LANDASAN
TEORI
A.
Akhlakul Karimah
Seperti yang dikemukakan didepan akhlak secara ringkas bermakna
suatu sikap mental dan laku perbuatan yang luhur. Akhlak adalah produk darii
jiwa tauhid, pancaran dari hati yang berjiwa tauhid.[1]
Dengan
akhlak ini kehidupan manusia baik dalam bermasyarakat maupun ibadah akan
mengalir tenang damai bahkan langgeng.
وانّما الامم
الاخلاق ما بقيت.... وان همواذهبت اخلاقهم ذهبوا
Artinya: "Bahwasannya bangsa itu bisa bertahan selama mereka memiliki akhlak
maka bila akhlak itu lenyap dari mereka, merekapun akan lenyap pula.”[2]
Allah
mengutus Nabi Muhammad SAW selain untuk menyerahkan dan menyebarkan agama islam
juga untuk menyempurnakan akhlak. Mengapa demikian? Ya karena tanpa akhlak yang
mulai islam tak akan mudah diterima, Faktanya bahwa karena selain islam ada
agama yan paling cocok dengan kondisi baik fisik maupun ruh manusia juga agama
yang lembut, tanpa paksaan, bleran dan manusiawi, akhlak beliaulah yang lebih
banyak menari orang jahiliah untuk memeluk agama islam.
انّمابعثت لأتميّم
مكارم الاخلاق
Artinya: “Bahwasannya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR AL-Hakim)[3]
Bagaimana tidak akhlak beliau mampu menyedot pemuda-pemuda Quraisy
memeluk islam yan begitu sempurna. Beliau begitu amanah, menyebar, penyayang
selalu menepati janji, jujur, pemberani, pemaaf dan banyak lagi sifat sempurna
yang beliau miliki yang telah terbukti dalam kehidupan beliau. Kita tau semua
itu melalui hadis-hadis shahih, aftsar, marfu; Hasan yang diriwayatkan oleh
para sahabat-sahabat beliau.
Sebagai bukti, Dikisahkan suatu saat sayidina ali karomallah hu wajhah, terjun kemedan
perang, belia menghadapi seorang kafir. Pertempuran antara beliau dan si kafir
berlangsung sengit, hingga aklhirnya sayidina ali dapat memojokkan si kafir,
sayidin ali hampir membunuh si kafir,
pedang telah terhunus hampir menyentuh kulit si kafir, ketika tiba-tiba si kafir
meludahi wajah sayidina ali seraya memaki-maki.
Merahlah wajah sayidina ali karena marah, namun anehnya, bukannya
meneruskan lesat pedangnya, sayidina ali malah mengurungkan niatnya untuk
membunuh si kafir, tentu saja hal itu membuat heran si kafir lantas dengan rasa
penasaran yang amat besar si kafir bertanya: “Kenapa kau tak jadi membunuhku?
“Ya, karena kalau akku membunuhmu, itu karena diriku yang sedang
marah bukan karena allah, bukan untuk membela agama allah”
Cairlah hati si kafir demi mendengar jawaba sayidina ali yang
begitu arif, tidak terbawa nafsu pada”Tuhannya” oleh sebab itu islamlah si
kafir ditangan sayidina ali karomallahu wajhah.
Bila Syidina Ali selaku umatnya saja begitu, mulia akhlakny,
apalagi Nabi sendiri sebagai khabibullah, rosullullah serta rahmatalil alamin
selaku pendiri dan tauladan akhlak karimah.
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya; “Sesungguhnya Telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.”[4]
Sebagai
suri tauladan yang baik, Nabi Muhammad memiliki budi pekerti bak Al-Qur’an, beliau ibarat al-qur’an
berjalan, akhlak beliau bersumber dari wahyu ilahi yang terhunjam dalam jiwa.
Hak ini dikemukakan oleh Sayidah Aisyah Ra, sebagai seorang istri tentu sayidah
aisyah ra tau betul akhlak beliau, hingga tak perlu diragukan kebenarannya.
Kala
itu saat bin hisyam: aku menghadap sayidah aisyah ra dan aku bertanya padanya
tentang akhlak rosulullah SAW? Aisyah ra bertanya: apakah kamu membaca
al-quran, aku menjawab ya, aku membacanya, aisyah ra berkata:
خلقه القران
Artinya: “Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.”[5]
Pengakuan akan
kemulyaan akhlak beliau tak hany datang dari sesama saudara, istri dan sanak
keluarga, pengakuan semacam itu juga diberikan oleh allah azza wazalla pada
sang junjungan melalui firmannya:
وانّك لعلى خلق عظيم
Artinya: “Dan sesungguhnya
kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam 4)
Tak
perluheran mengapa sang junjungan kita memiliki akhlak yang begitu agung, sudah
barang tentu semua itu beliau sandang, karena beliau merupakan tauladan bagi
kita, merupakan panutan serta penyeru kita kepada kejayaan. Selain itu sebab
beliau begitu agung budi pekertinya, karena beliaulah satu-satunya manusia
dimuka bumi ini, disepanjang zaman, dari zaman azali hinggan zaman zal-zalah
yang penting memahami kandungan Al-Qur’an, yang sempurna mengamalkan isi
kandungan Al-Qur’an.
