MAKALAH
IBADAH SHOLAT
BAB I
PENDHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan umat islam masyarakat meyakini dan mengetahui bahwa
shalat merupakan perintah yang harus di lakukan atau di anjurkan oleh
ummat islam itu sendiri. Didalam pelaksanaan sjolat ada beberapa hal
yang harus di lakukan seseorang yang hendak melaksanakan sholat seperti
mempunyai wudu’ suci tempatnya atau pekayannya karna kedua hal tersebuit
merupakan salah satu dari syarat shalat sehingga ketika seseorang
melakukan shalat dan keduanya ditinggalkan maka hal tersebut dapat
membatalkan shalat seseorang karena ketika salah syarat shahnya shalat
di tinggalkan maka secara langsung shalatnya itu tidak di terima oleh
Tuhan, baik itu shalat yang wajib ataupun shalat sunnah, yang keduanya
itu pernah di lakukan/dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW sehingga
sampai sekarang hal itu dilakukan secara berkesinambungan.
Shalat
merupakan salah satu bentuk interaksi langsung antara manusia dengan
tuhannya, maka dari itu ketika kita melakukan atau melaksanakan shalat
kita di anjurkan untuk khususk dalam shalat yang dia lakukan supaya
shalat tersebut bisa di terima oleh tuhan Yang Maha Esa, selain dari itu
shalat memiliki berbagai macam keistimewaan.
Didalam
pelaksanaan shalat Allah tidak memberatkan ummatnya, artinya shalat
dapat di tinggalkan ketika seseorang ersebut mempunyai halangan seperti
haid bagi wanita dan masih banyak contoh yang lain, dan Allah juga
memberikan keringanan terhadap pelaksanaan shalat seperti memperpendek
sholat.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana pengertian shalat ?
- Sunnah apa saja yang harus dilakukan sebelaum melakukan shalat?
- Ada berapakah syarat wajib dan syarat apa sajakah yang harus di lakukan untuk shahnya shalat?
- Shalat apa sajakah yang wajib di kerjakan ?
- Bagaimana struktur shalat Nabi Muhammad SAW?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk dapat memenuhi tugas mata
kuliah Fiqih yang dibina oleh bapak H. Muhammad Hasan, M.Ag. sehingga
dengan penulisan makalah ini kami dapat lebih luas tentang shalat.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Shalat
Asal
makna shalat menurut bahasa arab ialah ”Doa” tetapi yang di maksud di
sini ialah shalat yang tersusun dari beberapa pekerjaan dan perbuatan
itu yang dimulai dengan takbir dan di sudahi dengan salam yang hal itu
harus memenuhi beberapa syarat yang ditentukan. Allah berfirman dalam
surat At-Ankabut ayat 4.5.
واقم الصلاة ان الصلاة تنهى عن الفحساء والمنكر (العنكبوت)
Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.[1]
Sedangkan
menurut Hasbi Ash Shiddieqy menegaskan bahwa pengertian shalat adalah
doa memohon kebajikan dan pujian. Sehingga jika ada kata-kata yang
berbunyi ”shalat Allah SWT kepada Nabinya” artinya pujian Allah SWT
kepada Nabinya, pengertian ini di fahami oleh orang Arab sebelum islam
yang hal itu berada di dalam Al-Qur’an (Q.S. 9:103).
B. Yang Sunnat Dilakukan Sebelum Shalat
Adapun
yang sunah dilakukan ketika seseorang tersebut hendak melakukan atau
melaksanakan shalat ialah ketika waktu sampai pada waktunya yang
biasanya di tandai dengan kumandang adzan, maka seorang hamba wajib
melaksanakan shlat tersebut.
