BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian
Pondok
pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang tersebar di
Indonesia. Dimana pondok pesantren lahir ditengah-tengah masyarakat. Setiap
pondok pesantren memiliki ciri khas yang berbeda-beda tergantung dari bagaimana
tipe reader shipnya dan metode seperti apa yang diterapkan dalam
pembelajarannya.
Seiring dengan
perkembangan zaman, tidak sedikit pesantren yang mencoba menyesuaikan dan
bersedia menerima akan suatu perubahan, namun tidak sedikit pula pesantren yang
memiliki sikap penutup diri dari segala perubahan-perubahan dan pengaruh
perkembangan zaman dan cenderung mempertahankan apa yang menjadi keyakinan.
Untuk itu disini akan mencoba menelaah seperti apa ciri-ciri pesantren yang
bersikap dinamis dan dilihat dari segi apa saja pesantren tersebut dikatakan
sebagai pesantren yang bersikap dinamis, agar kita dapat melihat dan
menyimpulkan sendiri apakah pesantren yang dimaksud bersikap dinamis ataukah
statis.[1]
B.
Rumusan Masalah Penelitian
1. Bagaimana
sejarah berdirinya pondok pesantren salaf An-nur ?
2. Bagaimana
jadwal pelajaran yang diterapkan di pondok pesantren salaf An-nur ?
3.
Seperti apa metode pembelajaran yang diterapkan di
pondok pesantren salaf An-nur ?
4.
Apa saja materi yang disajikan di pondok pesantren
salaf An-nur ?
5.
Bentuk evaluasi seperti apa yang diterapkan di
pondok pesantren salaf An-nur ?
6.
Berdasarkan analisis, apakah pondok pesantren salf
An-nur bersifat dinamis atau statis ?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui sejarah berdirinya pondok pesantren
salaf An-nur.
2.
Untuk mengetahui jadwal pembelajaran yang ditetapkan
di pondok pesantren salaf An-nur.
3.
Untuk mengetahui sseperti apa metode yang di
terapkan di pondok pesantren salaf An-nur.
4.
Untuk mengetahui materi apa saja yang disajikan di
pondok pesantren An-nur saalaf.
5.
Untuk mengetahui bentuk evaluasi seperti apa yang di
tetapkan di pondok pesantren salaf An-nur.
6.
Untuk menganalisis apakah pondok pesantren saalaf
An-nur termasuk pondok pesantren yang bersifat statis atau dinamis.
D.
Metode Penelitian
Dalam mengumpulkan data dan memperoleh data-data
yang saya butuhkan, saya menggunakan dua metode penelitian, yaitu :
1. Metode
Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode penelitian
dengan cara “tanya-jawab” secara langsung dengan nara sumber yang bersangkutan.
Dimana dalam hal ini kami melakukan wawancara dengan salah satu pengajar dan
santri pondok pesantren salaf An-nur.
2. Metode
Observasi
Observasi merupakan salah satu metode penelitian
dengan cara terjun langsung ke objek penelitian, kemudian mencatat, merekam,
dan bahkan mengabadikan hal-hal yang sekiranya menunjang dalam proses
penelitian melalui kamera digital atau media yang lainnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Termologi
Pesantren
Istilah pesantren bisa disebut pondok
saja atau kata ini digabungkan menjadi pondok pesantren, secara esensial, semua
istilah ini menggabungkan makna yang sama. Sesuai dengan namanya, pondok
berarti tempat tinggal/menginap (asrama), dan pesantren berarti tempat para
santri mengkaji agama islam dan sekaligus di asramakan.
Menurut M.Arifin (1991) dikutip oleh
Mujamil Qomar. Pondok pesantren merupakan
suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat
sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima
pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada
dibawah kedaulatan dari leader ship seorang atau beberapa orang kiai
dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala
hal. Penggunaan gabungan kedua istilah antara pondok dengan pesantren menjadi
pondok pesantren, sebenarnya lebih mengakomodasikan karakter keduanya. Namun
penyebutan pondok pesantren kurang jami’ ma’ni (singkat padat). Selagi
perhatiannya dapat diwakili istilah yang lebih singkat, karena orang lebih
cenderung mempergunakan yang pendek. Maka pesantren dapat digunakan untuk
menggantikan pondok atau pondok pesantren.
Bardasarkan lembaga reseach islam
(pesantren luhur) mendefinisikan pesantren merupakan suatu tempat yang tersedia
untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama islam sekaligus
tempat berkumpul dan tempat tinggal.
B. Tujuan
Pesantren
Tujuan pesantren merupakan bagian
terpadu dari faktor-faktor pendidikan. Tujuan merupakan rumusan hal-hal yang
diharapkan dapat tercapai melalui metode, sistem dan strategi yang diharapkan.
Dalam hal ini tujuan menempati posisi yang amat penting dalam proses pendidikan
sehingga materi, metode dan alat pengajaran harus disesuaikan dengan tujuan
yang diharapkan.
Pada dasarnya pesantren sebagai lembaga
pendidikan islam, tidak memiliki tujuan yang formal tertuang dalam teks
tertulis. Namun hal itu bukan berarti pesantren tidak memiliki tujaun, setiap
lembaga pendidikan yang melakukan suatu proses pendidikan, sudah pasti memiliki
tujuan-tujuan yang diharapkan dapat dicapai, yang membedakan hanya apakah
tujuan-tujuan tersebut tertuang secara formal dalam teks atau hanya berupa
konsep-konsep yang tersimpan dalam fikiran pendidik. Hal itu tergantung dari
kebijakan lembaga yang bersangkutan.
Untuk mengetahui tujuan pesantren dapat
dilakukan melalui wawancara kepada kiai atau pengasuh pondok yang bersangkutan.
Menurut Mastuhu berdasarkan wawancara yang dilakukannya, bahwa tujuan
pendidikan pesantren adalah menciptakan dan menggambarkan kepribadian muslim
yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan, berakhlak mulia,
bermanfaat bagi masyarakat atau khidmat kepada mesyarakat dengan jalan menjadi
kaula atau abdi masyarakat yang diharapkan seperti kepribadian rasul yaitu
pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhamad SAW, mampu berdiri
sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebabkan agama atau menegakkan
islam dan kejayaan umat ditengah-tengah masyarakat (Izz.al-Islam wa
al-muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepriadian manusia.