Di dalam al-quran diterangkan bagaimana kita harus berbakti kepada
kedua orang tua, bagaimana kita merawat anak, bagai mana kita menyantuni fakir
miskin dan anak yatim, bagaimana kita harus terus menyambung persaudaraan,
bertetangga dan masih banyak lagi.
Ada larangan mencuri, memakan harta riba, menggunjung, bohong,
sombong, berlebih-lebihan, adu domba, hasut, zina. Didalam Al-Quran semua dasar
hukum ada dari yang sepele hingga yang pelik semua sudah diternagkan oleh allah
dal Al-Quran.
Tak seperti koran yang hanya memuat berita-berita yang telah lalu
serta perkiraan-perkiraan yang belum bisa dipertanggung jawabkan. Al-Quran
sebagai mukjizat nomer satu, sebagai pedoman sebagai sumber akhlakul karimah
dan sebagai dasar hukum. Memuat berita-berita zaman dahulu, zaman ketika
manusia seperti kita bahkan alam semesta ini belum diadakan berita-berita masa
kini dan berita yang akan datang secara pasti untuk memperatebal iman dan takwa
kita, untuk mencetak jiwa tauhid yang kuat untuk melahirkan raga-raga mulia
karena akhlaknya yang mulia lantaran jiwa tauhid yang memancar dalam sikap, tingkah dan polehnya
dalam bermasyarakat, berkeluarga dan beribadah pada tuhannya yakni Tuhan Allah
Azza wajalla Sang Raja Di Raja, sumber kebaikan dan kemenaran, dzat mulia tanpa
cela.
Amir Syakib Arsalan Menyatakan: “Apabila seorang membangun
sebuah gedung besar, indah kokoh dan kuat, memenuhi syarat-syarat kesempurnaan,
dengan sendirinya orang itu memerlukan bermavam-macam permadani dan perkakas
rumah yang elok bikinan dan keluaran berbagai negeri. Dia menghendaki
sekeliling rumahnya taman bunga yang mekar menguntum, pohin rindang tempat
perlindung. Sesgala usaha dilakukannya untuk mencapai keindahan yang sempurna.”
Akan tetapi kalau rumah sudah buruk dan tua, atapnya sudah bocor
dindingnya sudah runtuh dan atapnya sudah jatuh,dan tidak ada bekal pula untuk
memperbaikinya, apakah tergetar hatinya hendak membeli permadani yang indah,
piring, cangkir yang bagus dan kursi yang molek?
Pasti tidak, sebab, barang siapa yang serba kekurangan dalam urusan
yang pokok, tentu tidak merasa berkepentingan kepada bahan yang tidak pokok.
Umat islam, yang lemah, yang tidak tahu mana yang mutlak perlu baginya, aqidah
dan tauhidnya lemah, iman dan pengertiannya tipis, pasti tidak dapat dibaca
kepadanya kemajuan dan peradaban.
Akhlak islam sudah rusak, hingga hampir memutus asakan untuk
memperbaikinya. Kecuali kalau tumbuh angkatan baru yang memulai lagi membangun
umat ini.
Pancaran iman dan taqwa itulah yang menerangi jalan hidup manusia,
tingkah laku manusia bermasyarakat dan bernegara. Tingkah laku yang
dikendalikan oleh iman dan taqwa inilah yang dinamakan akhlakul karimah.[6]
B.
Akhlak, Iman Dan Taqwa
Seperti uraian diatas akhlak tak akan pernah lepas dari iman dan
taqwa.
يا ايّهاالذين
امنواتقواالله حقّ نقته ولاتمو تنّ الاوانتم مّسلمون
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman!
Bertaqwalah kamu kepada allah, dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah kamu
mati, melainkan dalam menganut Islam.” (Qs. Ali-Imran 102)[7]
يا ايّهاالذين امنوا اتقواالله
وقولوقولاشديدا، يصلح لكم اعمالكم ويغفرلكم ذنوبكم،ومن يّطع الله
ورسوله فقدفازفوزاعظيما
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman!
Bertaqwalah kepada allah dan berkatalah dengan ucapan yang tepat dan jitu.
Niscaya allah akan membimbingmu pada amal yang bai, dan mengampuni dosa-dosamu.
Barang siapa patuh pada allah dan rosulnya. Sesungguhnya dia telah memperoleh
kemenangan yang besar.” (Qs. Al-Ahzab: 70-71)[8]
Dari kedua ayat diatas jelaslah bahwa antara iman dan taqwa seakan
tak terpisahkan. Sebab taqwa tak akan pernah lahir di hati yang tak imin, hanya
dalam hati orang-orang brimanlah taqwa akan tumbuh. Semakin kuat iman dan
keyakinannya pada allah maka taqwa pada allah akan tumbuh subur, rindang serta
berbuah lebat dalam dadanya
Dari
surat Al-Ahzab diatas tepatlah pendapat yang menyatakan bahwa tingkah laku yang
didasari Iman dan Taqwa itu adalah akhlakul karimah. Disana Allah berfirman
bahwa dengan Iman dan Taqwa Allah akan membimbing kita pada amal-amal yang baik
termasuk tingkah laku yang baik, ringkasnya orang yang beriman dan bertaqwa
senantiasa diliputi kebaikan.
