Tuesday, 10 July 2012

CERPEN KOTAK BAHAGIA


KOTAK BAHAGIA
Allahu akbar allahu akbar… laa ilaha illallah, gema adzan subuh Pondok Pesantren Al Furqon dusun Ngabean, desa Gandusari, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang telah meramaikan suasana asrama pesantren. Naf’an saat itu masih terlelap ditelan kantuk yang mendalam dan tidak dapat ditahan. Naf’an seorang santri berumur 18 tahun, berasal dari dusun posong kecamatan bandongan memiliki hobi agak banyak tidur. Remaja yang akrab dipanggil kotak ini memiliki kegemaran dalam bidang seni, yaitu melukis. Naf’an dipanggil kotak karena wajahnya yang lugu, seketika berubah menjadi persegi ketika tersenyum. Kotak yang saat adzan itu masih terlelap dengan agak terpaksa ia bangun dari tidurnya. Perlahan kotak berjalan menuju kamar dengan maksud mengambil sarung dan kopyah serta kelengkapan shalat. Langkah demi langkah dilalui, namun memang kotak yang suka bermalas-malasan setelah terbangun dari tidurnya dan berjalan menuju kamar untuk mengambil perlengkapan shalat, ia tidak langsung mengambil perlengkapan shalat tapi duduk-duduk terlebih dahulu menunggu iqomat dikumandangkan. Gema iqamat shubuh telah kumandang, kotak yang duduk di kamarnya terlelap kembali dikalahkan kantuk yang meyerangnya karena semalaman ia begadang sampai pukul 03.00 dinihari.
“Bangun, bangun, bangun! Iqamat sudah kumandang!” suara besar berwibawa terdengar dari luar kamar, suara itu keluar dari mulut seseorang yang berjalan mengelilingi pesantren sambil membawa satu ember air, 1 buah kayu kecil, dan gelas plastic. Ya, itulah Kyai Mansur pengasuh pondok pesantren al furqon, sebuah tempat dimana kotak terbiasa menghabiskan waktunya dengan tidur dan mengembangkan karyanya.
Terlihat dari jauh, kyai Mansur memberikan beberapa tetes air pada santri yang masih terlelap.
“Bangun, bangun!” kembali kyai mengeluarkan suara yang sama ketika masuk ke sebuah kamar kecil berukuran 4x6 m itu sambil menumpahkan air di ember yang telah diambil dengan gelas yang dibawanya.
Pyurrrrrrrrrrrrrrr, tumpahan air mengena pada kaki kotak, tapi kotak yang bahagia dengan tidurnya belum bangun, kembali kyai mengguyur tangannya, namun lagi-lagi kotak masih belum terbangun. Lalu kyai mengguyur bagian atas kotak yang tertidur dalam keadaan duduk menunduk layaknya orang yang baru selesai shalat, Pyurrrrr basahan air mengena leher dan sebagian wajah kotak yang khusyu.
Namun memang asal kotak, ia tetap masih tertidur lelap. Kyai yang merasakan ada santri yang begitu sulit dibangunkan akhirnya mengubah caranya membangunkan santri. Kyai mengambil batangan kayu yang dibawanya dan dipukulkan sekeras tenaga pada dampar (Meja Ngaji) yang ada di sebelah kotak. Lagi-lagi cara satu ini masih gagal menyadarkan kotak dari mimpi indahnya.
Tiba-tiba BYUR!!! BYUR!!! BYUR!!! Air satu ember cat 15 kg itu berlarian di sekujur tubuh kotak yang berbadan tinggi 170 cm dan agak gemuk. Spontan, kotak kaget dan mengeluarkan jurus mautnya.
“Ciat, ciat, ciat, ciaaaaaaaaaaaaaaaat!” Teriakan kotak yang baru tersadar dari mimpi dengan sekujur badan basah kuyup terguyur air sembari mengeluarkan Jurus Kuda Terbang. Tepat dengan posisi tangan kanan dan kiri melayang ke samping ibarat sayap, kaki kanan diangkat ke atas dengan lutut tepat di depan dada, dan dengan tatapan sinis (Dahi mengkerut, mata melirik, dan alis sedikit serong ke bawah), ia menatap kyai Mansur tepat berada di depannya. Terdiamlah kyai mansur dan penasaran menggelora di hatinya pada tingkah kotak yang begitu aneh.