Menurut keputusan hasil
musyawarah/lokakarya intensifikasi pengembangan pondok pesantren yang dilakukan
di Jakarta pada tanggal 2 s/d 6 mei 1978, tujuan umum pesantren yaitu membina
warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama islam
dan menanamkan rasa keagamaan tersebut. Pada segi kehidupannnya serta
menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara.
Adapun tujuan khusus pesantren adalah :
1.
Mendidik
siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorangmuslim yang bertakwa
kepada Allah SWT, berakhlak mulia,memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat
lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila.
2.
Mendidik
siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubaligh
yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah islam
secara utuh dan dinamis.
3.
Mendidik
siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan
agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan dirinya dan bertanggung
jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.
4.
Mendidik
tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional
(pedesaan/masyarakat lingkungannya).
5.
Mendidik
siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor
pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.
6.
Mendidik
siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lingkungan
dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.
Semua tujuan yang telah disebutkan
diatas semuanya dirumuskan melalui pemikiran (asumsi), wawancara yang dilakukan
oleh peneliti-peneliti sebelumnya maupun keputusan musyawarah/loka karya.[2]
C.
Metode Pendidikan Pesantren
1. Metode Tradisional
a.
Metode
sorogan
Metode
sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan cara ustadz menyampaikan
pelajaran kepada santri secara individual. Sasaran metode ini biasanya kelompok
santri pada tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembacaan Al-quran.
Melalui sorogan, pengembangan intelektual santri dapat ditangkap oleh kiai
secara utuh. Dia dapat memberikan bimbingan penuh sehingga dapat memberikan
tekanan pengajaran terhadap santri-santri tertentu atas dasar observasi
langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka. Kelemahan
penerapan metode ini menuntut pengajar untuk besikaf sabar dan ulet, selain itu
membutuhkan waktu yang lama yang berarti pemborosan, kurang efektif dan
efisien. Kelebihannya yaitu secara signifikan
kiai/ustadz mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan
santri dalam menguasai materi yang diajarkan.
b.
Metode
Wetonan
Metode
wetonan atau di sebut juga metode bandungan adalah metode pengajaran dengan
cara ustadz/kiai membaca, menerjemahkan,
menerangkan dan mengulas kitab/buku-buku keislaman dalam bahasa arab, sedangkan
santri mendengarkannya. Mereka memperhatikan kitab/bukunya sendiri dan membuat
catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata yang diutarakan
oleh ustadz/kiai.
Kelemahan
dari metode ini yaitu mengakibatkan santri bersikaf pasif. Sebab kreatifitas
santri dalam proses belajar mengajar di domoninasi oleh ustadz/kiai, sementara
santri hanya mendengarkan dan memperhatikan.
Kelebihan
dari metode ini yaitu terletak pada pencapaian kuantitas dan pencapaian kjian
kitab, selain itu juga bertujuan untuk mendekatkan relasi antara santri dengan
kiai/ ustadz.
c.
Meode
Ceramah
Metode
ceramah ini merupakan hasil pergeseran dari metode wetonan dan metode sorogan.
Said dan Affan melaporkan bahwa metode wetonan dan metode sorogan yang semula
menjadi ciri khas pesantren, pada beberapa pesantren telah diganti denganm
metode ceramah sebagai metode pengajaran yang pokok dengan sistem klasik. Namun
pada beberapa pesantren lainnya masih menggunakan metode sorogan dan wetonan
untuk pelajaran agama, sedangkan untuk pelajaran umum menggunakan metode
ceramah. (Said dan Affan : 98).
Kelemahan
dari metode ini justru mengakibatkan santri menjadi lebih fasif, sedangkan
kelebihannya yaitu mampu menjangkau santri dalam jumlah banyak, bisa diterapkan
pada peserta didik yang memiliki kemampuan heterogen dan pengajar mampu
menyampaikan materi yang relatif banyak.
d.
Metode
Muhawarah
Metode
muhawarah adalah metode yang melakukan kegiatan bercakap-cakap dengan
menggunakan bahasa arab yang diwajibkan pesantren kepada para santri selama
mereka tinggal di pondok.(Arifin :39). Sebagian pesantren hanya mewajibkan pada
saat tertentu yang berkaitan dengan kegiatan lain, namun sebagian pesantren
lain ada yang mewajibkan para santrinya setiap hari menggunakan bahasa arab.
Kelebihan
dari penerapan metode ini yaitu dapat membentuk lingkungan yang komunikatif
antara santri yang menggunakan bahasa arab dan secara kebetulan dapat menambah
pembendaharaan kata (mufradat) tanpa hafalan. Pesantren yang menerapkan metode
ini secar intensif selalu berhasil mengembangkan pemahaman bahasa.
e.
Metode
Mudzakarah
Metode
mudzakarah adalah suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah
diniyyah seperti aqidah, ibadah dan masalah agama pada umumnya. Aplikasi metode
ini dapat mengembangkan dan membangkitkan semangat intelektual santri. Mereka
diajak berfikir ilmiah dengan menggunakan penalaran-penalaran yang didasarkan
pada Al-qur’an dan Al-sunah serta kitab-kitab keislaman klasik. Namun penerapan
metode ini belum bisa berlangsung optimal, ketika para santri membahas aqidah khususnya,
selalu dibatasi pada madzhab-madzhab tertentu. Materi bahasan dari metode
mudzakarah telah mengalami perkembangan bahkan diminati oleh kiai yang
bergabung dalam forum bathsul masail dengan wilayah pembahasan yang sedikit
meluas.
f.
Metode
Majlis Ta’lim
Metode
majlis ta’lim adalah metode menyampaikan pelajaran agama islam yang bersifat
umum dan terbuka, yang dihadiri jama’ah
yang memiliki latar belakang pengetahuan, tingkat usia dan jenis kelamin.