Untuk menumbuhkan sebenar-benar Taqwa dalam
jiwa kita perlu tinjau seberapa bening Iman kita kepada Allah. Pada hal-hal
ghaib yang diciptakan Allah dimasa Azali maupun kelak.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis yang
panjang, dan ringkasnya adalah sebagai berikut:
... قال فأخبرني عن الإيمان.
قال: ان تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الاخر وتؤمن بالقدر خيره وشره... الحديث
Artinya: “Lelaki itu berkata: lalu cobalah ceritakan
kepadaku tentang Iman. Beliau (Nabi) SAW menjawab: Anda percaya kepada Allah
dan malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan hari kemudian,
serta anda percaya kepada kepastian Allah, yaitu kepastian yang baik dan
buruk...” (H.R. Muslim)[9]
Secara rinci Iman seperti yang kita
pelajari sejak kanak-kanak yaikni Rukun Iman ada 6, yaitu:
1. Iman Kepada Allah SWT
2. Iman Kepada Malaikat-malaikat Allah
3. Iman Kepada Kitab-kitab Allah
4. Iman kepada Utusan Allah
5. Iman Kepada Hari Akhir
6. Iman kepada Qadha dan Qadar
Apabila kita mengimani keenam Rukun iman di
atas yang berarti kita ini seorang yang beriman secara menyeluruh Insya Allah
rasa taqwa akan munculu di dasar hati yang akan memancar dalam kehidupan
sehari-hari kita, baik dalam hubungan dengan sesama manusia maupun hubungan
dengan sang Khaliq, yang pada akhirnya akan membawa kita –orang yang beriman
dan bertaqwa- mengecap nikmatNya Nirwana (Syurga)
الجنة للمتقين
Artinya: “Surga itu untuk orang-orang yang bertaqwa.”[10]
Dalam ayat lain dijelaskan
ثم ننجّى الذين اتقوا ونذر
الظالمين فيها جثيا
Artinya: “Kemudian kami akan menyelamatkan orang
–orang yang bertaqwa dan mebiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka,
dalam keadaan berlutut.”[11]
Sungguh mulia kedudukan orang yang bertaqwa
di sisi Allah SWT sehingga Allah menciptakan surga untuk mereka. Allah itu Maha
Adil, memperlakukan makhlukNya sesuai kodrat manusia itu sendiri, hanya saja
kita tidak pernah menyadari, sama halnya Islam Agama yang diridlaiNya
mengajarkan keadilan, persamaan kedudukan, dan saling menghargai. Namun Allah
memberi nilai lain atau nilai plus pada orang-orang yang bertaqwa. Dalam Al
quran disebutkan.
ان اكرماكم عند الله اتقاكم
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi
Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kamu sekalian.” (Qs. Al
Hujurat: 13)
Sengguh mulia kedudukan orang-orang yang
bertaqwa di sisi Allah, bagaimana tidak mulia, bila di setiap waktunya. Ia
senantiasa taat padaNya, menjalankan perintahNya, menjauhi laranganNya yang
memancing murkaNya. Ia senantiasa mencari ridlaNya di setiap detak jantung dan
desah nafasnya, tidak sekalipun dalam hidupnya berbuat kasih dan bermaksiat
padaNya kecuali lekas bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya.
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqç/qè? n<Î) «!$# Zpt/öqs? %·nqÝÁ¯R 4Ó|¤tã öNä3/u br& tÏeÿs3ã öNä3Ytã öNä3Ï?$t«Íhy öNà6n=Åzôãur ;M»¨Zy_ ÌøgrB `ÏB $ygÏFøtrB ã»yg÷RF{$# tPöqt w Ìøä ª!$# ¢ÓÉ<¨Z9$# z`Ï%©!$#ur (#qãZtB#uä ¼çmyètB ( öNèdâqçR 4Ótëó¡o ú÷üt/ öNÍkÉ÷r& öNÍkÈ]»yJ÷r'Î/ur tbqä9qà)t !$uZ/u öNÏJø?r& $uZs9 $tRuqçR öÏÿøî$#ur !$uZs9 ( y7¨RÎ) 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ÖÏs% ÇÑÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia;
sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil
mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan
ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."[12]
Diawali dengan taubat ini, seorang yang
beriman yang pernah lalai atas perintahNya lantas menghentikan kemaksiatan itu
dengan diikuti dengan perbuatan taat sehingga orang yang pernah maksiat
kemudian taubatan Nasuha akan lebih taat padaNya dibandingkan dengan seorang
yang belum pernah melakukan kemaksiatan sama sekali. Karena di setiap waktu dan
hembusan nafas, seorang senantiasa dihantui rasa menyesal dan berdosa, ia
senantiasa ingin menebus kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya dan akan
ditebus dengan perbuatan baik.