“Naf’an, Sedang apa kamu?” Tanya kyai penasaran dengan halus
Seluruh santri yang masih berkeliaran hanya tercengang dan sebagian hanya cekikikan melihat tingkah kotak yang aneh. “Mampus! Makanya kalau dibangunin itu langsung bangun, jangan buang waktu!” Gumam harno teman sekamar kotak yang sudah berusaha membangunkan kotak tapi hanya dengan hasil yang sia-sia.
“Kasihan!” sebagaian santri bergumam melihat kotak yang berusaha mengeluarkan jurus di depan kyai Mansur.
Kotak yang masih berdiri dengan posisi jurusnya segera menyelinap, menunduk dan lari terbirit-birit menuju kamar mandi. Betapa sial nasibnya, sudah basah kuyup ditambah berlagak layaknya pendekar di depan kyai Mansur.
“Siaaaaaaaaal, sial! Kenapa aku bertingkah aneh di depan kyai?” gerutu kotak di kamar mandi, sibuk memcuci baju dan sarungnya yang terguyur kyai. Kotak yang berada dalam kamar mandi dengan cepat kilat mandi dan mencuci bajunya.
10 menit berlalu, badan, baju dan sarung telah bersih, saatnya kotak melaksanakan shalat subuh. “Alhamdulillah masih ada kesempatan jama’ah.” Kotak bersyukur karena ia melihat jendela masjid dan masih tampak beberapa orang yang menjalankan shalat subuh di sana. Segera naf’an ganti baju dan menyusul jama’ah, berlari menuju masjid al falah pondok pesantren al furqon yang terletak tepat di samping komplek pesantren.
Shalat telah dilaksanakan, sudah menjadi kebiasaan kalau setiap habis subuh seluruh santri mengkaji alquran minimal 10 menit, setelah itu barulah sorogan (Setoran ayat-ayat alquran) kepada kyai. Seluruh santri sudah terabsen sorogan, hanya tinggal satu nama yang belum tercantum dalam daftar nama santri yang telah sorogan “Saiful Naf’an”. Kyai Mansur yang telah mencatat di buku Gelatik kembar isi 50 itu segera memerintahkan salah satu santri untuk memanggil Naf’an (Kotak) untuk sorogan. Tak berapa lama santri yang diperintahkan, menghadap kyai.
“Maaf abah, kang naf’an tidak terlihat di komplek pesantren?” adu santri yang mencari naf’an
“Masa? Apa ia tertidur dalam kotak amal jariyah?” Tanya kyai kembali pada santri
Santri yang tahu julukan naf’an hanya cekikikan, wajah memerah karena menahan tawa. “Maaf bah, saya cari lagi saja kang naf’an siapa tahu kali ini saya menemukannya.” Tambah santri pencari kotak itu sambil tersenyum menahan tawa
“Ya, laksanakan saja!” perintah kyai segera dilaksanakan ahmadi, santri senior pesantren al furqon yang selalu ditunjuk untuk melaksanakan dawuh (Perintah) kyai.
Hahahahahahaha, ahmadi yang dari tadi menahan tawa ketika menghadap kyai kini meloloskan tawanya sambil berlari menuju komplek pesantren. Tak lama masa pencarian telah usai, naf’an telah ditemukan. Ahmadi sudah berusaha membangunkan naf’an yang tersungkur sujud khusyu di atas sajadah hijau menghadap utara di dalam masjid al falah itu. namun hanya dengan tangan hampa ahmadi berusaha membangunkan kotak. Hingga tersirat dalam benak ahmadi untuk menggunakan jurus andalannya MATUR KYAI (Melaporkan kejadian pada pengasuh pesantren).
“Assalamu’alaikum. Bah saya sudah mencari kang naf’an dan ternyata tertidur dalam masjid. Saya sudah berusaha membangunkan, namun kang naf’an belum mau bangun!” laporan ahmadi di depan kyai Mansur yang masih duduk menunggu kedatangan naf’an untuk sorogan alquran di pagi hari yang agak mendung itu.
“Masya Allah baru tadi subuh ia sulit dibangunkan, sekarang tidur lagi?” Tanya kyai Mansur
“Mungkin saja tadi malam kang naf’an begadang dan rasa kantuknya kian menggeliat.” Bela Ahmadi pada naf’an. “Ya, terima kasih. Aku yang membangunkan saja kesana!”
Tak lama setelah ahmadi menghadap kyai, sembari berjalan menuju masjid kyai Mansur yang berwibawa itu membawa segelas kopi, dan sebatang rokok Djarum Super. Sesampai di dalam masjid, kotak yang gagah itu masih tersungkur sujud khusyu.