Adzan
memiliki arti ”memberitahukan” yang dimaksud disini ialah
”memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dengan lafaz yang
ditentukan oleh syarat”. Dalam lafaz adzan itu terdapat pengertian yang
mengandung beberapa maksud penting, yaitu sebagai akidah, seperti adanya
Allah yang Maha Besar bersifat Esa, tidak ada sekutu bagi0Nya; serta
menerangkan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan allah yang cerdik dan
bijaksana untuk menerima wahyu dari Allah. Sesudah kita bersaksi bahwa
tidak ada tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad utusan-Nya, kita
diajak menanti perintahnya, yakni mengerjakan shalat, kemudian diajaknya
pula pada kemenangan dunia dan akhirat. Akhirnya disudahi dengan
kalimat tauhid.[2]
Adzan
dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dan
menyerukan untuk melakukan shalat berjamaah. Selain itu untuk mensy iar
agama islam di muka umum. Allah telah berfirman dalam surat Al-Jumuah
ayat 9 sebagai berikut :
يايها الذين امنوا اذانودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعواالى ذكرالله وذروا البيع ذلكم خير لكم ان كنتم تعلمون (الجمعة)
”Hai
orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada
hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah (shalat) dan
tingglkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.” (Al-Jumu’ah).
C. Syarat Wajib Shalat dan Syarat Shah Shalat
- Syarat Wajib Shalat
Kewajiban shalat itu dibebankan atas orang yang memenuhi syarat-syarat yaitu, islam, balig, berakal, dan suci.
Orang kafir tetap berdosa karena tidak mengerjakan shalat, sebagaimana ditunjukkan oleh ayat :
ماسلككم فى سقر قالوا لم نك من المصلين
”Apakah
yang memasukkan kamu ke dalam saqar (neraka)?” Mereka menjawab: ”Kami
dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat”. (Al-Muddatstsir/74: 42-43).
Akan
tetapi, mereka tidak dituntut melakukannya sebab shalat itu tidak sah
dilakukan oleh kafir. Jika seorang kafir masuk islam, kewajiban shalat
sebelumnya menjadi gugur dan ias tidak dituntut mengqada’ shalat msa
kafirnya.
Orang
murtad, jika masuk islam kembali, wajib mengqada’ shalat yang tinggal
selama murtadnya, sebab kewajiban shalat itu tidak gugur oleh
kemurtadannya.
Anak-anak dan orang yang hilang akal karena gila atau sakit, tidak wajib melakukan shalat berdasarkan sabda Rasulullah saw :
رفع القلم عن ثلاث عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم وعن المجنون حتى يعقل
Idiangkat qalam dari tiga orang; orang tidur sampai terjaga, anak-anak sampai dewasa, dan ornga gila sampai ia sadar kembali. (HR. Abu Daud dan Tirmidiy).
Orang yang sedang haid atau nifas tidak wajib shlat, bahkan tidak sah melakukannya sesuai dengan hadis ”A’isyah;
كنا نحيض عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم نطهر فنؤمر بقضاء الصوم ولانؤمر بقضاءالصلاة
Kami
haid, di sisi Rasulullah saw., kemudian suci kembali, lalu kami
disuruhnya mengqada’ puasa dan tidak disuruh mengqada’ shalat.
Jika
orang yang memenuhi persyaratan ini tidak melakukan shalat, karena
tidak mengakui kewajibannya, maka dengan demikian ia telah menjadi kafir
dan wajib dihukum bunuh sebagai orang murtad. Sedangkan orang yang
tetap mengakuinya sebagai kewajiban, tetapi tidak melakukan karena malas
atau alasan lainnya, para ulama berbeda pendapat tentang hukumannya.
Ahmad
ibn Hanbal, Ishaq, dan Ibn Al-Mubarak berpendapat bahwa orang tersebut
telah menjadi kafir dan wajib dibunuh sebagai orang kafir. Malik, Abu
Hanifah, dan Syafi’i, berpendapat bahwa orang tersebut masih tetap
sebagai orang muslim, tetapi ia berdosa besar, dan wjib di hukum bunuh.
Berbeda denganpendapat yang pertama, hukuman ini dipandang sebagai had
atas kesalahannya meningglkan shalat. Menurut Ahl Al-Zair, orang yang
meninggalkan shalat dikenakan hukuman ta’zir,yakni dipenjarakan sampai
ia melakukan shalat.