Hal semacam itu lambat laun akan membentuk
hati dan kepribadiannya, ia akan menjadi seorang muslim yang beriman sekaligus
bertaqwa, memiliki budi pekerti luhur, perasaan yang halus, santun, dan tentu
menjadikan orang-orang disekitarnya merasa aman.
عن ابي ذر جندب بن جنادة
وابي عبد الرحمن معاذ ابن جبل رضي الله عنهما عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن. رواه الترمذي
وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح
Artinya: “Dari Abu Dzar, Jundub dan BAu Abdir Rahman,
Mu’adz bin Jabal r.a. Dari Rasulullah SAW bersabda: takutlah kalian kepada
Allah dimana saja berada! Dan iringlah amal kejahatan dengan amal kebaikan
niscaya tindak kejahatan kelian itu akan terhapus, dan berperanglah kalian
kepada manusia dengan perangai yang baik.” (H.R. Tirmidzi, dan berkata Ini
Hadits Hasan, dan pada sebagian lainnya mengatakan Hadits Hasan atau Shahih)[13]
C. Iman dan Taqwa Melahirkan Akhlak-Akhlak Mulia
1. Cinta Sesama
عن ابي حمزة انس ابن مالك رضي الله عنه خادم رسول الله صلى
الله عليه وسلم عن النبي صلى الله عليه وسلم قال لايؤمن احدكم حتى يحب لاخيه ما يحب
لنفسه. رواه البخاري ومسلم
Artinya:
“Diriwayatkan dari Abu Hamzah Anas bin Malik r.a. pesuruh Rasulullah SAW, dari
beliau SAW bersabda: Tidak sempurna Iman salah seorang dari kalian sehingga dia
mencintai saudaranya bagaikan dia mencintai kepada dirinya sendiri.” (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas, jelas diserat bahwa bila seorang
tidak mencintai saidaranya bagaikan ia mencintai dirinya sendiri, maka Imannya
belum bisa dikatakan sempurna. Imannya hanya sekedar Iman lisan, dan belum
dapat berasuk dan meresap hingga ke dasar jiwa.
Seorang yang beriman dengan buah taqwa akan senantiasa
hidup dengan dasar Alquran dan Assunah, Ijma, Qias, dan Hati nurani. Karena
pada dasarnya manusia itu hidup dilengkapi dengan hati nurani yang bisa
membedakan antara yang benar dan yang bathil. Bila hati bersih dan berkemauan
jujur sesungguhnya tanpa banyak belajar ilmu akhlak maupun ilmu-ilmu yang lain,
kita sudah dapat hidup senada dengan aturan yang ada. Kita bisa menilai baik
dan buruk, diridhai Allah dan mendatangkan murkaNya. Hati nurani kita mampu
melakukan semua itu, hanya saja sering mengabaikan seruan hati nurani dan lebih
suka menuruti hawa nafsu, dan sayang beribu sayang dengan demikian, lambat laun
ketajaman dan kebersihan hati nurani akan terkontraminasi.
Demikianlah hati orang yang beriman yang mengamalkan
Alquran, Hadits, Ijma, dan Qias akan mencintai sesama bagai mencintai raganya.
2. Tolong Menolong
Selain melahirkan rasa cinta kepada sesama, Iman dan
Taqwa juga melahirkan sikap tolong menolong dalam kebaikan. Saling menasihati
apabila ada yang berbuat kemunkaran. Ia tidak ingin saudara selamanya tersesat,
ia ingin kelak di akhirat semua orang Islam bertemu di surga, ia ingin Islam
berjaya dengan pemeluk-pemeluknya yang benar-benar memahami ajaran Islam dan
mengamalkannya secara Kaffah. Ia tidak ingin dikatakan munafik dengan
mengabaikan dan membiarkan orang berlaku munkar. Dalam Alquran disebutkan:
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 crâßDù't Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# cqßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# cqè?÷sãur no4qx.¨9$# cqãèÏÜãur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷zy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îÍtã ÒOÅ3ym ÇÐÊÈ
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[14]
selain ayat tersebut di atas, terdapat ayat lain yang
menyebutkan:
tbqà)Ïÿ»uZßJø9$# àM»s)Ïÿ»oYßJø9$#ur OßgàÒ÷èt/ .`ÏiB <Ù÷èt/ 4 crããBù't Ìx6ZßJø9$$Î/ cöqpk÷]tur Ç`tã Å$rã÷èyJø9$# cqàÒÎ6ø)tur öNåkuÏ÷r& 4 (#qÝ¡nS ©!$# öNåkuÅ¡t^sù 3 cÎ) tûüÉ)Ïÿ»oYßJø9$# ãNèd cqà)Å¡»xÿø9$# ÇÏÐÈ
Artinya: “Orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah
sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan
mereka menggenggamkan tangannya.[15]
mereka Telah lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang
munafik itu adalah orang-orang yang fasik.”[16]
D. Jujur
Jujur tidak hanya kepada orang lain, justru yang perlu ditekankan disin
iadalah jujur pada diri sendiri. Pasalnya kebanyakan orang tidak sadar jika
dirinya terlampau sering mendustai diri sendiri, sebagai contoh: Seorang
mengaku mukmin namun ia meninggalkan zakat, puasa, shalat, dan tidak memenuhi
haq faqir miskin dan anak yatim, menyakiti tetangga, kerabat dan saudara
seiman, ia suka merangsang murkaNya, merangkai sebab akibat datangnya azab yang
pedih. Sedikit sekali ia memenuhi haq Allah yang pada diri kelak di akhirat,
pantaskah orang semacam itu kita sebut seorang mukmin? Sudikah kita berteman
dengannya, tak takutkah bila kita bergaul dengannya. Maka sangat masuk akal
apabila akhlak tercela luntur dan mengotori kita apabila kita bergaul dengan orang semacam itu.
