Sunday, 29 April 2012

SHALAT SUNAT DHUHA


SHALAT SUNAT DHUHA




Sebelum tertuju pada arti shalat sunat dhuha, terlebih dahulu mengetahui arti dari masing-masing kata yang ada. Yaitu terdiri dari 3 kata baku: Shalat, Sunat, dan Dhuha, sedangkan untuk keterangan arti masing-masing kata adalah seperti di bawah ini.
1.      Shalat
Secara harfiyah arti shalat adalah do’a, namun menurut ahli fiqih shalat adalah suatu perbuatan atau  ibadah amaliyah dhohiriyah yang mana diawali dengan takbirotul ihrom dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu. Gerakan-gerakan yang dilakukan adalah sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh rasulullah SAW yang dijelaskan oleh ulama-ulama ahli tafsir hadits sehingga penjelasan tersebut dijabarkan lebih lanjut oleh ulama ahli fiqih, yang mana dasar dan penemuan ulama ahli fiqih tersebut digunakan oleh kaum muslimin. Shalat terbagi menjadi 2 (dua) yaitu shalat fardlu (wajib) dan shalat mandub (sunat).
2.      Sunat
Secara ringkas Sunnah (Sunah, Sunat) adalah suatu ibadah tambahan. Contoh dari ibadah yang mempunyai hukum sunat adalah Shodaqoh, Dzikir, Tasbih, dan lain sebagainya. Secara bahasa arti sunnah (Sunah, Sunat) adalah [1]
a.             Jalan yang biasa ditempuh; kebiasaan;
b.             Aturan agama yang didasarkan atas segala apa yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW, baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkannya;
c.             Hadis atau ucapan Rasulullah SAW
d.             Perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Sedangkan Definisi dari sunnah (Sunah, Sunat) adalah sebagai berikut. [2]
a.             Menurut ulama’ ahli hadith yang dimaksud dengan sunat ialah Perkataan-perkataan Rasul SAW, perbuatan-perbuatannya dan taqrir-taqrirnya yang menerangkan pada apa-apa yang berpokok di dalam Al Quran daripada hikmah-hikmah dan hukum-hukum.
b.             Menurut ulama ahli usul fiqh Sunat ialah Perkataan Nabi Muhammad SAW, perbuatannya dan ketetapannya.
c.             Ulama’ ahli hadith dan ulama’ ahli usul fiqh mengartikan sunnah dengan Segala sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad SAW, berupa perkataan-perkataan, perbuatan-perbuatan dan ketetapannya, dan segala sesuatu yang beliau cita-citakan untuk mengerjakannya.
d.             Sebagian ulama’ memberikan pengertian sunnah dengan  Jalan yang ditempuh dalam agama kerana telah biasa dijalani oleh Rasulullah SAW dan oleh para salafussoleh sesudah Rasulullah.
Pembagian hukum sunat:[3]
a.             Sunnah muakkad (sunnah yang dianjurkan)
Yaitu perbuatan yang dibiasakan oleh Rasulullah dan jarang ditinggalkannya. Contoh: shalat sunnah dua raka’at sebelum fajar.
b.             Sunnah ghairu muakkad (sunnah biasa)
Yaitu sesuatu yang dilakukan Rasulullah namun bukan menjadi kebiasaannya. Contoh: shalat sunnah sebelum zhuhur yang kedua kali.
c.             Sunnah al zawaid
Yaitu mengikuti kebiasaan sehari-hari Rasulullah sebagai manusia. Misalnya, sopan santun dalam makan,minum dan tidur.
3.      Dhuha
Secara harfiyah (lughowi, bahasa) lafal dhuha mempunyai arti: Tampaknya waktu siang, Awal waktu siang, Matahari, Terbitnya matahari, dan Kurban. Untuk mempersingkat penjelasan, penulis memberikan batasan bahwa arti lafal dhuha adalah tampaknya waktu siang yang ditandai dengan terbitnya matahari.

Nah, setelah mengetahui arti masing-masing kata baku yang ada, tiba saatnya untuk mengenal lebih tentang shalat sunat dhuha. Arti Shalat sunat dhuha adalah shalat sunat yang dilaksanakan ketika waktu siang mulai tampak dengan ditandai dengan terbitnya matahari. Sedikit-sedikitnya hitungan raka’at shalat sunat dhuha adalah 2 (dua) raka’at, jumlah maksimal adalah 8 (delapan) raka’at, sedangkan  sedikitnya dalam kesempurnaan adalah 4 (empat) atau 6 (enam) raka’at. Waktu pelaksanaan shalat sunat dhuha menurut pendapat yang terpilih adalah dimulai ketika matahari muncul di ufuk timur sekira berukuran ¼ siang, yakni sekitar pukul 7.30 sampai dengan waktu istiwa’ (persisnya matahari di atas bumi sehingga bayangan sesuatu tidak tampak), yaitu waktu sebelum shalat dzuhur dimulai [4]. Ada yang berpendapat bahwa waktu shalat sunat dhuha adalah berdasarkan pada hadits “Shalatnya orang-orang yang bertaubat adalah pada saat berdirinya anak unta karena teriknya matahari.” (HR. Muslim). Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dan Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahumallah dalam Penjelasan Riyadush Shalihin menjelaskan bahwa sholat yang dimaksud adalah sholat Dhuha. Hadits ini juga menjelaskan bahwa waktu paling afdhal untuk melakukan sholat Dhuha adalah ketika matahari sudah terik. Anak-anak unta sudah bangun karena panas matahari itu diqiyaskan dengan pagi hari jam 08:00 AM, adapun sebelum jam itu dianggap belum ada matahari yang sinarnya dapat membangunkan anak onta. Selain hal waktu yang tersebut di atas, juga berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “Saya tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan shalat Dhuha, sedangkan saya sendiri mengerjakannya. Sesungguhnya Rasulullah SAW pasti akan meninggalkan sebuah perbuatan meskipun beliau menyukai untuk mengerjakannya. Beliau berbuat seperti itu karena khawatir jikalau orang-orang ikut mengerjakan amalan itu sehingga mereka menganggapnya sebagai ibadah yang hukumnya wajib (fardhu).”[5]


28 April 2012


[1] Sugono, Dendy, et, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008) hlm.1555
[2] Khoiruddin, Pembahagian Ibadah, (http://khairuddinhsb.site90.net/_%20Ibadah.doc) hlm. 10


[3] Hukum Syara’, (t.t.p: http://images.mizan18.multiply.multiplycontent.com, 2011) hlm. 3
[4] Zakariyya, Fath Al Wahhab Jz. 1, (Lebanon : Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2006) hlm. 103
[5] Shalat Dhuha, (http://elmudunya.wordpress.com, 2011)

No comments:

Post a Comment