- Syarat Shah Shalat
Shalat dianggap sah menurut syara’ apabila dilakukan dengan memenuhi persyaratan tertentu yaitu :
a. Suci badan dari hadats dan najis
Dalam
hal ini sebelum melakukan shalat seseorang harus bersuci dari hadats
besar maupun kecil, dengan mandi, wudhu’, atau tayammum sesuai dengan
keadaannya masing-masing. Keharusan bersuci ini didasarkan atas beberapa
dalil ayat Al-Qur’an yang tertera dalam syrat Al-Maidah ayat 5:6 yang
artinya :
Hai
orang-orang yang beriman, pabila kamu hendak mengerjakan shalat, mka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub
maka mandilah,.........(Al-Maidah/5: 6).
Jika
seseorang melakukan shalat tanpa bersuci dari hadats, baik dengan
sengaja maupun terlupa, maka shalatnya menjadi batal sebab syarat-syarat
tidak terpenuhi lagi.
Selain
suci dari hadats juga disyaratkan suci badan, pekaian dan tempat shalat
dari najis berdasarkan beberapa dalil sebagai berikut : Ayat Al-Qur’an :
وثيابك فطهر
Dan pakaianmu bersihkanlah (Al-Muddatstsir/ 74:4).
Hadits :
اذا اقبلت الحيضة فدعى الصلاة واذا ادبرت فاغتلي وصلى
Apabila datang haid maka tinggalkanlah shalat, dan apabila hid itu telah pergi mka basuhlah darah itu darimu dan shalatlah.
Ayat
dan hadits ini menunjukkan keharusan menyucikan badan dari najis,
sedangkan keharusan kesucian pakaian diambil dari perintah Rasul saw.
Untuk mencuci pakaian yang terkena darah haid.
b. Menutup Aurat Dengan Pakaian yang Bersih
Menurut
lughat, aurat berarti kekurangan, cacat, dan sesuatu yang memalukan.
Menutup aurat itu wajib dalam segala hal, di dalam dan di luar shalat.
Kewajiban
menutup aurat di dalam shalat termasuk hal yang disepakati (ijma’)
ulama’, dan juga didasarkan pada hadits Rasul saw .: yang artinya :
Allah tidak menerima shalat perempuan yng telah dewasa kecuali dengan memakai khimar, kerudung. (HR. Tirmiziy).
Bahan penutup aurat itu mestilah cukup tebal dan rapat sehingga dapat menutupi warna kulit dari pandangan.
Orang
yang benar-benar tidak mendapatkan pakaian untuk menutup auratnya
dibolehkan shalat dalam keadaan telanjang; shalatnya sah dan tidak mesti
diulang lagi.
Adapun
batas-batas aurat yang wajib ditutupi itu, bagi laki-laki ialah pusat
dengan lutut, sedangkan bagi perempuan iaolah seluruh tubuhnya kecuali
wajah dan kedua telapak tangannya.
Menurut
Ahmad ibn Hanbal, aurat laki-laki hanyalah qubul dan duburnya, tetapi
seluruh tubuh perempuan adalah aurat, termasuk wajah dan tangannya.
Menurut Abu Hanifah, telapak kaki perempuan tidak termasuk aurat.
c. Mengetahui Waktu Shalat
Persyaratan
ini harus terpenuhi dengan benar-benar mengetahui masuknya waktu
berdasarkan tanda-tanda seperti yang telah dijelaskan terdahulu, atau
melalui ijtihad. Ijtihad yang dimaksudnkan dapat berupa perkiraan waktu
berdasarkan kegiatan tertentu, seperti membaca wirid atau pelajaran,
menulis, menjahit, atau pekerjan lainnya. Dapat juga dengan
memperhatikan tanda-tanda lain seperti kokok ayam, suara azan, posisi
bintang-bintang, perhitungan waktu shalat dengan menggunakan rumus-rumus
ilmu falak dan sebagainya. Orang yang tidak sanggup berijtihad karena
tidak mengetahui tanda-tanda terkait dapat bertaqlid mengikutu ijtihad
orang lain.[3]
d. Menghadap Kiblat
Para
ulama telah ijma’ mengatakan bahwa tidak sah shalat tanpa menghadap
qiblat. Orang yang melakukan shalat harus menghdap dadanya ke qiblat.
