SHALAT SUNAT
DHUHA
Sebelum tertuju pada arti shalat sunat dhuha, terlebih dahulu
mengetahui arti dari masing-masing kata yang ada. Yaitu terdiri dari 3 kata
baku: Shalat, Sunat, dan Dhuha, sedangkan untuk keterangan
arti masing-masing kata adalah seperti di bawah ini.
1.
Shalat
Secara harfiyah
arti shalat adalah do’a, namun menurut ahli fiqih shalat adalah suatu perbuatan
atau ibadah amaliyah dhohiriyah yang
mana diawali dengan takbirotul ihrom dan diakhiri dengan salam dengan
syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu. Gerakan-gerakan yang dilakukan adalah
sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh rasulullah SAW yang dijelaskan
oleh ulama-ulama ahli tafsir hadits sehingga penjelasan tersebut dijabarkan
lebih lanjut oleh ulama ahli fiqih, yang mana dasar dan penemuan ulama ahli
fiqih tersebut digunakan oleh kaum muslimin. Shalat terbagi menjadi 2 (dua)
yaitu shalat fardlu (wajib) dan shalat mandub (sunat).
2.
Sunat
Secara ringkas
Sunnah (Sunah, Sunat) adalah suatu ibadah tambahan. Contoh dari ibadah yang
mempunyai hukum sunat adalah Shodaqoh, Dzikir, Tasbih, dan lain sebagainya.
Secara bahasa arti sunnah (Sunah, Sunat) adalah [1]
a.
Jalan yang biasa ditempuh; kebiasaan;
b.
Aturan agama yang didasarkan atas segala apa yang dinukilkan dari
Nabi Muhammad SAW, baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun kebiasaan yang
tidak pernah ditinggalkannya;
c.
Hadis atau ucapan Rasulullah SAW
d.
Perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak
dikerjakan tidak berdosa.
a.
Menurut ulama’ ahli hadith yang dimaksud
dengan sunat ialah Perkataan-perkataan Rasul SAW,
perbuatan-perbuatannya dan taqrir-taqrirnya yang menerangkan pada apa-apa yang
berpokok di dalam Al Quran daripada hikmah-hikmah dan hukum-hukum.
b.
Menurut ulama ahli usul fiqh Sunat ialah Perkataan Nabi Muhammad SAW, perbuatannya dan ketetapannya.
c.
Ulama’ ahli hadith dan ulama’ ahli usul fiqh mengartikan sunnah dengan Segala sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad SAW, berupa perkataan-perkataan, perbuatan-perbuatan dan ketetapannya, dan segala sesuatu yang beliau cita-citakan untuk
mengerjakannya.
d.
Sebagian ulama’ memberikan pengertian sunnah dengan Jalan
yang ditempuh dalam agama kerana telah biasa dijalani oleh Rasulullah
SAW dan oleh para salafussoleh sesudah Rasulullah.
Pembagian hukum
sunat:[3]
a.
Sunnah muakkad
(sunnah yang dianjurkan)
Yaitu perbuatan
yang dibiasakan oleh Rasulullah dan jarang ditinggalkannya. Contoh: shalat
sunnah dua raka’at sebelum fajar.
b.
Sunnah ghairu
muakkad (sunnah biasa)
Yaitu sesuatu
yang dilakukan Rasulullah namun bukan menjadi kebiasaannya. Contoh: shalat
sunnah sebelum zhuhur yang kedua kali.
c.
Sunnah al
zawaid
Yaitu mengikuti
kebiasaan sehari-hari Rasulullah sebagai manusia. Misalnya, sopan santun dalam
makan,minum dan tidur.
3.
Dhuha
Secara harfiyah
(lughowi, bahasa) lafal dhuha mempunyai arti: Tampaknya waktu siang, Awal waktu
siang, Matahari, Terbitnya matahari, dan Kurban. Untuk mempersingkat
penjelasan, penulis memberikan batasan bahwa arti lafal dhuha adalah tampaknya
waktu siang yang ditandai dengan terbitnya matahari.
Nah, setelah mengetahui arti masing-masing kata baku yang ada, tiba
saatnya untuk mengenal lebih tentang shalat sunat dhuha. Arti Shalat sunat
dhuha adalah shalat sunat yang dilaksanakan ketika waktu siang mulai tampak
dengan ditandai dengan terbitnya matahari. Sedikit-sedikitnya hitungan raka’at
shalat sunat dhuha adalah 2 (dua) raka’at, jumlah maksimal adalah 8 (delapan)
raka’at, sedangkan sedikitnya dalam
kesempurnaan adalah 4 (empat) atau 6 (enam) raka’at. Waktu pelaksanaan shalat
sunat dhuha menurut pendapat yang terpilih adalah dimulai ketika matahari
muncul di ufuk timur sekira berukuran ¼ siang, yakni sekitar pukul 7.30 sampai
dengan waktu istiwa’ (persisnya matahari di atas bumi sehingga bayangan sesuatu
tidak tampak), yaitu waktu sebelum shalat dzuhur dimulai [4].
Ada yang berpendapat bahwa waktu shalat sunat dhuha adalah berdasarkan pada
hadits “Shalatnya
orang-orang yang bertaubat adalah pada saat berdirinya anak unta karena
teriknya matahari.” (HR. Muslim). Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin dan Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahumallah dalam Penjelasan Riyadush
Shalihin menjelaskan bahwa sholat yang dimaksud adalah sholat
Dhuha. Hadits ini juga menjelaskan bahwa waktu paling afdhal untuk melakukan
sholat Dhuha adalah ketika matahari sudah terik. Anak-anak unta sudah bangun
karena panas matahari itu diqiyaskan dengan pagi hari jam 08:00 AM, adapun
sebelum jam itu dianggap belum ada matahari yang sinarnya dapat membangunkan
anak onta. Selain hal waktu yang tersebut di atas, juga berdasarkan pada hadits
yang diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “Saya tidak pernah sama sekali
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan shalat
Dhuha, sedangkan saya sendiri mengerjakannya. Sesungguhnya Rasulullah SAW pasti
akan meninggalkan sebuah perbuatan meskipun beliau menyukai untuk
mengerjakannya. Beliau berbuat seperti itu karena khawatir jikalau orang-orang
ikut mengerjakan amalan itu sehingga mereka menganggapnya sebagai ibadah yang
hukumnya wajib (fardhu).”[5]
28 April 2012
[1] Sugono, Dendy, et, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2008) hlm.1555
No comments:
Post a Comment