“Kang, bangun sudah siang, kang!” Kata kyai Mansur sembari mengelus tubuh kotak
Kotak terbangun dan kaget, spontan langsung sungkem (Salaman dan mencium tangan) pada kyai Mansur.
“Ini ada kopi dan rokok khusus buat kamu!”
“Maaf yai, tapi buat apa kopi dan rokok ini?”
“Ini buat kamu, karena kamu sudah kelelahan tadi malam begadang to?”
“hehehe” senyum kotak penuh amarah menahan malu yang diderita di pagi itu.
“Namun ingat setelah minum kopi, aku tugaskan kamu untuk berdiam diri menghadap timur menyambut matahari terbit selama 3 jam, habis itu langsung bersihkan WC dan bersihkan seluruh komplek pesantren putra al furqon! Mengerti?” perintah kyai Mansur dengan bahasa yang sangat halus, yang diterima kotak sambil menelan air liur yang masih pahit dan tertekan di tenggorokannya.
Kopi telah diminum, rokok telah dihembus, asap demi asap telah dipakai. Saatnya kotak melaksanakan tugasnya dengan baik. Pukul 06.00 ia berdiri tegak menghadap timur meyambut matahari terbit sembari membaca nadzam alfiah kesukaannya. Panas, haus, dan malu yang ia rasakan ketika pukul 07.00, di depannya tampak beberapa santri putri yang berjalan berkeliaran kesana kemari membawa pakaian kyai Mansur dan keluarga yang baru saja dicuci dengan maksud untuk dijemur.
Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 09.00, waktunya kotak melaksanakan tugas kedua, membersihkan WC dan Komplek pesantren putra. Lelah, lemas, dan gerah, tak lupa kantuk yang dirasakannya kian menjadi. Namun mau bagaimana lagi, kyai sudah menugaskannya untuk melaksanakan kegiatan itu. ia laksanakan dengan ikhlas lahir batin. 1 jam kotak menjalankan tugas kedua dan ketiga, kantuk yang merupakan hobinya kian melonjak. Namun ditengah lonjakan kantuk yang dirasakannya, tepat di bawah dada dan di atas pahanya terdengar konser rock and roll mendendangkan lagu sangat keras.
Kruwuuuuk, kruwuuuuk, kruwuuuuk, suara rock and roll terdengar dari dalam sana. Suara merdu itu dibarengi dengan suara rintihan kotak menahan rock and roll keluar memenuhi ruangan kamar tempat kotak biasa bersemedi dengan sajadah saktinya. “Aduuuuuuh, perutku! Kenapa sekarang perutku nyanyi-nyanyi gak karuan?” segera kotak mengambil perlengkapan perang: Piring, Gelas, cendok, pisau, tak lupa panci dan wajan faforitnya. 5 menit kotak mempersiapkan senjata, kini saatnya untuk mempersiapkan amunisi dan peluru: beras ditakar dan bumbu-bumbu beserta sayuran dipersiapkan. Kotak mulai proses peperangan di dapur.
“Astaghfirullaaaaaah, perutku sudah nyanyi keras banget. Kenapa yang masak segini banyak? Antre panjaaaaaaaang banget lagi?” Tutur kotak dalam hati kecilnya menahan lapar, menunggu santri lain masak sambil antre giliran masaknya datang.
Tepat 1 jam ia menunggu giliran masaknya tiba, saatnya kotak maju ke medan peperangan. Dengan berusaha keras kotak meniup kayu bakar yang basah terkena goresan air yang menetes detik demi detik. Tak terasa baru saja api menyala, terdengar dari dalam masjid al falah “Allahu akbar allahu akbar” gema adzan dzuhur telah dikumandangkan.
 “Ya Allah, baru saja api hidup. Sudah dzuhur!” gerutu kotak yang masih terdiri cengang menghadap kompor manual dengan memegang sebuah korek api dan pisau sayur di tangannya sambil Gerang meremas-remas gagang pisau.
Dengan agak terpaksa kotak berjalan menuju masjid untuk shalat dzuhur, “Semoga setelah aku selesai shalat, nasiku sudah matang!” Doa kotak dalam hati yang berlari menuju masjid. 20 menit berlalu, shalat dan wiridnya telah dilaksanakan sementara kotak masih terduduk khusyu menunduk menghadap Yang Maha Kuasa dengan berpegang sebuah tasbih dan beralas sajadah. Ia meratap dan memejamkan mata sejenak.