Orang semacam itulah yang mendustai diri sendiri, membiarkan jiwa
tenggelam dalam kenistaan tanpa mengulurkan tangan untuk menyelamatkannya, ia
mengaku ini dan itu padahal pada kenyataannya sungguh bertolak belakang. Hal
seperti yang tersebut itulah yang disebut dengan mendustai diri sendiri bahkan
juga mendustai orang lain dan merugikan segalanya.
Ketahuilah bahwa dusta pada siapapun dan dimanapun dalam keadaan
bagaimanapun, pada hakikatnya ia malah mendustai diri sendiri, mungkir dari
kata hati, mengabaikan getar hati yang sesungguhnya senantiasa jujur.
Berkatalah yang jujur meskupun itu pahit, bahkan mengancam jiwa. Dan
katakanlah yang benar karena buah dari kejujuran itu teramat manis, apabila
ingin hati tenang, jiwa damai dan sejuk, maka jauhilah sekecil-kecil dusta.
Karena sekecil apapun dusta akan melahirkan dusta-dusta yang lain. Untuk
menutupi dusta yang pertama. Bila lisan telah berdusta maka jeratnya tak akan
mudah dilepas, semakin berkelit dan takut maka akn semakin kuat dusta menjerat.
Sesungguhnya laku dusta adalah perbuatan orang–orang munafik, perkataan
seorang pengecut, penakut dan lemah. Ia takut kenyataan hidupnya diketahui
orang, ia takut huna dan ingin selalu di atas. Maka untuk mencapainya ia
ciptakan satu dusta ke dusta yang lain untuk menutupi cacat dan aibnya. Ia
takut manusia mencelanya atas kenyataan yang ada. Sungguh celaka apabila semua
itu benar-benar terjadi, maka lambat laun seiring berjalannya waktu hati kan
dipenuhi dusta, noktahnoktah hitam yang kotori jiwa yang mematikan hati nurani.
Sungguh celaka teramat celaka bila hati telah mati.
قيل يا رسول الله ايكون
المؤمن جبانا، فقال نعم. فقيل له ايكون المؤمن بخيلا، فقال نعم. قيل له ايكون المؤمن
كذابا، قال لا.
Artinya: “Rasulullah SAW diminta untuk
memberikan jawaban atas pertanyaan: Mungkinkah seorang mukmin menjadi penakut?
Jawabnya: Ya, lalu mungkinkah menjadi kikir? Jawabnya: Ya, lalu mungkinkah
menjadi pendusta? Jawabnya: Tidak Mungkin.”[17]
قتل الخراصون
Artinya: “Sungguh celaka orang-orang yang
suka berdusta...”[18]
Sebaliknya jujur adalah perbuatan dan akhlak seorang pemberani jantan,
dan kuat. Ia berani menanggung malu dan hina atas kejujurannya, ia tak takut
bila perkataannya justru membahayakannya, apapun yang terjadi jujur itu
senantiasa membawa keselamatan, tidak datang di dunia, di akhirat Allah telah
menjajikannya.
Kejujuran akan membawa kemuliaan, baik di hadapan manusia maupun di
hadapan Allah SWT: Al Faqih bercerita dari Malik berkata bahwa Luqman Hakim
ditanya tentang prestasi apakah yangmengantarkan anda pada tingkat tertinggi,
dan jawab Luqman: Berkata benar, Menjalankan (Kewajiban) amanah, Tidak
Mencampuri urusan siapapun kecuali berhubungan denganku.
يا أيها الذين امنوا اتقوا
الله وكونوا مع الصادقين
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman
Bertaqwalah kepada Allah dan bergaulah dengan orang-orang yang jujur.” (Qs. At
Taubah: 119)
Secara ringkas, akhlak-akhlak yang dilahirkan iman dan taqwa teramat
benyak dan sangat sulit untuk mendeskrepsikan. Tentu memerlukan banyak halaman
untuk menguraikan akhlak tersebut. Diantara akhlak yang dapat tertulis dalam
Muallafah ini adalah: Rendah hati, Qana’ah, penyantun, amanah, peduli,
menghargai, menghormati, rela berkorban, toleran, tenggang rasa, zuhud, wara’,
pendiam, menjaga ucapan, tidak suka menggunjing, hasud, sombong, adu domba dan
masih banyak sifat-sifat terpuji yang lahir dari rahim iman dan taqwa.
