata sang tamu sembari mengambil gelas yang sudah disiapkan di depannya
“Oh, ya pak. Bapak ini siapa ya namanya?” Tanya bu riska
Tamu yang sedang minum tersentak kaget dengan senyuman mendengar seruan itu. segera tamu itu meletakkan minumannya
“Heheheh, Bapak? Apa ibu tidak salah berkata? Saya masih remaja. Umur saya masih 23 tahun. Baru saja saya lulus kuliah, dan masuk ke SMK Ma’arif, saya diterima, dan tahun kerja pertama saya, langsung diangkat sebagai humas Panitia PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru). Panggil saja mas atau kang gitu saja.”
“Oh, masih muda ya? Terus rumah mas gak tahu… ini dimana?” Tanya bu riska kembali
“Oh iya, nama saya Husain. Asal rumah saya di wonosobo, tapi saya menetap di pesantren Temanggung, dekat SMK.”
“O, statusnya masih santri juga to? Belum punya pasangan?”
“Alhamdulillah, sampai sekarang Allah masih memberikan karunia pada saya untuk menyendiri dulu. Teman hidup belum tahu kapan saya akan mempunyai teman hidup! Ini bu brosrunya, siapa tahu putri anda terkesan untuk masuk ke SMK.” Sang tamu, Husain memberikan brosur pada bu riska.
Reni masih duduk di samping ibunya, menemani sang ibu menemui tamu. Bu riska memberitahukan pada reni tentang maksud kedatangannya ke rumah bu riska. Reni bingung, karena cita-cita reni adalah bisa sekolah di daerah Magelang saja. Kalau mepet-mepetnya tidak bisa di daerah Magelang, ia akan melanjutkan ke pesantren yang ada program sekolah di dalamnya.
“Gini bu, aku udah punya hajat kalau lulus nanti aku akan sekolah di daerah Magelang saja. Kalau mepetnya aku tidak diterima di sekolah formal, aku ingin nerusin di pesantren yang sekiranya di dalamnya ada program sekolah. Meskipun Non Formal aku akan menetap di pesantren.” Kata rena dengan wajah yang perlu dikasihani
“Terus gimana dengan brosur ini? Sudah jauh-jauh lo mas huasin ini datang dari temanggung, hanya untuk ketemu ibu dan nawarin ini ke kamu!” kata bu riska
 “Maaf bu, ini mbak Rena, putri ibu?” Tanya Husain menyela perbincangan ibu dan anak
“Iya mas, ini rena anak saya.”
“Hehe, Benar Saya Rena pak. Gini pak… eh kok pak… mas, terima kasih sudah mau datang ke gubuk ibu saya, tapi untuk keputusan masuk atau tidaknya saya ke SMK saya belum bisa memutuskan sekarang, karena sudah dari dulu saya punya hajat kalau saya akan nerusin SMA di daerah magelang saja, biar dekat dari rumah. Terus kalau di SMA atau MA tidak diterima karena sudah penuh kursinya, saya akan nerusin di pesantren daerah magelang yang di dalamnya ada program sekolah, saya terima meski program itu Non Formal.” Tutur rena menjelaskan
“Oh, gitu. Malah bagus to? Saya juga gak kecewa karena menurut saya mencari ilmu itu tidak usah pandang bulu dimana ia mencari, namun pandanglah apa yang ia cari! Mbak rena mau nerusin di magelang silakan, mau nerusin di pesantren silakan, saya tidak maksa. Hanya saja waktu ini saya sedang ditugaskan untuk memberikan selelbaran ini pada mbak rena. Saya setuju sama mbak rena, lebih baik sekolah di daerah yang dekat dengan rumah! Kenapa kita membanggakan sekolah lain sedang sekolah internal kita sedang kalang kabut? Ya to?” kata Husain memberikan saran dan kesan serta pesan pada rena
Rena dan ibunya hanya mengangguk-angguk keheranan, baru kali ini ada penawaran yang begitu aneh dirasakan keduanya.
“Sebenarnya mas ini mau promo atau gimana? Masa malah membela sekolah lain?” Tanya bu riska penasaran
“Saya tetap promo SMK tempat saya bekerja. Namun, hakikatnya seluruh sekolah itu sama. Semuanya mempelajari ilmu yang sama, di SMK Temanggung ada Matematika, di SMA Magelang juga ada matematika to? Maka dari itu, sekolah dimanapun itu sama, tergantung dari niat siswa itu sendiri. Sekolah unggulan dapat menjadi unggul bukan karena gurunya, tapi karena siswanya yang mengangkat sekolah menjadi unggulan.” Tutur Husain menjelaskan tentang pentingnya pendidikan, disusul “Bukan hanya itu, di pesantren pun tetap sama. Mencari ilmu di sana malah lebih bagus, kenapa? Karena sudut pandang santri itu akan lebih lebar dari siswa SMA. Kalau tidak percaya silakan buktikan sendiri! Hehe, sedikit-sedikit saya merasakan indahnya menjadi seorang santri.”