Metode
ini tidak hanya melibatkan santri mukmin dan santri kalong (santri yang tidak
menetap di asrama cuma belajar dipesantren ) saja tetapi masyarakat sekitar
pesantren yang tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pengajian setiap hari.
Pengajian majlis ta’lim bersifat bebas dan dapat menjalin hubungan yang akrab
antara pesantren dan masyarakat sekitarnya.[3]
2. Metode Kombinasi
Sesuai
dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan teknologi banyak pesantren yang
melakukan pembenahan dalam metode pembelajaran, hal itu dilakukan guna
memperbaiki kualitas-kualitas sumber daya santri sehingga bisa menyesuaikan
dengan perkembangan zaman. Berdaarkan persfektif metodik, pesantren
terpolarisasikan menjadi tiga kelompok yaitu:
a.
Pesantren
yang hanya meggunakan satu metode yang bersifat tradisional dalam mengajarkan
kitab-kitab klasik.
b. Pesantren yang hanya menggunakan
metode-metode hasil penyesuaian dengan metode yang dikembangkan pendidikan
formal.
c. Pesantren yang menggunakan metode-metode
bersifat tradisional dan mengadakan penyesuaian dengan metode pendidikan yang
dipakai dalam lembaga pendidikan formal.
Berikut
ini beberapa metode hasil penyesuaian dengan pendidikan formal yaitu :
1) Metode Karya Wisata
Metode
karya wisata tampaknya masih terdengar cukup asing bagi pesantren kecuali
ziarah makam-makam wali songo atau ziarah kemakam-makam kiai terdahulu.
Saefudin Zuhri menggambarka “bahwa di beberapa pesantren, para santri tidak
hanya menyibukkan diri dalam mengaji dan belajar, namun ada juga saat-saat
rekreasi atau liburan”.
2) Metode Diskusi
Metode
diskusi merupakan metode biasa diterapkan di perguruan tinggi, namun sekarang
metode ini juga diterapkan di pesantren. Diskusi membuka kesempatan timbulnya
pemikiran yang liberal dengan dasar argumen ilmiah. Melalui metode ini
ekslusivisme pemikiran di pesantren dapat terbongkar, feodalisme pengajaran
dari kiai dan ustadz memperoleh perlawanan, sikap toleran, sportif terhadap
munculnya ide-ide baru menemukan penyaluran dan mendorong timbulnya daya
kreatif yang tajam.[4]
D. Transformasi
Kurikulum Pesantren
1.
Materi
Dasar Keislaman Dengan Ilmu Keislaman
Sistem
pendidikan dipesantren tidak didasarkan pada kurikulum yang digunakan secara
luas, tetapi diserahkan pada penyesuaian elastis antara kehendak kiai dengan
kemampuan santrinya secara individual.
Ketika
masih berlangsung dilanggar (surau) atau masjid, kurikulum pengajian masih
dalam bentuk yang sederhana, yakni berupa inti ajaran islam yang mendasar.
Rangkaian trio komponen ajaran islam yang berupa iman, islam dan insan atau
dokrin, ritual, dan mistik telah menjadi perhatian kiai perintis pesantren
sebagai kurikulum yang diajarkan kepada santrinya. Penyampaian tiga komponen
ajaran islam tersebut dalam bentuk yang paling mendasar, sebab disesuaikan
dengan tingkat intelektual dengan masyarakat (santri) dan kualitas keberagamaannya
pada waktu itu.
Peralihan
dari langgar (surau) atau masjid lalu berkembang menjadi pondok pesantren
ternyata membawa perubahan materi pengajaran. Dari sekedar pengetahuan menjadi
suatu ilmu.
Dalam
perkembangan selanjutnya, santri perlu di berikan bukan hanya ilmu-ilmu yang
terkait dengan ritual keseharian yang bersifat praktis-pragmatis, melainkan
ilmu-ilmu yang berbau penalaran yang menggunakan referensi wahyu seperti ilmu
kalam, bahkan ilmu-ilmu yang menggunakan cara pendekatan yang tepat kepada Allah
seperti tasawuf.
Ilmu
kalam atau ilmu tauhid memberikan pemahaman dan keyakinan terhadap ke-esaan
Allah, fiqih memberikan cara-cara beribadah sebagai konsekuensi logis dari
keimanan yang telah dimiliki seseorang pada penyempurnaan ibadah agar menjadi
orang yang benar-benar dekat dengan Allah.
2.
Penambahan
dan Perincian Materi Dasar
Kurikulum
pesantren berkembang menjadi bertambah luas lagi dengan penambahan ilmu-ilmu
yang masih merupakan elemen dari materi pelajaran yang diajarkan pada masa awal
pertumbuhannya. Beberapa laporan mengenai materi pelajaran tersebut dapat
disimpulkan yaitu: al-qur’an dengan tajwid dan tafsir, aqa’id dan ilmu kalam
,fiqih dengan ushul fiqih dan qawaid al-fiqh, hadits dengan mushthalah hadits,
bahasa arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi, dan
‘arudh, tarikh, mantiq, tasawuf, akhlak dan falak.
Tidak
semua pesantren mengajarkan ilmu tersebut secara ketat. Kombinasi ilmu tersebut
hanyalah lazimnya ditetapkan di pesantren. Beberapa pesantren lainnya menetapkan
kombinasi ilmu yang berbeda-beda karena belum ada standarisai kurikulum
pesantren baik yang berskala lokal, regional maupun nasional. Standarisasi
kurikulum barang kali tidak pernah berhasil ditetapkan disuruh pesantren.
Sebagian
besar kalangan pesantren tidak setuju dengan standarisasi kurikulum pesantren.
Variasi kurikulum pesantren justru diyakini lebih baik. Adanya variasi
kurikulum pada pesantren akan menunjukan ciri khas dan keunggulan
masing-masing. Sedangkan penyamaran kurikulum terkadang justru membelenggu
kemampuan santri.