E. Titian dari Iman dan Taqwa Menuju Budi Pekerti Luhur
Segala sesuatu pasti ada jalannya, jalan ke surga Shiratal Mustaqim
namanya. Jalan ke kota, jalan raya namanya. Untuk menuju ke kota kendaraan yang
kita butuhkan. Untuk menuju sukses, kendaraan kita adalah tekun dan beruntung.
Untuk menuju keberhasilan serta kejayaan kita perlu usaha, dan jalan menuju
budi pekerti luhur adalah mengetahuinya tahap demi tahap mengamalkannya pada
tiap-tiap tahap untuk meraih budi pekerti.
Berikut beberapa kewajiban yang mesti dilakukan untuk meraih pekerti
luhur yang bersumber dari wahyu ilahi menurut buya hamka, sebelum menginjak
tahab-tahab menuju mahabah, yahab yang lebih tinggi dan dan terperinci untuk
meraih kesempurnaan iman dan akhlak.
1.
Membersihkan
hati serta mensucikan hubungan dengan allah azza wajalla. Keyakinan semacam ini
harus terhunjam dalam-dalam, dalam hati dikerjakan, diamalkan serta disampaikan
pada orang lain. Seorang mukmin sejati hatinya tidak akan tenang kalau hanya ia
yang mengetahui memahami, dan mengamalkannya sementara orang lain terperosok
dalam kebodohan dan kesesatan. Membersihkan hati itu teramat penting karena
hati layaknya niat dalam beramal. Hati bagaikan raja segala sasuatu tergantung
pada hati. Bila hati telah bersih Insya Allah kita dapat meraih ikhlas dalam
beramal dan ridha akan ketetapan Allah yang akan membawa kita pada maqam
ma’rifat yang membawa badan berlaku sesuai dengan Alquran dan Hadits. Secara
tidak langsung menuntun jasmani bergerak luas, meliak-liuk seirama dengan
dendang musik Islam.
2.
Memperhatikan
seluruh perintah dan larangan agama. Perintah agama selain untuk menyucikan
jiwa dan menyempurnakan jiwa, pada hakikatnya adalah untuk kepentingan kita
sendiri. untuk keselamatan kita sendiri di hari kelak, orang-orang yang kita
cintai dan kita sayang i lari dari kita karena takut diminta pertanggung
jawaban atas apa yang telah dikerjakan selama di dunia. Takut menerima balasan
dari amal-amal yang tercela. Dan bila kita taat menjalankan perintah agama
tentu kita akan selamat dari siksa dan pertanggung jawaban yang pedih. Sama
halnya dengan larangan agama, pada hakikatnya adalah sebuah benteng dimana
benteng tersebut berfungsi menyelamatkan kita dari siksa yang nyata dan kekal.
Membatasi dan mengungkung kita dalam keselamatan, mengisolasi kita dari jilatan
api neraka. Bila tahu akan semua aib itu, masihkah kita akan mendekat –apalagi
berbaur- dengan api neraka dan siksaannya, membelai dan merawatnya hingga raga
kelak akan hanyut dan nista dalam belaian panasnya. Sungguh celaka orang yang
sedemikian, dimana akal dan fikirannya hingga merelakan jiwa dan raga dijadikan
budak syaitan dan nafsu. Namun, sungguh kebanyakan orang tertawa dalam perilaku
nista, dan Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Pengampun atas segala dosa.
úïÏ%©!$#ur #sÎ) (#qè=yèsù ºpt±Ås»sù ÷rr& (#þqßJn=sß öNæh|¡àÿRr& (#rãx.s ©!$# (#rãxÿøótGó$$sù öNÎgÎ/qçRäÏ9 `tBur ãÏÿøót UqçR%!$# wÎ) ª!$# öNs9ur (#rÅÇã 4n?tã $tB (#qè=yèsù öNèdur cqßJn=ôèt ÇÊÌÎÈ
Artinya: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji
atau menganiaya diri sendiri[19],
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa
lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.”
Ketahuilah bahwa seandainya seluruh
penduduk bumi terdiri dari orang-orang yang taat menjalankan perintah agama,
perintahNya itu sama sekali tidak akan menambah keagungan Allah SWT. Dan
apabila seliruh penduduk bumi terdiri dari manusia nista yang senantiasa
berdusta, berbuat tercela dan merendahkan diri, itu juga sama sekali tidak akan
mengurangi keagungan Allah SWT. Percuma nama beragama jika tidak diiringi dengan
amalan. Banyak orang yang mengaku beragama Islam tetapi tidak mengerjakan
seluruh perintah agama atau tidak menghentikan larangannya. Orang yang demikian
selamanya tidak akan merasakan nikmatnya cinta menjadi orang Islam, tidak akan
mengecap nikmatnya kebahagiaan menjadi mukmin yang sejati.[20]
3.