Kedua orang, ibu dan anak itu hanya melongo mendengar tutur kata dan pidato dari Husain, tamu yang begitu polos jika dilihat dengan pandangan mata kasar. Husain yang sederhana, Husain yang apa adanya. Ia datang ke rumah bu riska tidak dengan mobil, ia hanya naik motor andalannya, Shogun R 125 cc yang biasa ia gunakan sewaktu menempuh studi di STAINU Temanggung.
“Udah gitu saja bu, saya pamit dulu!” kata Husain sembari berdiri hendak kembali ke rumah
“Eh, mas. Makan dulu saja! Sudah matang kok.” Tawar bu riska menghentikan langkah Husain
“Terima kasih bu, kapan-kapan saja saya kesini lagi. Masih banyak kerjaan yang menanti saya.”
“Terus habis dari sini, mau kemana mas?” Tanya rena
“Insya Allah ke SMPN 2 Bandongan mbak.” Jawabnya sambil tersenyum manis pada rena. Rena membalas dengan senyumnya, yang tak lama Husain pamit dan melaju menuju SMPN 2 bandongan.
****
Di Dalam rumah…
“Gimana? Masih bingung mau nerusin kemana?” Tanya bu riska pad arena
“Aaaaah, aku bingung bu. Mau nerusin kemana?”
“Ya udah, jangan bingung. Tunggu ayah pulang saja, nanti minta pendapat ayah saja! Gimana?”
“Ya, aku tunggu ayah pulang saja.”

Matahari sudah di pintu belakang hendak berpamitan, sinarnya kemerahan melambaikan tangannya menuju malam, kelelawar beterbangan menghias indahnya awan, tampak pak rahman berjalan menuju rumah. “Assalamu’alaikum…” salam pak rahman terdengar dari dalam rumah. Rena yang sedang asyik-asyik duduk di ruang tamu sambil menonton TV segera menjawab salam dan membukakan pintu.
“Ayah, sudang pulang?” Tanya rena sembari mencium tangan sang ayah
“Alhamdulillah, kamu udah ngaji?” Tanya pak rahman
“Alhamdulillah barusan selesai, terus baru duduk-duduk nyantai di ruang tamu. Eh, ayah pulang.”
Ayah yang kelelahan segera mengambil air wudlu, melaksanakan shalat dan habis maghrib ketika makan malam bersama. Rena membuka perbincangan di malam hari itu dengan memberitahukan bahwa tadi siang ada tamu yang bermaksud menawarkan sekolah pada rena dengan fasilitas dan beasiswa selama dua setengah tahun. Ayahnya yang sedang makan terdiam sejenak, memikirkan berita itu. lantas ia menanyakan adakah jaringan yang bisa dihubungi, kedua orang terdiam karena tadi siang tidak meminta nomor HP atau Telephone. Namun keheningan dapat diramaikan kembali, ketika rena mengambil brosur yang tadi siang diberikan.
“Memang tau tadi siang tidak memberikan nomor HP atau telephone tapi dengan brosur ini dapat lebih memperkuat nomor jika mau ayah hubungi.” Kata rena sambil memberikan brosur SMK Ma’arif Temanggung pada ayahnya
“Oh, di temanggung? Jauh amat?” kata sang ayah
“Hm’m, yah. Terus gimana menurut pendapat ayah? Apakah aku harus ke sana, atau gimana?” tutur rena
“Kalau aku, enggak akan maksa kamu harus nerusin kemana, yang penting dimanapun yang kamu inginkan, insya Allah ayah siap biayain kamu mencari ilmu. Asal kamu senang dan minat di sekolah itu.”
“Emmmmm, terus kalau aku nerusin di pesantren gimana yah?”
“Hemhem, masa anak kaya kamu mau nerusin di pesantren?”
“Siapa tahu saja aku betah di pesantren? Hihi,” kata rena sembari tersenyum dan membersihkan tempat makan
“He! Ren, gini saja segala keputusan ada pada kamu. Ayah gak akan maksa kamu mau nerusin keman. Kalau hati kamu berkata mau nerusin ke pesantren juga gak apa-apa!” kata pak rahman menhghentikan langkah rena menuju dapur
“Iya yah, aku tahu. Coba aku pikir-pikir, dan perlu waktu untuk ini.”