Dengan
cermat Saridjo dkk. Menyebutkan bahwa pengetahuan-pengetahuan yang paling
diutamakan adalah pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa arab
(ilmu sharaf dan ilmu alat yang lain) dan ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan ilmu syari’at sehari-hari (ilmu fiqih,baik berhubungan dengan ibadah
maupun mu’amalahnya). Sebaliknya, dalam perkembengan terakhir fiqih justru
menjadi ilmu yang paling dominan.[5]
3.
Penyempitan
Orientasi Kurikulum
Pada
umumnya pembagian keahlian dilingkungan pesantren telah melahirkan
produk-produk pesantren yang berkisar pada: nahwu-sharaf, fiqih, aqa’id,
tasawuf, hadits, tafsir, bahasa arab dan lain sebagainya.
a. Nahwu-Sharaf
Istilah
nahwu-sharaf ini mungkin diartikan sebagai gramatika bahasa arab. Keahlian
seseorang dalam gramatika bahasa arab ini telah dapat merubah status-keagamaan,
bentuk keahliannya yaitu kemampuan mengaji atau mengajarkan kitab-kitab
nahwu-sharaf tertentu, seperti al-jurumiyah,al-fiyah,atau untuk tingkat yang
lebih tingginya lagi, dari karya ibnu Aqil.
b. Fiqih
Menurut
Nurcholish Madjid, keahlian dalam fiqih merupakan konotasi terkuat bagi
kepemimpinan keagamaan Islam, sebab hubungan yang erat dengan kekuasaan. Faktor
ini menyebabkan meningkatnya arus orang yang berminat mendalami dalam bidang
fiqih. Umumnya fiqih diartikan sebagai kumpulan hukum amaliah (sifatnya akan
diamalkan) yang di syariatkan Islam.
c. Aqa’id
Aqa’id
meliputi segala hal yang bertalian dengan kepercayaan dan keyakinan seorang
muslim. Tetapi, menurut Nurcholis Madjid, meskpun bidang pokok-pokok
kepercayaan atau aqa’id ini disebut ushuludin (pokok-pokok agama), sedangkan
fiqih disebut furu (cabang-cabang), namun kenyataannya perhatian pada bidang
aqa’id ini kalah besar dan kalah antusias dibanding dengan perahtiaan pada
bidang piqih yang hanya merupakan cabang (furu).
d. Tasawuf
Pemahaman
yang berkembang tentang ilmu tasawuf hanya seputar tarikat, suluk, dan wirid.
Bahkan dongeng tentang tokoh-tokoh legendaris tertentu, hingga menimbulkan
kultusme pada tokoh-tokoh tertentu baik yang masih hidup maupun yang telah
meninggal dunia. Praktek tasawuf seperti ini banyak diamalkan di Indonesia.
e. Tafsir
Keahlian
dibidang tafsir ini amat diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya
penyelewengan-penyelewengan dalam menafsirkan al-qur’an. Peran tafsir sangat urgen
dan strategis sekali untuk menangkal segala kemungkinan tersebut.
f. Hadits
Nurcholis
Madjid berpendapat, produk pondok pesantren menyangkut keahlian dalam hadits
jauh relatif kecil bila dibandingkan dengan tafsir. Padahal penguasaan hadits
jauh lebih penting, mengingat hadits merupakan sumber hukum agama (Islam) kedua
setelah al-qur’an. Keahlian dibidang ini tentu saja amat diperlukan untuk
pengembangan pengetahuan agama itu sendiri.
g. Bahasa Arab
Keahlian
dibidang ini harus dibedakan dengan keahlian dalam nahwu-sharaf diatas. Sebab,
titik beratnya ialah penguasaan “materi” bahasa itu sendiri, baik pasif maupun
aktif. Kebanyakan mereka kurang mengenal lagi kitab-kitab nahwu-sharaf seperti
yang biasa dikenal di pondok-pondok pesantren.[6]
E. Tipe Pendidikan
Weber
mengemukakan tiga tipe pendidikan yaitu :
1.
Pendidikan
kharismatik ialah membangkitkan intuisi agama serta kesiapan rohani mencapai
pengalaman trensendental.
2.
Pendidikan
untuk kebudayaan ialah tipe yang didasarkan pada pendirian bahwa isi-isi
(kebudayaan) tertentu yang ditanggapi sebagai sesuatu yang klasik dan memiliki
kemampuan yang kuat untuk melahirkan tipe sosial tertentu.
3.
Pendidikan
spesialis ialah pendidikan tipe ini berupaya mengalihkan pengetahuan dan
keterampilan khusus serta secara ketat berhubungan dengan pertumbuhan pemilihan
kerja yang menjadikannya kaum spesialis (orang-orang yang memiliki keahlian
khusus ) sangat diperlukan dalam masyarakat industri.
Sedangkan islam, berupaya
menggabungkan ketiga tipe pendidikan diatas dalam sistemnya masing-masing dan
memberikan ketinggian pada kesucian batin yang dicerminkan pada kesadaran sosial
dan usaha-usaha idealistik yang ditujukan kepada penguasaan setiap kecakapan
yang menjadi tuntunan tugas seseorang. [7]
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pondok Pesantren Mifathussalam
Pondok pesantren mifathussalam merupakan
pondok pesantren yang berada di kabupaten Cirebon, dimana. Di kabupaten Cirebon terdapat lebih dari
tiga pondok pesantren yang tersebar diberbagai daerah, yang dari tiap-tiap
pondok pesantren memiliki ciri dan nama masing-masing.
Pondok pesantren mifathussalam tempatnya
berada di desa Ambit Kecamatan Waled
Kabupaten Cirebon. Pondok pesantren ini
dibangun pertama kali pada tanggal 3 (tiga) desember 2003, dimana pondok
pesantren ini secara pribadi di dirikan oleh K.H. Ghojali diatas tanah miliknya
sendiri.