Melawan
kehendak diri dan menaklukkannya kepada kehendak Allah. Maksudnya melawan hawa
nafsu dan mengalihkannya pada amal-amal ilahiyah. Memang tidak dapat dipungkiri
bahwa melawan hawa nafsu itu teramat berat. Ia musuh yang paling berbahaya,
paling licin dan licik, ia bak belut di dalam minyak pelumas, ia bagaikan musuh
yang paling dekat yang telah menjerat leher kita dengan panah, pedang atau apa
saja yang sewaktu-waktu dapat membantai dan melempar kita ke dalam kenistaan.
نفسي الى ما ضرني داعي
٭ تكثر استامي واوجاعي
كيف احتيالي من عدوي اذا
٭ كان عدوي بين اضلاعي
Artinya: “Nafsuku senantiasa mengajakku pada hal-hal yang membahayakan
dan memperbanyak penyakitku. Bagaimana caranya menghindar dari mush, jika ia
berada diantara tulang rusukku.”[21]
Dalam Alquran telah disebutkan bahwa nafsu
senantiasa mengaju kepada hal-hal yang dimurkaiNya, kecuali pada orang-orang
yang teguh iman dan diberi rahmat. Disebutkan dalam sebuah ayat Alquran.
* !$tBur äÌht/é& ûÓŤøÿtR 4 ¨bÎ) }§øÿ¨Z9$# 8ou$¨BV{ Ïäþq¡9$$Î/ wÎ) $tB zOÏmu þÎn1u 4 ¨bÎ) În1u Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇÎÌÈ
Artinya: “Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
penyanyang.”[22]
Sebenarnya, nafsu itu saat memiliki
keinginan ia layaknya binatang piaraan, jinak dan manis seperti kusing. Saat
marah bagaikan binatang buas saat terkena musibah, persis seperti anak kecil,
disaat memperoleh kenikmatan bagaikan Fir’aun. Saat lapar seperti orang gila,
dan saat kenyang ia menjadi angkuh dan sombong. Jika anda membuatnya lapar maka
dia akan menjerit dan mengeluh. Dan jika lapar sudah tiada tertahankan baru ia
pasrah, tunduk serta memohon seperti pengemis yang kelaparan, memohon belas
kasihan.
Begitulah Nafsu, ia begitu hina dan celaka,
ia sombong dan angkuh, gemar menyeret orang-orang yang lemah iman ke dalam
jurang kenistaan. Ia tidak takut pada siksa neraka, tidak takut pada maut dan
keadilah Allah, bahkan ia berani mendustakan Tuhannya, sementara ia takut,
tidak diberi secuil roti. Maka lawanlah musuh besar kita dengan senjata secuil
roti, maka ia akan menjadi tunduk dan pasrah.
فالنفس راغبة اذا رغّبتها
٭ واذا ترد الى قليل تقنع
Artinya: “Nafsu akan merasa senang bila kau senangkan. Dan bila kau
kembalikan ia pada sesuatu yang sedikit, maka ia akan menerima.”[23]
Bila kita telah melawannya dengan roti,
maka cukupkanlah sekepal roti itu sebagai bekal untuk berbuat taat. Makanlah
hingga kita kuasa berdiri dan berbuat taat, jangan terlampau kenyang sehingga
nafsu kembali berjaya. Sesungguhnya nafsu bila telah tunduk, ia mampu taat
padaNya.
Seorang shalih berkata, karena teramat
buruk, hina, dan bodohnya nafsu. Jika ia ingin berbuat maksiat atau
membangkitkan syahwat, kemudian anda membelokkanya atau memohonkan pertolongan
untuknya kepada Allah SWT, para utusanNya, kitabNya, dan semua orang shalih di
masa dahulu diantara hamba-hambaNya, juga ketika dia dihadapkan pada kematian,
alam kubur, kiamat, surga, neraka, maka dia tidak mau mengikuti dan tidak mau
meninggalkan keinginannya. Namun apabila anda menghadapkannya dengan tidak
memberinya sepotong roti maka ia akan tenang dan mau meninggalkan keinginannya.
Sungguh betapa bodohnya nafsu yang tidak takut pada siksa, azab, dan neraka
tapi begitu tunduk dan patuh pada seopotong roti, lantas bagaimana dengan kita?
Tidakkah kita senantiasa menuruti hawa nafsu yang senantiasa menjerumuskan?
Betapa bodohnya kita yang mau saja didorong ke dalam lembah kehinaan serta
neraka Jahannam.
توقّ نفسك لا تأمن غوائلها
٭ فالنفس اخبث من سبعين شيطانا
Artinya: “Peliharalah Nafsumu, kamu tidak akan bebas dari
penghianatannya. Sebab satu nafsu lebih buruk dari pada tujuh puluh syaitan.”[24]
Demikianlah sedikit tentang nafsu yang
senantiasa mengajak kepada keburukan, karena nafsu adalah alat syaitan yang ada
dalam diri manusia untuk menyeret anak cucu Adam ke dalam neraka bersama-sama
dengan mereka (Iblis).
4.