“Whey… bangun! Ngaji dulu!” gertak Liman teman sekelas kotak. Bergeras kotak terdiri tegak dengan berjalan liur-liur menuju pintu masjid menahan gigitan-gigitan semut di kakinya. Dalam perjalanannya menuju kamar, teringat kalau kotak sedang memasak, akhirnya ia purungkan niatnya masuk kekamar dan berlari menuju medan peperangan di dekat kamar mandi.
“Masya Allah, nasiku!” Kotak kembali menggerutu karena ketika ia membuka tutup panci, ia mendapati nasinya yang sudah berhias cat merah bercampur hitam dengan bau yang begitu menggairahkan untuk membuang nasi atau memberikannya pada ayam di sekitar pesantren. Namun apa boleh buat, rasa lapar telah menggelantung dan mengalahkan perasaan kotak. Dengan sebatang cendok, ia menaruh nasi berhias cat kemerahan dan kehitaman itu di dalam nampan biru yang pecah pegangannya. Setelah itu, dengan senang hati kotak membawa nasi ke kamarnya, alangkah buruk nasib kotak, baru saja ia akan mulai melahap nasinya yang lezat berlauk hiasan kegosongan tiba-tiba “Theeeeeet, Theeeeet, Theeeet!” bel mulai ngaji berbunyi. Mau tidak mau ia harus merelakan meninggalkan nasi lezatnya untuk berangkat ke madrasah. Satu setengah jam kotak mengkaji kitab Alfiah Ibnu Malik, rasa lapar semakin membengkak. Serasa dampar pun ingin dimakannya. Pembelajaran telah usai, tepat pukul 15.00 ia kembali ke kamar untuk melanjutkan makannya.
“Astaghfirullaaahal ‘adzim wa atubuilaih.” Kotak kembali menggerutu ketika mendapati nasi yang baru saja matang dengan maksud untuk menyantapnya itu tersisa setengah porsi makannya. Kembali perut kotak menyanyi dengan riang, bahkan semakin keras.
“Gak apa-apa, aku masih bisa makan nasi ini dengan kenyang!” kata kotak sembari berjalan menuju warung untuk membeli gorengan tahu dan tempe guna menjadikannya sebagai lauk makan.
“Masya Allah, wallahu akbar walillahil hamd!” kembali gerutu kotak timbul ketika ia sampai di kamar semedinya, ia mendapati nasi dan nampan tempat nasinya sudah tiada di tempat semula. Rasa gerang, marah, dan tentunya lapar berat menghantui perasaan kotak. Sambil menggerutu ia berlari kearah utara komplek pesantren bermaksud menuju kantin pesantren untuk menambah gorengan yang dibelinya, namun memang kotak yang begitu lugu dan polos, tiba-tiba di tengah jalan gerutunya timbul kembali ketika kotak tersandung dan gorengan yang dibawanya jatuh ke sungai dekat komplek pesantren.
“Ya Allah! Grgrgrgrrrrrrrrrrrrrr, whooooooaaaaaa, kenapa hari ini aku sial banget?” gerutunya dalam hati sambil gemas dengan meremas baju yang dipakainya dan menghentakkan kedua kakinya ke tanah. “Ampunilah segala dosa-dosaku ya Allah!” doa kotak dalam hati.
Sesampai di kantin, adzan ashar dikumandangkan. Kotak yang mendengar hanya menjawab tanpa bergegas menuju masjid karena lapar yang dirasakannya kian menjadi. Tak berapa lama, baru saja kotak melahap setengah gorengan tiba-tiba dari belakang “Ayo Naf’an shalat dulu, makan nanti setelah shalat ashar usai!” terdengar suara besar dan berwibawa dari belakang kotak menepuk pundaknya.
“Iya, yai. Saya menuju masjid!”
Kotak bergegas berjalan menuju masjid sembari menggerutu kembali dalam hatinya “Kenapa nasibku hari ini aneh banget? Waktu ashar gini kenapa kyai Mansur sampai ke kantin untuk menyuruh santri-santri jama’ah? Padahal kalau waktu ashar kyai Mansur tidak biasanya beroperasi menggiring santri sampai di kantin? Ya Allah… beri perutku pertolongan!”