Proses pembangunannya memakan waktu satu
bulan, dimana waktu satu bulan tersebut tidak langsung berdiri, pondok
pesantren yang luas dengan sarana dan prasarananya, melainkan pertama dibangun
yaitu hanya satu aula, jadi untuk tahap awal santri-santri yang melakukan
kegiatan belajar mengajar dilakukan diaula. Semakin bertambahnya santri, proses
pembangunan pondok pesantren pun dilakukan kembali dengan menambahkan
ruangan-ruangan tempat belajar serta menambah sarana dan prasarana yang di
perlukan dalam proses belajar mengajar. Pondok pesantren mifathussalam terus
dikelola dengan baik dibawah asuhan K.h.Ghojali sehingga jumlah santrinya dari waktu kewaktu
bertambah. Namun K.H. Ghojali meninggal dunia dan pengelolaan pondok pesantren
dialnjutkan oleh putranya yang pertama yang bernama K.H.Muhamada.
Dalam pengelolaan pondok pesantren, yang
sekarang dibawah asuhan K.H.Muhamad,
pondok pesantren ini semakin berkembang dengan baik, hal itu terbukti dari
dilakukannya pembangunan pondok pesantren miftahussalam
yang
kedua, dimana pondok pesantren yang kedua ini bernama “pondok pesantren miftahussalam 2”. Dimana pondok
pesantren miftahussalam 2 bertempat
di belakang pondok pesantren miftahussalam
yang pertama adapun jaraknya hanya 20 meter. Kini pondok pesantren smemiliki
dua lokasi pesantren yang pertama
sebagai pondok induk yaitu pondok pesantren miftahussalam
dan
yang kedua sebagai pondok pesantren cabang yaitu pondok pesantren miftahussalam 2.
Pondok pesantren miftahussalam
dikonsentrasikan khusus untuk santri-santri yang berusia tujuh belas tahun
kebawah, sedangkan pondok pesantren miftahussalam
sebagai pondok cabang dikonsentrasikan khusus untuk santri yang
berusia tujuh belas tahun keatas. Kini berdasarkan hasil penelitian, santri
yang ada di pondok pesantren induk berjumlah 50 (lima puluh) satri dan jumlah santri yang
ada di pondok cabang berjumlah 45
(empat puluh lima) orang/santri .
B. Jadwal Pembelajaran
Pondok pesantren miftahussalam seperti
yang sudah dijelaskan diatas yaitu terdiri dari dua lokasi, yang pertama yaitu,
induk miftahussalam dan yang kedua miftahussalam 2. Pondok pesantren induk miftahussalam
dikhususkan untuk santri yang umurnya berkisar tujuh belas tahun kebawah
sedangkan di pondok pesantren miftahussalam 2 dikhususkan untuk santri yang
umurnya tujuh belas tahun keatas.
Proses pembelajaran di dua lokasi ini
tidak dilakukan berbarengan dalam satu lokasi setiap saat, dikarenakan
masing-masing pondok pesantren sudah memiliki pembelajaran sendiri namun ada
waktu-waktu tetentu dimana seluruh santri dari pondok induk dan pondok demak
disatukan atau mengikuti pembelajaran. Bentuk ini merupakan uraian jadwal
pembelajaran rutin yang dilakukan setiap hari untuk masing-masing pondok :
1.
Jadwal
pembelajaran dipondok pesantren induk
miftahussalam.
Proses
pembelajaran di pondok pesantren induk sa miftahussalam terdiri
dari dua sesi yaitu:
a) kegiatan mujahadah, pada kegiatan ini
santri-santri melakukan hafalan-hafalan juz amma, ada juga yang mengeja
al-quran (iqro’). Kegiatan mujahadah ini dilakukan setiap hari yaitu setiap
ba’da isa sampai pukul 21:30 wib. Setelah kegiatan mujahadah selesai
santri-santri di perbolehkan untuk istrirahat dan tidur.
b) kegiatan mujahadah malam, pada kegiatan
ini santri dituntut untuk bangun dan melakukan shalat tahajud dan shalat hajat.
Di sini pondok pesantren sengaja membentuk kebiasaan para santri untuk bangun
shalat malam. Adapun waktu pelaksanaan kegiatan mujahadah malam yaitu pada
pukul 23:00 wib sampai 00:30 wib. Setelah kegiatan mujahadah malam selesai, santri
di perbolehkan untuk tidur kembali.
2. Jadwal pembelajaran di pondok pesantren miftahussalam 2.
Jadwal
pembelajaran di pondok pesantren miftahussalam
2terdiri atas tiga sesi
yaitu :
a) pembelajaran kitab sabrowi, dalam
kegiatan ini santri-santri mencoba mempelajari dan menelaah isi dari kitab sabrowi,
namun dengan dibimbing oleh para pengajar/ustadz agar pemahaman santri mengenai
isi dari kitab sabrowi agar tidak melenceng dari isi kitab tersebut. Kegiatan
pembelajaran ini dilakukan setiap ba’da isya sampai pukul 21:00 wib.
b) Mujadalah malam, disini santri-santri
diajarkan untuk bangun malam dan mengerjakan shalat tahajud dan shalat hajat
secara berjamaah.
Kegiatan
ini dilakukan dengan tujuan guna membentuk kepribadian para santri agar selalu
senang tiasa mengingat dan dekat dengan Allah dalam waktu kapan pun. Waktu
pelaksanaan mujadalah ini yaitu pada pukul 01:00 wib sampai pukul 02:00 wib.
Setelah kegiatan mujadalah selesai santri diperbolehkan tidur kembali.
c) Pembelajaran kitab tingkat Al-Amriti,
dalam kegiatan pembelajaran ini santri diajari dan dibekali mengenai ilmu-ilmu
nahwu sebagai pedoman dan penunjang penggunaan bahasa arab.
Kegiatan
pembelajaran ini dilakukan setelah selesai pembelajaran kitab sabrowi sampai
pukul 22:00 wib. Setelah kegiatan pembelajaran selesai para santri di
perbolehkan untuk istirahat.
Disamping jadwal-jadwal yang ditetapkan
masing-masing pondok, namun disini ada waktu dimana seluruh santri dari tingkat
bawah sampai tingkat atas mengikuti pembelajaran. Waktunya yaitu setiap ba’da
subuh, dimana santri-santri berkumpul mengikuti pengajian bersama dan melakukan
hafalan surat-surat al-qur’an.