Yang hal ini tertera dalam nas Al-Qur’an yang berbunyi :
Palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu kearah qiblat. (Al-Baqarah/2: 144).
D. Shalat yang Wajib di Lakukan Oleh Mukalaf
Shalat
yang wajib bagi tiap-tiap dewasa (mukallaf) yang berakal sehat ialah
lima kali sehari semalam, yakni shalat dhuhur, ashar, mghrib, isya’ dan
subuh yang hal ini berkumpul semuanya sebagai kesatuan hanya pada ajaran
dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Dan kefardhoan shalat yang lima wktu itu
di turunkan malam isro’ malam 27 buln rajab tahun 3 bulan terhitung
semenjak Muhammad diangkat menjadi Rasul.[4]
E. Struktural Shalat Nabi
Berangkat dari sebuah hadits yang berbunyi :
صلواكمارايتموانى اصلى
Yang mempunyai arti “Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat“.
Hadits
tersebut mencerminkan, beliau sangat khawatir, kepada umatnya, tidak
lagi mampu melakukan shalat sebagaimana pernah dikerjakannya, tentu
beliau dalam melakukan shalat tidak saja sekedar jungkar-jungkir tanpa
mempunyai makna yang dalam bagi kahidupannya, sehingga secara teori
dengan gamblang diterangkan bahwa shalat adalah ibadah yang utama dan
sebagai penentu seluruh amalan lainnya.
Agar
tingkat kekhawatiran Rasulullah saw tidak menjadi kenyataan, dibawah
ini diterangkan bagaimana shalat pernah dilakukan beliau secaa utuh dan
bernilai bagi kehidupan.
Pertama,
shjalat berbentuk struktural, yaitu shalat wajib yang dilakukan lima
kali sehari semalam, yaitu subuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isya’ yang
dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam. Adapun di luar itu bersifat sunnah, baik yang muakkat
maupun yang sunnah biasa.pembahasan disini dikhususkan pada masalah
shalat wajib, dan dampak siklus rutinitas sehari-hari, sehingga
terbentuk kehidupan manusia proaktif dan berkembang secara dinamis
menuju kehidupan yag lebih baik.
Shalat struktural merupakan bentuk shalat vertikal, yaitu hablum minallah
(hubungan manusia dengan Tuhan Allah swt). Sedangkan shalat struktural
ada tiga pokok utama sebagai satu paket yang harus dilakukan secara
utuh, yaitu : Wudhu, shalat dan do’a.[5]
- Wudhu
Wudhu
menurut bahasa indonesia, mensucikan diri sebelum shlat dengan membasuh
muka, tangan, sebagian kepala dan kaki. Sedangkan menurut bahasa Arab,
berasal dari kata wadhua-wudhuuan, yang berarti bersih. Jadi
wudhu adalah bersuci atau membersihkan anggota badan sesuai dengan
syari’ah islam yang telah ditentukan.
Pelaksanaan wudhu dilakukan atas dasar perintah Allah swt:’ Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai kedua mata kaki dan jika kamu junub, maka mandilah
dan jika kamu sakit atai dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus/WC) atau menyentuh perempuan, lalu jika kamu tidak
mendapat air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik, sapulah mukamu
dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak akan menyulitkan kamu tetapi
dia hendak memberishkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu
supaya kamu bersyukur“.