Terbata-bata dan berdesus nyanyian perut, kotak melaksanakan shalat ashar. Tak terasa shalat telah dilaksanakan, wirid telah usai. Kotak yang kepalaran berlari menuju kantin untuk melanjutkan isi perut dengan gorengan kesukaannya. Lelah dan lapar tampak di wajah kotak yang dihiasi keringat di sore berhias senja memerah itu. “Mas Naf’an, maaf gorengannya habis!” kata penjaga warung pada kotak.
“Gak apa-apa, masih ada yang lain to sekira perut saya tidak keroncongan?” Tanya kotak
“Tinggal minum dan rokok mas!”
“Hah? Terus gimana nasib perutku?” gumam kotak dalam hati
Sore yang indah dan sejuk berteman surya memerah di ufuk barat dengan angin yang dingin dan sepoi itu menghiasi kotak dengan beribu perasaan dan kesakitan menahan lapar. Dengan berteman sebatang rokok dan segelas kopi tubruk, kotak mengisi perutnya. Namun baru saja kotak menghirup asap rokok dan baru dapat setengah batang, serta kopi yang masih separuh gelas 120 ml, tiba-tiba “Tak, kamu dipanggil abah yai menghadap!” kata keras nan tegas itu terlahir dari Maulana, teman sekamar kotak yang baru saja menerima perintah dari kyai Mansur untuk mencarinya untuk diperintahkan kyai. Tanpa pikir panjang, segera kotak menghadap kyai.
“Assalamu’alaikum” salam sopan kotak di depan pintu ruang tamu kediaman kyai Mansur
“Wa’alaikumussalam” Jawab kyai Mansur sopan
“Maaf yai, benarkah tadi yai memanggil saya menghadap yai?”
“Benar” jawabnya tegas, dilanjutkan “Gini naf’an, anakku rahman kok sore-sore gini pengin dibelikan Bakso. Tolong belikan bakso 3 bungkus ke bandongan!” pinta kyai pada kotak.
“Injih yai, sendiko dawuh!” jawab kotak penuh ta’dzim
“Ini sepedanya, jangan lupa nanti sekalian belikan aku rokok dan jangan lupa juga bensinnya di isi! Ini uangnya” Perintah kyai
Segera kotak mengambil sepeda motor kyai yang berada di sebelah barat kediaman pengasuh dan dengan segera menghidupkan mesin, bergegas menjalankan motor menuju bandongan. 
Det… det… det… suara motor Astrea Prima itu mulai terbata-bata ketika berjalan di tanjakan dekat bandongan. “Ya Allah, beri aku pertolongan! Kenapa begini lagi?” naf’an yang berkeluh kesah mendapati motor kyai Mansur kehabisan bensin. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, kotak mendorong motor sampai warung bensin terdekat. Bensin telah diisi, mesin motor sehat dan hidup kembali. Kotak melanjutkan perjalanannya menuju bandongan.
Memang kotak terasa asing dengan bandongan, sesampai di bandongan ia kebingungan mencari penjual bakso. Tanya demi Tanya dilakukan, langkah demi langkah dilaui, akhirnya ia menemukan penjual bakso dekat masjid agung bandongan. Langsung saja bakso dibeli, tak lupa kotak membeli rokok pesanan kyai Mansur. Saatnya bagi kotak pulang menuju pesantren al furqan dengan bangga dan bahagia karena dapat menjalankan tugasnya dengan lancar. “Alhamdulillah, usai sudah tugasku. Telah aku laksanakan!” kotak gembira dengan tugas yang baru saja dilaksanakan meski dengan menahan lapar, apalagi aroma bakso yang dibawanya sangat menggairahkan perut kotak yang kosong itu.
Jeng jeng jeng jeng… suara motor terdengar di depan kediaman kyai Mansur. Dengan cepat kotak menghadap kyai
“Assalamu’alaikum, ini yai pesanan bakso dan rokok yai”
“Ya, terima kasih”
Kotak yang meratap kelelahan dan kelaparan pamit, berjalan menuju komplek pesantren. Baru sampai di depan komplek, terdengar sorak-sorak keras dari depan komplek
“I EN…, I EN…”
Kotak yang mendengar sorak-sorak segera berlari menuju tempat dimana I EN berada(Istilah Lahapan Bekal Pesantren yang dibawa dari rumah, karena baru pulang atau mendapat bekal dari rumah). Namun memang kotak yang serba salah, baru saja sampai di lokasi I EN berada hanya sisa-sisa dan bungkus I EN yang ada di tempat.
“Subhanallah, kapan aku makan…?”