“Ya, aku tunggu jawabannya.” Jawab ayah
Rena berjalan menuju dapur, mencuci piring dan wudlu untuk shalat isya. Sehabis shalat, Dalam keheningan malam itu, tersirat dalam benaknya untuk mempertanyakan dan mencurahkan masalah yang sedang dihadapinya pada Ismail.
Mas… aku mau cerita, sebuah pesan dikirim rena lewat HP andalannya, Nokia N1110. Yah, memang rena terlahir dari keluarga sederhana, HP yang Klasik dan jadul menjadi andalannya.
‘Ya, cerita apa? Aku siap menerima curhatan kamu’ jawab ismail
Rena segera menceritakan seluruh masalahnya pada ismail, yang hasil akhirnya ismail menyerahkan keputusan pada rena yang sedang mengalami masalah. Malam semakin larut, fikiran rena semakin tak tentu. Dalam satu sisi rena ingin ke SMA daerah magelang, dalam satu sisi ingin ke pesantren, namun di satu sisi ia tertarik di SMK Temanggung. Waktu demi waktu yang bergelantung permasalahan, malam tak terasa rena terlelap dari dunia nyatanya, ia tertidur berteman masalah yang masih menghantui.
****
Hari demi hari berlalu, tak terasa waktu sudah berjalan 1 bulan. Rena masih dihantui kebimbangan. Hingga putusan akhir ia akan melanjutkan ke Pesantren yang di dalamnya ada program pendidikan umum. Tak lain adalah Pondok Pesantren Al Mu’min Temanggung (PPAMT) yang menyelenggarakan SMK Ma’arif Temanggung.
Sabtu 23 Maret 2010 ia berangkat menuju pesantren, sesampai di sana ia langsung diberitahu tentang seluruh peraturan dan ketentuan pendaftaran serta seluruh kelangkapan administrasi pesantren. Rena dan keluarga siap untuk melaksanakan seluruh peraturan yang ditentukan pesantren. Termasuk di dalamnya adalah ketika masuk ke pesantren, HP dititipkan pada pengurus, sedang HP diserahkan kembali ketika jam sekolah. Termasuk juga tertera dalam peraturan, bagi santri yang masih menempuh sekolah diwajibkan tidak pulang sebelum masa sekolah Usai, 6 tahun untuk tingkatan SD, 3 tahun untuk tingkatan SMP dan SMA. Rena siap untuk tidak pulang selama 3 tahun.
1 tahun, 2 tahun, 3 tahun berlalu. Rena yang dewasa kini ingin kembali menjenguk rumah yang sudah lama tak ia lihat. Rena pamit untuk pulang kembali ke rumah, kini rena pun dihantui kebimbangan akan meneruskan ke pendidikan tinggi atau yang lain. Perjalanan rena dibimbangi permasalahan yang akan ia sampaikan pada orang tuanya di rumah. Siang terik berteman terbangan debu, 21 April 2013 rena kembali ke kampung halaman. Sesampai di depan rumah…
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumussalam… kamu ren, Alhamdulillah sudah selesai juga!?” jawab pak rahman dari dalam
“Iya yah, aku senang. Tapi… aku bimbang, mau nerusin kemana?” tutur rena
“Oh itu, kamu gak usah bingung masalah itu. ayah sudah punya rencana buat kamu.”
“Apa itu yah?” kata rena penasaran
“Nanti saja, istirahat dulu. Kamu masih kelelahan baru saja perjalanan dari temanggung to?” sang ayah menasehati
“Ya ayah.”
Rena segera pergi melesat menuju kamar dan membersihkan barang-barang yang dibawanya dari pesantren. Waktu ashar tiba, rena shalat dan setelah shalat di ruang makan yang biasa digunakan untuk keluarga berkumpul, rena menunggu ayahnya untuk memberitahukan rencana ayah.
“Yah, semua sudah siap.” Kata bu riska yang sudah menunggu di ruang makan bersama rena
“Ya, aku datang.” Jawab ak rahman sambil berjalan menuju ruang makan
Di tengah acara makan bersama di sore itu, kembali rena bertanya tentang rencana yang sudah sudah direncanakan untuk dirinya. Sehabis makan dan seluruh perlengkapan makan sudah dibersihkan. Ayah membuka perbincangan yang agak serius itu…
“Bu… apakah sekarang sudah berani untuk mengutarakan dan apakah anak kita sudah siap untuk menerima ini?”
“Insya Allah siap yah.” Jawab bu riska
“Memangnya apa yah? Bu… ayah sudah punya rencana apa?” Tanya rena penasaran
“Ren, kamu kenal Mas Husain, tamu yang dulu ke sini membawa brosur SMK Temanggung? Dan Sudah akrab dengan dia?”