- Shalat
Shalat struktural yang pernah dilakukan Nabi sawdengan urutan sebagai berikut :
1. Takbir
Shalat
langsung diawali dengan takbir, sebab dasaat mau mengambil ir wudhu,
otomatis pada waktu itu niat shalat telah berlaku, sebab wudhu yang
dilakukan memang diperuntukkan niat untuk shalat. Setelah wudhu dengan
sempurna, langsung berdiri menghadap ke kiblat dan takbir.
2. Iftitah
Setelah takbir dengan sempurna dalam posisi sendekap, langsung membaca do’ iftitah. Do’a
ini banyak jenisnya, sebab Nabi saw pernah melakukan berbagai macam.
Pelaku shalat dapat memilih slah satu diantara yang ada, sesuai dengan
kelonggaran waktu yang dimiliki, apabila waktunya panjang, dapat memilih
yang panjang dan sebaliknya jika waktunya sempit, boleh memilih yang
pendek.
3. Membaca Al-Fatihah dan Salah Satu Surat Al-Qur’an
Setelah
selesai membaca do’a iftitah, langsung membaca al-fatihah dan posisi
gerakannya tetap seperti disaat iftitah. Membaca al-fatihah ini mutlak,
sebagaimana sabda Nabi saw :
عن عبادة بن الصامت قال, قال رسول الله صلعم لا صلاة لمن لم يقرأ بأم القران
Dari
‘Ubadah bin Shamid, i berkata : Telah bersabda Rasulullah saw.: Tidak
ada shlat (tidak syah) bagi orang yang tidak membaca ummul Qur’an
(Al-Fatihah) (HR. Bukhari Muslim).
Setelah selesai
membaca Al-Fatihah, langsung membaca salah satu surat atau ayat
Al-Qur’an dan posisi gerakannya sama (sendekap) sebagaimana disaat
membaca Al-Fatihah. Usahakan memilih surat atau ayat yang difahami
maknanya agar dapat menjiwai disaat membaca, adapun panjang pendek surat
(ayat) disesuaikan dengan kelonggaran waktu.
4. Ruku’
Setelah selesai membaca salah satu surat (ayat), lalu takbir “Allahu Akbar”,
dan langsung badan membungkuk hingga kedua tangan diletakkan pada kedua
lutut kaki. Adapun bacan yang pernah dilakukan Rasulullah saw juga
banyak jenisnya, dibolehkan memilih salah satu, sesuai kelonggaran
waktu. Do’a tersebut sebagai berikut :
a. Do’a ruku’ yang pernah dibaca Rasulullah saw :
سبحان ربي العظيم
Maha suci Tuhanku, tuhan yang Maha Besar (HR. Muslim dan Ashabus Sunan).
Rasulullah
saw, kadang-kadang berlama-lama ruku’ membaca do’a sepuluh kali tsbih
ini, kadang lebih dari itu dan sekurang-kurangnya 3 kali, sebab kalau
ada keperluan beliau menyegerakan shalatnya.
5. I’tidal
Setelah ruku’
dilakukan dengan sempurna, lalu bangun sambil mengangkat tangan
sebagaimana cara bertakbir, kemudian tangan lurus dengan badan dan
bacaannya sebagai berikut :
سمع الله لمن حمده
Mudah-mudahan Allah mendengar pujian orang-orang yang memuji-mujinya (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abi Daud dari Ali ra).
6. Sujud
Setelah
membaca do’a I’tidal langsung bersujud dengan cara meletakkan kedua
lututnya terlebih dulu ke depan, kemudian baru meletakkan kedua
tangannya di samping kiri-kanan kepala dan jari-jari tangan rapat sama
dengan di saat takbir.
7. Duduk di antara dua sujud
Setelah sujud selesai dengan sempurna, lalu duduk iftirasy
dengan cara melipatkan kaki kiri dan meletakkan punggung (pantat)
atasnya serta menegakan kaki kanan serta menghadapkan ujung-ujung anak
jari ke kiblat.
8. Duduk takhiyat atau tasyahud
Setelah selesai semua prosesi rakaat pertama dan kedua, langsung duduk takhiyat atau tasyahud
dengan cara kaki kiti diletakkan di bawah kaki kanan, sebagaimana
posisi duduk diantara dua sujud dan ia genggam tangannya dengan isyarat
telunjuknya.