Kemudian disamping ada jadwal harian,
ada juaga jadwal mingguan dan juga sesekali diadakan kegiatan wisata, dimana
kegiatan ini dilakukan satu tahun sekali. Berikut ini merupakan kegiatan
mingguan yang biasa dilakukan di pondok pesantren miftahussalam dan miftahussalam 2:
1.
Batsul
Masail
Batsul
masail merupakan kegiatan musyawarah, yang membahas mengenai isi dari beberapa
kitab yang dilakukan oleh para santri yang di bimbing oleh kiai. Kegiatan ini
dilakukan setiap dua minggu sekali.
2.
Roan
(kerja bakti)
Roan
dilakukan oleh para santri untuk membersihkan pondok pesantren, baik itu
halaman, tempat belajar, kamar, dan lain-lain. Kegiatan ini dilakukan setiap
hari kamis sore.
3.
Marhabanan
dan Khitobah
Kegiatan
ini dilakukan guna menguji mental para santri dalam berceramah, dalam kegiatan
ini para santri mencoba melatih berceramah didepan para santri yang lainnya
untuk melatih mental agar terbiasa berbicara di depan public.
C. Tingkat Motivasi Santri
Dari hasil penelitian yang saya lakukan
serta berdasarkan pengalaman salah satu anggota kelompok kami, tingkat motivasi
para santri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran secara keseluruhan baik
dimana para santri memiliki antusiasme yang tinggi dalam memenuhi rasa ingin
tahu mereka terhadap materi-materi yang dipelajari dipondok pesantren ini.
Sekalipun ada santri-santri yang bolos dalam kegiatan pembelajaran, namun jika
dilihat secara keseluruhan, minat dan motivasi santri dalam mengikuti
pembelajaran cukup baik, hal ini terbukti dari santri di pondok pesantren salaf
an-nur pernah mengikuti perlombaan pembacaan kitab kuning (kitab klasik) dan
ternyata mendapat juara pertama dalam perlombaan tersebut.
D. Metode Pembelajaran
Dalam penyampaian materi, baik pada lembaga
pendidikan formal seperti MI, MTS, MA, sampai perguruan tinggi islam, maupun
pada lembaga non formal, semuanya pasti menggunakan metode. Karena metode
merupakan cara yang ditempuh dalam proses pembelajaran guna mencapai tujuan
pembelajaran. Metode kedudukannya sangat penting dalam proses pembelajaran,
dimana metode ikut andil dalam menentukan tercapai atau tidaknya tujuan
pembelajaran.
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, berikut ini
merupakan metode-metode yang digunakan oleh pondok pesantren salaf an-nur yaitu
:
1.
Metode
Sorogan
Metode
sorogan merupakan metode pembelajaran dimana murid diajari satu persatu oleh
ustadznya. Di pondok pesantren miftahussalam
ini diterapkan metode sorogan dimana ketika pembelajaran, santri satu persatu
di dengarkan diperhatikan oleh ustadznya atau kiainya, cara membaca dan
memahami materi. Misalnya ketika hafalan surat-surat juz amma, santri satu
persatu membacakan hafalan surat dan kiai mendengarkan dengan baik-baik panjang
pendek serta makhrojil huruf serta tanda bacanya.
2.
Metode
Wetonan
Metode
wetonan merupakan metode pembelajaran yang dimana guru membacakan, menjelaskan,
dan menerangkan suatu materi, sedangkan para santri mendengarkan, memperhatikan
dan mencatat hal-hal yang tidak dipahami untuk di tanyakan kepada ustadznya, dan
mencatat hal-hal yang sekiranya dianggap penting. Di pondok pesantren miftahussalam juga diterapkan
metode ini, dimana ketika pembelajaran kiai membaca arti dari kitab yang
diajarkan, dan menjelaskan menerangkan materi yang berkenaan dengan kitab
tersebut, sedangkan para santri mendengarkan dengan seksama materi yang
diterangkan kemudian mencatat hal-hal yang sekiranya penting dan mudah lupa.
3.
Metode
Ceramah
Metode
ceramah ini bersifat teacher center, dimana dalam hal ini ustadz yang berperan
aktif, sedangkan santri mendengarkan. Di pondok pesantren miftahussalam juga
diterapkan metode ceramah, dimana metode ceramah dilakukan ketika melakukan
kegiatan pengajian dan penyampaina nasehat-nasehat dari kiai atau ustadz kepada
santri.
4.
Metode
Karyawisata
Metode
karyawisata ini dilakukan sebagai bentuk penyesuaian metode-metode yang
diterapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal, dimana metode ini dilakukan agar
sesuai dengan perkembangan-perkembangan strategi pembelajaran.
Di
pondok pesantren miftahussalam
juga diterapkan metode karyawisata seperti dilembaga-lembaga pendidikan formal
pada umumnya, yang membedakannya yaitu objek yang ditujunya, objek yang dituju
dalam karyawisata dipondok pesantren miftahussalam
lebih ditujukan kepada tempat-tempat yang sekiranya dapat menambah pengetahuan
para santri dibidang pengetahuan agama, misalnya kemarin baru saja diadakan
ziarah kemakam wali songo, kegiatan ini di lakukan guna menambah pengtahuan
para santri mengenai tapak tilas dari wali songo. Kegiatan ini dilakukan
setahun sekali, namun kegiatan ini tidak terlalu menjadi kegiatan wajib, karena
kegiatan ini dilakukan disamping untuk menambah pengetahuan tapi sebagain
sarana untuk menghilangkan kejenuhan aktivitas.
E.
Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran yang diberikan
kepada setiap santri tentunya tidak akan sama, materi diberikan berdasarkan
tingkat pengetahuan dasar santri dan di sesuaikan dengan usia serta jenjang
kebutuhan pengetahuan pada usia tersebut. Karena tidak semua santri dapat
menerima materi yang sama dan tidak semua santri memiliki kemampuan daya
tangkap serta tingkat pemahaman yang sama. Sebagai contoh santri yang berusia
12 tahun dan santri yang berusia 18 tahun diberika materi pembelajaran yang
sama yaitu mengenai kitab fathul qorib, tentunya santri baru yang brusia 12
tahun akan merasa kesulitan dalam menangkap materi yang disampaikan oleh
pengajar/ustadz karena daya tangkap serta kapasitas pemahaman santri tersebut
belum memadai untuk menangkap materi yang mulai agak spesifik. Untuk santri
yang berusia 12 tahun hendaknya dibentuk pengenalan-pengenalan dasar terlebih
dahulu sebagai pondasi agar ketika mempelajari materi kejenjanag berikutnya dia
sudah memiliki dasar yang kuat.
Berikut ini merupakan materi yang
diberikan dipondok pesantren miftahussalam
yaitu :
1.
Hafalan
al-qur’an atau juz amma
Hafalan
al-qur’an atau juz amma ini diberikan kepada santri yang berusia dibawah 17
tahun, dimana hafalan disini berupa hafalan surat-suat yang ada di juz amma,
materi diberikan sebagai bentuk pengenalan awal mengenai pemahaman tentang
al-qur’an baik makhrojil huruf, tanda baca serta tajwidnya. dalam materi ini
santri berusaha dibimbing agar bisa dalam pengucapan serta cara membaca
al-qur’an sesuai dengan hukum-hukum tajwid dan makhrojil huruf yang benar,
selanjutnya santri diwajibkan mempelajari.
2.
Kitab
sabrowi
3. Kitab al-amriti
4. Kitab al-fiyah ibnu malik
5. Kitab Fathul qorib dan
6. Kitab Fathul wahab.
F. Bentuk Evaluasi
Setiap proses pembelajaran tentu harus
ada kegiatan evaluasi diakhir pembelajaran, kegiatan evaluasi dilakukan guna
mengukur apakah hasil pembelajaran sudah sesuai dengan tujuan atau belum.
Disamping itu ada juga evaluasi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan, namun evaluasi disini lebih cenderung bersifat hukuman agar yang
melakukan pelanggaran merasa jera dan tidak akan mengulangi lagi.
Dipondok pesantren miftahussalam juga terdapat
bentuk evaluasi, baik itu evaluasi proses pembelajaran maupun evaluasi terhadap
pelanggaran-pelanggaran. Bentuk ini merupakan bentuk evaluasi yang diterapkan
dipondok pesantren salaf an-nur :
1.
Bentuk
evaluasi pembelajaran
Bentuk
evaluasi pembelajaran disini berupa ujian lisan yang dilakukan oleh
pengajar/ustadz kepada santri setiap selesai pembelajaran satu bab pada kitab
yang dipelajari. Bentuk evaluais lisan dilakukan guna melatih berbicara dan
mengemukakan pendapat agar terbiasa.
Evaluasi
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana tingkat pemahaman santri
mengenai materi yang disampaikan, dengan mengukur apakah hasilnya sudah sesuai
dengan yang diharapkan, jika masih belum sesuai bisa dilakukan perbaikan metode
dan strategi agar pada evaluasi selanjutnya hasil yang diperoleh bisa sesuai
dengan yang diharapkan oleh pengajar/ustadz.
2. Bentuk evaluasi terhadap bentuk
pelanggaran
Evaluasi
ini dilakukan guna memperbaiki sikap-sikap santri yang menyimpang dari
aturan-aturan dan tata tertib yang berlaku. Evaluasi ini dilakukan dengan
bentuk kontrol sosial agar santri jera dan tidak mengulangi
pelanggaran-pelanggaran tersebut. Dalam hal ini evaluasi cenderung lebih
bersifat umum. Pelanggara berikut ini
merupakan contoh hukuman yang diberikan di pondok pesantren miftahussalam
yaitu: pelanggaran pencurian, memakai narkoba dan sejenisnya, adapun hukumannya
cukur rambut, membersihkan kolah dan bisa sampai dikeluarkan dari pondok
pesantren.
BAB IV
HASIL ANALISIS
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan yaitu
berdasarkan hasil data serta informasi yang saya
peroleh dapat ditarik kesimpulan bahwa pondok pesantren miftahussalam bersifat
dinamis/berkembang dari waktu kewaktu, tidak bersifat statis. Baik dalam segi
perkembangan bangunan dan lain-lainnya. Untuk lebih rincinya berikut ini
merupakan hasil analisis saya,
mengapa pondok pesantren miftahussalam
dikatakan bersifat dinamis yaitu berkembang dari waktu kewaktu.
1. Dilihat dari segi bangunan
Dilihat dari segi bangunan dapat
disimpulkan bahwa pondok pesantren ini bersifat dinamis, hal ini dapat dilihat
berdasarkan data-data bahwa pertama kali dibangun pondok pesantren ini hanya
terdiri dari satu aula, kemudian seiring berjalannya waktu proses pembangunan
pun dilakukan lagi. Dan ketika pondok pesantren miftahussalam yang kedua sebagai bentuk
pemekaran dari pondok pesantren miftahussalam
yang pertama. Dari situ dapat dilihat bahwa segi pembangunan, pondok pesantren
ini bersifat dinamis, tidak hanya diam mengandalkan apa yang sudah ada.
2. Dilihat dari segi metode pembelajaran
Pondok pesantren miftahussalam dapat
dikatakan bersifat dinamis karena metode-metode yang digunakan dari waktu
kewaktu mengalami perbaikan, disesuaikan dengan kondisi perkembangan-perkembangan
pendidikan serta hasil evaluasi yang dilakukan setiap selesai satu bab mata
pelajaran.