“Iya yah. Tapi untuk keakraban belum, masalahnya mas Husain jarang masuk ke kelasku. Dia Cuma ngajar 1 mapel di kelasku.”
“Gini, belum lama ini mas Husain ke sini dengan maksud untuk mengajak kamu membangun keluarga. Apakah kamu sudah siap untuk ini?”
“Subhanallah… aku tambah bingung, sebenarnya aku pengen nerusin ke pendidikan tinggi yah.”
“Mas Husain juga tahu kamu mau nerusin ke pendidikan tinggi. Ia berkata akan siap biayain kamu kalau memang kamu minat ngelanjutin pendidikan kamu ke pendidikan tinggi. Selain itu, bukankah kakak-kakakmu sudah berkeluarga semua, hanya tinggal kamu yang belum mempunyai pasangan? Fikirkan dulu tawaran ayah dan pinangan Husain padamu!”
****
Berhari-hari rena terpikir akan masalah yang begitu berat ini. Ia tak mau mengecewakan hati Husain, namun di sisi lain ia ingin dunia pendidikan tingginya ia masih berstatus sendirian. Dalam kebimbangannya, ia tak mau banyak fikir segera saja ia sowan pada kyai rahmat, seorang kyai yang selalu memberikan ilmu pad arena sewaktu rena masih seumuran SD hingga SMP. Kyai rahmat hanya menganjurkan untuk menuruti kata hati…
“Ren, yang tahu mana yang lebih baik itu hanya Allah dan kamu. Istikhoroh saja dulu!” kata kyai rahmat menenangkan hati rena yang berselimut bimbang.
“Iya kyai, saya istikhoroh saja dulu!”
Berhari-hari rena beristikhoroh, namun belum membuahkan hasil. Hingga pada malam jum’at 17 Juli 2013 ia bermimpi melihat berjuta bintang bergelimang mengelilingi Husain, dan bintang itu mengeluarkan air yang membasahi rena di depannya yang man arena sedang merasa sangat haus dan kepanasan.
Pagi harinya rena segera menyampaikan mimpi itu pada kyai rahmat. Kyai rahmat tersenyum lega ketika mendengar cerita mimpi rena.
“Alhamdulillah, ren… kamu sanggupi saja pinta ayah dan ibumu. Menikahlah dengan Husain, kalau menurut mimpi itu kamu akan bahagia dengan dia, dan sejahtera hidupmu bersamanya.” Kyai rahmat menjelaskan mimpi yang dialami rena
“Alhamdulillah kyai, saya siap. Saya juga sudah lama naksir sama mas Husain, meski dia pengajar di sekolah saya, tapi saya tidak tahu kenapa wajahnya selalu terbayang di fikiran saya.” kata rena kegirangan
“Eh, terus dengar-dengar dulu kamu sudah menjalin hubungan dengan ismail. Yang sekarang sedang menempuh pembelajaran di UGM Jogjakarta?”
“Maaf kyai, meski kami sudah menjalin hubungan Alhamdulillah kami belum pernah bersentuhan dan beberapa bulan yang lalu ismail sudah memutuskan hubungan dengan saya. Ia sudah akan meminang teman sekampusnya di jogajakarta sana.”
“Oh, kalau gitu segera saja kamu bilang ayah dan ibumu, dan jangan lama-lama laksanakan saja apa yang sudah direncanakan!”
“Iya, kyai. Saya pamit dulu, mau memberitahukan berita ini pada ayah dan ibu. Assalamu’alaikum…”
Rena berpamitan dari hadapan kyai rahmat, sesampai di rumah ia langsung memberitahukan seluruh berita yang baru saja diterima dari kyai rahmat. Betapa girang dan bahagia hati pak rahman dan bu riska.
“Alhamdulillah, akhirnya kamu mau menjalani hidup dengan Husain.” Puji syukur pak rahman sambil bersujud
“Kenapa ayah sampai sujud-sujud?” Tanya rena penasaran
“Kemarin waktu husain datang kesini, ia ngobrol-ngobrol, terus ayah mengitrogasi asal usul keluarganya, dan ternyata Husain itu adalah putra Haryanto, teman ayah, yang sudah lama gak ketemu. Ayah teringat, Di akhir pertemuan kami di sekolah, kami sudah berhajat kalau aku punya anak laki-laki dan dia punya anak perempuan akam kami talikan mereka dengan pertalian hubungan. Sehingga dengan itu, pertemanan kami akan berubah menjadi hubungan keluarga. Dan kini hajat itu akan segera terlaksana. Alhamdulillah, Allah memang mengetahui segalanya.”

No comments:

Post a Comment