9. Salam (takhiat akhir)
Selesai tasyahud akhir langsung salam, dengan cara menoleh kekanan dan kekiri sambil membaca :
السلام عليكم ورحمة الله
- Do’a
Adapun do’a yang sering Rasulullah baca ketika selesai shalat ialah sebagai berikut :
لا
اله الاالله واحده لاشريك له, له الملك وله الحمد وهو على كم شئ قدير,
اللهم لا مانع أعطية ولا معطي لما منعت ولاينفع ذالجد اللهم انى اعوذبك من
البخل واعوذبك من الجبن واعوذ بك من ان ارد الى ارذل العمر واعوذبك من فتنة
الدنيا واعوذبك من عذاب القبر اللهم انت لسلام ومنك السلام بتاركت ربنا
ياذالجلال والاكرام
Setelah
slesai seluruh prosesi shalat yang mulai dari takbir hingga salam,
kemudian membaca do’a-do’a sesuai dengan contoh Rasulullah saw atau
dapat juga ditambah asalkan riwatnya sah. Do’a sesuadah shalat yang
pernah dilakukan Rasulullah saw,:
„Tidak
ada Tuhan kecuali Allah sendiri, tiada sekutu baginya, kepunyaan-Nyalah
sekalian kerajaan dan bagi-Nyalah sekalian pujian dan ia di atas
sesuatu amat berkuasa. Wahai Tuhan yang tidak ada yang bisa menghlangi
apa yang engkau beri dan tidak ada yang bisa menarik manfaat dari padamu
untuk si kaya“ (HR. Muttafaqun’Alaih). “Wahai
Tuhanku, aku berlindung kepadamu dari pada kebakhilan dan aku
berlindung kepadamu dari pada ketakuta, dan aku berlindung dari padamu
daripada umur yang pikun dan aku berlindung kepadamu daripada percobaan
hidup dan aku berlindung kepadamu dari azab kubur“ (HR. Bukhari). “Wahai Tuhan, tolonglah aku untuk dapat mengingatmu dan berterima kasih kepadamu dan beribadah yang baik kepadamu“ (HR. Abu Daud, Ahmad dan An-Nasa’i).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat kami simpulkan beberapa hal sebagai berikut :
v Shalat ialah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuataan yang di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam.
v Azan
merupakan sebuah pemberitauan terhadap orang muslim untuk melaksanakan
perintah Allah, yakni shalat yang hal itu merupakan sebuah kesunnahan
sebelum melaksanakan shalat.
v Shalt
merupakan suatu kewajiban bagi ummat islam, akan tetapi ketika
seseorang hendak melksanakan shalat ada beberapa hal yang harus di
penuhi dalam pelaksanaan shalat tersebu yakni, islm, baligh, dan suci
ketika empat syarat tersebut tidak tepenuhi kma gugurlah shalat
seseorang itu.
v Shalat
merupakan salah satu interaksi antara Tuhan dengan hambanya, kan tetapi
shalat di anggap sah ketika terpenuhi syarat shah shalat, yang di
antaranya ialah suci bdan, dari hadats dan najis.
v Shlat yang wajib di wajibkan oleh tiap mukallaf ialah dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh.
v Shalat
struktural merupakan bentuk shlat vertikal, yaitu hablum minallah
sedangkan shalat struktural ada tiga pokok utama sebagai satu paket yang
harus dilakukan secara utuh yaitu, wudhu’, shalat dan do’a.
DAFTAR PUSTAKA
Rasyid Sulaiman, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994).
Nasution Lahmuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999).
As’ad Aliy, Fathul Mu’in (Kudus : Menara Kudus, 1979 M).
Abdul Karim Nafsin, Menggugat Orang Shalat Antara Konsep dan Realita (Mojokerto : C Al-Himah, 2005).
No comments:
Post a Comment