Tak terasa waktu demi waktu dilalui, adzan maghrib terdengar keras di komplek pesantren al furqon. Rasa lapar masih menghantui kotak, sehabis shalat kotak bermaksud mengulang kembali peperangannya di dapur. Namun apalah daya kotak yang masih menahan lapar tak kuasa menahan kekhusyu’annya sehabis shalat maghrib, ia kembali tersungkur dan tertunduk terlelap di dalam masjid. Dan tak terasa adzan isya telah terdengar, kotak tersadar dari lelapnya dan dengan segera berdiri berjalan menuju tempat wudlu masjid. Karena tak tahan akan kelaparan, kotak yang mungil itu sehabis wudlu langsung minum air kran di tempat wudlu.
Adzan telah usai, shalat telah dilaksanakan, wirid telah dibacakan, kotak yang merintih berjalan menuju kamar untuk kembali ke medan peperangan. Namun baru saja kotak berjalan menuju dapur untuk mengambil panci, tiba-tiba terdengar keras dari Toa Ndalem (Kediaman pengasuh) “Mohon, ditujukan kepada saudara Saiful Naf’an diwajibkan untuk mengaji di Ndalem! Sekarang juga!”
Segera kotak yang masih lesu dan lemas memurungkan niat untuk masak, dan berjalan menuju ndalem dengan maksud untuk ngaji. Meski kotak ngaji, namun fikiran dan konsentrasinya tertuju pada perutnya yang naas, dari tadi pagi belum kedatangan nasi ataupun lauk, hanya satu setengah gelas kopi, satu setengah batang rokok, dan separuh gorengan. Detik demi detik dilalui, tak terasa waktu ngaji telah usai. Seluruh santri berjajar untuk sungkem pada kyai, kotak yang terlihat lesu dan malas itupun ikut berbaris berjajar. Kotak berjajar di barisan akhir, seluruh santri telah selesai sungkem. Tiba giliran kotak sungkem, namun tiba-tiba kyai Mansur berkata
“Naf’an, kamu tunggu disini dulu!”
“Injih yai, sendiko dawuh”
Kyai Mansur yang mendawuhkan kotak menunggu, berjalan menuju dalam kediamannya. Tak lama setelah kyai ke dalam, beliau berjalan menuju tempat kotak menunggu dengan membawa bingkisan agak besar.
“Ini buat kamu!” kata kyai Mansur sembari memberikan bingkisan kotak yang dibawanya
“Injih, terima kasih yai!” jawab kotak penuh ta’dzim dan bahagia menerima bingkisan dari kyai Mansur
Segera kotak sungkem dan pamit kembali ke pesantren. Sesampai di kamar ia bersemedi, alangkah bahagianya hati kotak, ia tersenyum girang dan senang tiada tara.
“Alhamdulillah aku bisa makan kenyang malam ini!” kata kotak ketika membuka bingkisan dari kyai Mansur yang ternyata di dalamnya terdapat nasi, daging ayam, sayur, lengkap dengan kerupuk, bungkusan kopi dan bakso, serta 1 bungkus rokok, tak lupa 1 paket kue dan hidangan penutup jeruk dan apel masing-masing 2 buah.
Ketika kotak bermaksud melahap makanan yang terhidang di depannya, tiba-tiba dari belakang, kanan, kiri, dan depannya berkerumun teman-teman sekamar kotak yang menemani kotak memakan makanan yang baru saja diterima dari kyai Mansur. Ada yang sejenak duduk dan pergi sambil membawa makanan itu, ada yang duduk dan menemani kotak sampai akhir lahapan. Kagum dan hebat perasaan kotak yang setelah teman-temannya beramai-ramai mengerumuni kotak yang bahagia, kotak yang murung dan merana dari tadi pagi belum makan apapun itu mendapati bingkisan dari kyai Mansur hanya tersisa nasi utuh tanpa lauk dan 1 buah apel. “Alhamdulillah masih ada sisa nasi dan 1 buah apel.” Kotak bersyukur karena ia masih dapat makan nasi tanpa lauk dan 1 buah apel yang sekiranya dapat mengisi perutnya yang kosong.
Waktu menunjukkan pukul 22.30, saatnya kotak yang baru saja mengisi bensin di perutnya melanjutkan semedi, meratap, dan khusyu menanti datangnya fajar, menunggu adzan subuh dikumandangkan, dan menanti kyai Mansur kembali mengguyurnya dengan air.

No comments:

Post a Comment