Melawan
Musuh yang nyata. Usai kita tundukka musuh utama kita, barulah kita lawan
musuh-musuh yangmenginakan agama, yang melanggar batas, yang membangkang dan
memusuhi Islam. Coba kita perhatika hebatnya tenatara Salib, zending, dan missi
yang masuk ke tanah-tanah Islam, hendak membongkar bulan bintang dari puscak
masjid dan menukarnya dengan suara loteng. Melihat semua itu, bangkitlah jiwa
muslim. Muslim merasa wajib tampil mempertahankan umatnya, membela agama,
menyatakan kebenaran, dan mempertahankan agama. Ia rela mati demi agamanya,
nyawa seakan tak berharga asalkan Islam dapat berjata. Ia berjihad demi
mempertahankan keyakinan demi meraih maqam syahid. Itulah orang-orang terdahulu
yang rela mati demi agama dan keyakinan, sungguh bertolak belakang dengan pa
yang mencolok di mata, sungguh sekarang ayat-ayat Allah dijual dengan harga
yang teramat rendah. Pada masa sekarang keyakinan diganti dengan sekaleng roti,
sekardus mie instan, atau dengan sesuap nasi. Seperti ajaran Islam yang begitu
sempurna, tidak ada gunanya, seakan manusia telah buta hati sehingga ajaran
untuk zakat, infaq, menyantuni anak yatim, fakir miskin tidak lagi diamalkan.
Seberapa sulitkah menyisihkan serupiah dan
beribu rupiah untuk kaum dhu’afa, seberapa bakhilkah kita sehingga tidak mau
merelakan sesuap nasi dari sepiring nasi dihadapan kita demi mempertahankan
umat Islam. Apabila kita belum mampu menyerukan agama, berjuang menyadarkan
orang-orang kafir agar memeluk Islam, bukan sebaliknya membuat yang muslim
menjadi murtad.
اي الاعمال افضل؟ قال: الصلاة لوقتها وبر الوالدين والجهاد
في سبيل الله
Artinya: “Amal apakah yang paling utama? Jawab Rasulullah: Melakukan
shalat tepat waktu, dan berbakti kepada orang tua, serta jihad (perang) Sabil
(membela agama Allah).”
5.
Menegakkan
persaudaraan dalam Islam, tolong menolong antar sesama, saling menguatkan
antara satu dengan yang lain, bersatu padu melawan kebathilan, dan tidak
bercerai berai. Rasulullah SAW bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لاتحاسدوا ولا تباغضوا
ولا تدبروا ولا يبع بعضكم على بيع بعض وكونوا عباد الله اخوانا. المسلم اخو المسلم
لا يظلمه ولايخذله ولايكذبه ولايحقره. التقوى ههنا -ويشير الى صدره ثلاث مرات- بحسب
امرئ من الشر ان يحقر اخاه المسلم، كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه. رواه
مسلم.
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kalian saling dengaku, dan
jangalah kalian saling menipu, dan janganlah kaliang saling membenci, janganlah
kalian saling bermusuhan, dan janganlah sebagian diantara kalian dengan yang
lainnya menjual barang yang telah dijual kepadanya barangnya, dan jadilah
kalian wahai hamba-hamba Allah, orang-orang yang bersaudara (Hidup sebagai
saudara). Orang Islam adalah saudara orang Islam lainnya, tidak saling
menganiaya, dan tidak saling mengecewakan, tidak saling mendustai, tidak saling
menghina. Taqwa itu disini! “Beliau (Rasulullah) memberi isyarat ke dadanya
sampai 3 kali. Cukuplah jahat budi pekerti seseorang, penghinaannya terhadap
saudara yang muslim, setiap muslim terhadap muslim lainyya haram mengalirkan
darah, harta, dan perangainya.” (H.R. Muslim)
Bagaikan seikat sapu lidi, sesama muslim
kita harus menjaga tali persaudaraan dan persatuan karena Persatuan adalah
Kekuatan.[25]
Selain berdasar pada kaidah Persatuan
adalah Kekuatan, kita rujuka kembali bahwa Orang Mukmin adalah saudara Orang
mukmin yang lain. Dalam sebuah hadits disebutkan
المؤمن
للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا
Artinya: “Mukmin satu dengan yang lainnya bagaikan sebauh bangunan, yang
saling menguatkan satu dengan yang lainnya.”[26]
Di dalam perang, kita sangat memerlukan
persatuan, dalam olah raga, rumah tangga, organisasi, persahabatan, berteman,
perlombaan, kebersihan lingkungan, dan dalam segala hal kita tetap memerlukan
persatuan dan kesatuan. Beliau Sang junjungan berwasiat: “Bahwa tidak ada lagi
yang menyebabkan kebinasaan umat karena sudah cukup sempurna pengajaran yang
ditinggalkan, kecuali perselisihan dan persengketaan antar sesama yang
menyebabkan bercerai berai dan mendatangkan adzab yang menyengsarakan.”[27]
[13] Asrori,
Mizan, Jalan Menuju Surga Terjemah Hadits Al Arbain Nawawi, (Surabaya: Karya
Utama, t.t.), hlm. 118
[19] Yang
dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya
tidak Hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba.
menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya Hanya
menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.
No comments:
Post a Comment