Metode yang baru diterapkan
sekarang-sekarang ini yaitu metode karyawisata dimana metode ini diterapkan
berdasarkan kondisi bahwa santri perlu mendapatkan pengetahuan umum bersifat
nyata namun masih dalam konteks menambah pengetahuan yang ada kaitannya dengan
ilmu agama. Dengan adanya metode ini santri dapat melihat secara langsung dan
dapat mengidentifikasi sendiri berdasarkan fakta yang mereka lihat.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa
pondok pesantren berusaha untuk terus memperbaiki metode dan strategi yang
diterapkan. Untuk itu dapat dikatakan bahwa pondok pesantren salaf an-nur ini
bersifat dinamis.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan penelitian diatas dapat
disimpulkan bahwa pondok pesantren miftahussalam
tempatnya berada di desa Ambit Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon. Pondok pesantren ini dibangun pertama
kali pada tanggal 3 (tiga) desember 2003, dimana pondok pesantren ini secara
pribadi didirikan oleh K.H.Ghojali diatas tanah miliknya sendiri, dan sekarang
setelah K.H.Ghojali wafat pengelolaan pondok pesantren dilanjutkan oleh
putranya yang pertama yang bernama K.H.Muhamad.
Pondok pesantren miftahussalam sekarang
mempunyai cabang atau pondok kedua yang diberinama pondok pesantren miftahussalam
2. Pondok pesantren induk miftahussalam dikhususkan
untuk santri yang umurnya berkisar 17 (tujuh belas) tahun kebawah sedangkan di
pondok pesantren miftahussalam 2 dikhususkan untuk santri yang umurnya 17 (tujuh
belas) tahun keatas. Proses pembelajaran di dua lokasi ini tidak dilakukan
berarengan dalam satu lokasi setiap saat, dikarenakan masing-masing pondok
pesantren sudah memiliki pembelajaran sendiri namun ada waktu-waktu tetentu
dimana seluruh santri dari pondok induk dan pondok demak disatukan atau
mengikuti pembelajaran.
Adapun jadwal pembelajaran dipondok
pesantren miftahussalam
yaitu: kegiatan mujahadah, dan
kegiatan mujahadah malam. Jadwal pembelajaran di pondok pesantren miftahussalam 2 yaitu : pembelajaran
kitab sabrowi, Mujadalah malam, dan Pembelajaran kitab tingkat Al-Amriti.
Itulah kegiatan harian santri di pondok pesantren miftahussalam dan pondok
pesntren miftahussalam 2. Adapun Metode
yang diterapkan dipondok pesantren ini yaitu metode sorogan, Metode Wetonan, Metode
Ceramah, dan Metode Karyawisata.
Materi pembelajaran yang diberikan
kepada setiap santri dipondok pesantren ini tentunya tidak akan sama, materi
diberikan berdasarkan tingkat pengetahuan dasar santri dan di sesuaikan dengan
usia serta jenjang kebutuhan pengetahuan pada usia tersebut. Berikut ini
merupakan materi yang diberikan dipondok pesantren miftahussalam dan
miftahussalam 2 yaitu : Hafalan al-quran atau juz amma, kitab sabrowi, Kitab
al-amriti, kitab al-fiyah ibnu malik, kitab Fathul qorib dan kitab Fathul
wahab.
Bentuk evaluasi yang di terapkan di
pondok pesantren ini tardapat dua bentuk evaluasi yaitu : 1) Bentuk evaluasi
pembelajaran, evaluasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana
tingkat pemahaman santri mengenai materi yang disampaikan, dengan mengukur
apakah hasilnya sudah sesuai dengan yang diharapkan, jika masih belum sesuai
bisa dilakukan perbaikan metode dan strategi agar pada evaluasi selanjutnya
hasil yang diperoleh bisa sesuai dengan yang diharapkan oleh pengajar/ustadz. 2)
Bentuk evaluasi terhadap bentuk pelanggaran, evaluasi ini dilakukan guna
memperbaiki sikap-sikap santri yang menyimpang dari aturan-aturan dan tata
tertib yang berlaku. Evaluasi ini dilakukan dengan bentuk kontrol sosial agar
santri jera dan tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran tersebut. Dalam hal
ini evaluasi cenderung lebih bersifat umum. Pelanggara berikut ini merupakan contoh hukuman yang diberikan
di pondok pesantren miftahussalam yaitu : pelanggaran pencurian, memakai
narkoba dan sejenisnya, adapun hukumannya cukur rambut, membersihkan kolah dan
bisa sampai dikeluarkan dari pondok pesantren.
Pondok pesantren ini bisa dikatakan
bersifat dinamis yaitu berkembang dari waktu kewaktu karena dilihat dari segi
bangunan dan dilihat dari segi metode pembelajaran.
B. Saran
Apabila
dalam penulisan hasil laporan penelitian yang berjudul dinamika pendidikan di
pondok pesantren miftahussalam ini banyak kesalahan dalam hal
penulisan atau dalam hal kurangnya pembahasan, saya selaku penulis mengharapkan saran
yang membangun dari dosen pengampu mata kuliah Perubahan Sosial dan budaya untuk memperbaiki hasil laporan
penelitian ini agar tidak ada kesimpang siuran didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Fatah,
H Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti. ''Rekontruksi Pesantren
Masa Depan'', Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005.
2.
HS,
Mastuki, El-sha, M. Ishom. ''Intelektualisme Pesantren'', Jakarta: Diva
Pustaka, 2006.
3.
Haedari,
H.Amin. ''Transformasi Peasntren'', Jakarta: Media Nusantara, 2007.
4.
Khadijah
Ummul Mu'minin Nazharat Fi isyraqi Fajril Islam'', Al Haiah Al Mishriyah Press,
karya Abdul Mun'im Muhammad 1994.
5.
Fadjan,
Abdullah “ Peradaban dan pendidikan Islam”, Jakarta: CV. Rajawali, 1991
6.
http//www.blogrspesantren.co.id.
7.
www.Pendidikan.com
[2] Fatah,
H Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti. ''Rekontruksi Pesantren
Masa Depan'', Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005. Hal 56-57
[3] HS,
Mastuki, El-sha, M. Ishom. ''Intelektualisme Pesantren'', Jakarta: Diva
Pustaka, 2006. Hal 22-25
[5] Khadijah
Ummul Mu'minin Nazharat Fi isyraqi Fajril Islam'', Al Haiah Al Mishriyah Press,
karya Abdul Mun'im Muhammad 1994.
[7] http/www.pendidikan.com
No comments:
Post a Comment