Penyakit Aids dari segi agama Islam.
Penyakit
merupakan sebuah peringatan atau bahkan menjadi suatu berkah, karena
selalu ada hikmah dibalik semua penyakit yang telah diberikan kepada
kita. Sebagai hamba Allah SWT, kita wajib mensyukuri semua rahmat yang
telah diberikan kepada kita termasuk sakit. Penyakit aids dari segi
agama merupakan penyakit peringatan atas segala perilaku yang tidak
baik, seperti berperilaku seks bebas. Seks bebas dewasa
ini sangat digandrungi oleh kaula muda, bahkan remaja – remaja yang pada
hakikatnya umat Islam sangat melarang berbuat zina. Maka dari itu umat
Islam harus memperdayakan agama nya demi melindungi generasi – generasi
Islam. Pakar
studi Islam asal Uganda menjelaskan, pemberdayaan agama, selain melalui
para tokohnya, juga dapat dilakukan melalui masjid-masjid dan majelis
taklim. Kedua tempat itu, katanya, potensial bagi sosialisasi tentang
bahaya yang ditimbulkan dari seks bebas, yakni penyakit Aids. Hal ini patut didukung oleh masyarakat dan lingkungan yang berada pada daerah sekitarnya.
“Semua
agama memiliki komitmen yang sama dalam mencegah penyakit Aids. Tapi,
terpulang kepada umatnya. Kalau pengamalan ajaran agama benar dan
konsisten, maka tidak akan terjadi hubungan seks bebas, terlebih lagi
munculnya Aids,” kata Prof
Yusuf Akbar, pakar intelektual Pakistan. Komitmen untuk menjaga dan
melindungi semua kaum Islam dari penyakit aids lebih ditekan kan pada
pencegahan seks bebas, perilaku yang menyimpang dan pengguanaan obat –
obatan. Islam sangat melarang kaumnya berbuat zina atau seks bebas, maka
dengan demikian uamt Islam lah yang harus memproteksi diri sendiri
maupun memproteksi orang lain dari kegiatan seks bebas.
Islam
mengajarkan kasih sayang, yang artinya apabila adapun beberapa orang
muslim atau beberapa kaum muslim yang terinfeksi virus mematikan ini,
Islam tetap mengajarkan kita untuk mengasihi, dan member motivasi
terhadapnya. Sehingga orang ataupun kaum tersebut tidak merasa
tersudutkan dan mengalami stress. Adapun bila seseorang yang terinfeksi
penyakit tersebut karena berbuat zina atau seks bebas, maka sesegera lah
meminta ampun dan kembali kejalan yang benar yang diridhai Allah SWT.
Penyakit Aids dari segi pendidikan.
Pendidikan
merupakan sebuah sarana penyalur ilmu baik yang bersifat abstrak,
maupun sains dan sosial, yang dikembangkan secara mandiri oleh
sipenerima ilmu. Pendidikan di Indonesia dewasa ini sangat menekan kan
dalam bentuk nilai secara sains saja, dan sangat kurang menitikberatkan
pada pendidikan moral. Padahal pendidikan moral dalam jiwa penerima ilmu
sangat diperlukan untuk mengembangkan ilmunya kearah yang baik.
Moral
merupakan modal utama manusia untuk dapat membedakan yang baik dan yang
tidak baik, ilmu seperti sains dapat dikembangkan dengan baik apabila
moral orang tersebut terdidik. Contoh yang menjadi kunci disini adalah
seperti pendidikan seks dan resiko seks bebas serta HIV/AIDS terhadap
pelaku seks bebas, seks menyimpang, dan penggunaan obat – obatan.
Pendidikan
seks harus dilakukan dengan dasar edukasi yang baik, artinya pendidikan
ini membuat para remaja takut untuk melakukan seks pada usia dini.
Dilanjutkan dengan bahaya seks bebas yang dapat menimbulkan penyakit
yang sangat berbahaya, mematikan dan belum ada obatnya yaitu penyakit
Aids. Hal ini juga harus diperkuat dengan fakta – fakta yang menunjukan
bahwa penyakit ini tidak mampu ditangani.
Pendidikan
– pendidikan yang membuat remaja sadar seperti inilah yang mampu
membuat penyebaran penyakit AIDS ini berkurang. Hal ini haruslah
ditunjang dengan pendidikan agama yang kuat, dengan menekan kan pada
aspek ketakutan terhadap pertanggungjawaban hal – hal yang dilakukan.
Pendidikan dasar yang mempunyai effect yang menyeluruh dan mampu
menggugah kesadaran inilah yang belum mampu dilakukan di Indonesia. Hal
ini diperkuat dengan semakin meningkatnya penyakit AIDS, dan orang yang
terinfeksi HIV, serta semakin banyaknya remaja atau mayarakat muda
Indonesia yang tidak sadar bahaya seks bebas.
Penyakit aids dari segi sosial dan lingkungan.
Pada
saat gejala aids ini muncul dan menjangkit seorang manusia, manusia
mulai mengadaptasikan diri terhadap situasi sosial yang terjadi di
sekitarnya. Perasaan stress dan putus asa terkadang semakin memperkuat
kelemahan tubuh yang ada pada dirinya. sebagian besar menunjukkan
perubahan karakter psikososial yaitu : hidup dalam stres, depresi,
merasa kurangnya dukungan sosial, dan perubahan perilaku (WHO dalam
Nasronudin, 2004). Hal ini yang terkadang mendorong manusia yang sudah
positif HIV bunuh diri ataupun mengasingkan diri dari orang lain yang
ada disekitarnya.
Secara
sosial manusia hendaknya saling berinteraksi dan saling mengalami
proses ketergantungan antara manusia satu dan manusia yang lain. Hal ini
menjadi berubah ataupun bergeser pada beberapa golongan manusia
terhadap manusia yang positif HIV. Pada desember 2005, Unit PIPI (Perawatan Intermediet Penyakit Infeksi) menunjukkan bahwa 80% responden dari sebuah penelitian sudah manusia positif HIV memperoleh dukungan dari keluarga. Namun pada kenyataannya dukungan keluarga yang mereka peroleh dirasakan masih kurang, kebanyakan mereka cenderung tidak menerima kondisi anggota keluarganya yang terinfeksi, dan tidak ada penerimaan serta kecemasan yang tinggi Terhadap diagnosa penyakit HIV ini serta biaya pengobatan sehingga respons sosial (emosional) pasien HIV-AIDS tersebut berkembang ke arah yang negatif.
Arah
yang negative ini membuat manusia yang positif HIV ini takut untuk
berinteraksi ataupun untuk bergabung dengan komunitas manusia – manusia
normal lain. Sehingga cenderung memisahkan diri, selalu murung dan tidak
ceria dalam mengarungi hidupnya. Beberapa faktor yang mengganggu mental
dan jiwa manusia yang terkena penyakit adalah faktor ketidakmampuan
serta ketidaksiapan dalam mengarungi derasnya kritik sosial yang begitu
membelenggu kehidupan mereka.
Secara
lingkungan, masyarakat seharusnya saling mengawasi dan memperhatkan
lingkunganya. Lingkungan yang ada pada kawasan kota ataupun perkotaan
selalu membiaskan sisi lain dari tingkah laku manusia yang ingin
merasakan segala sesuatu hal. Karena secara sikologis manusia mempunyai
sifat yang cenderung mudah di pengaruhi. Lingkungan yang buruk dapat
menimbulkan kegiatan – kegiatan yang buruk juga, hingga dapat menelurkan
penyakit – penyakit seperti HIV/AIDS ini.
No comments:
Post a Comment