KOTAK
BAHAGIA
Allahu
akbar allahu akbar… laa ilaha illallah,
gema adzan subuh Pondok Pesantren Al Furqon dusun Ngabean, desa Gandusari,
Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang telah meramaikan suasana asrama
pesantren. Naf’an saat itu masih terlelap ditelan kantuk yang mendalam dan
tidak dapat ditahan. Naf’an seorang santri berumur 18 tahun, berasal dari dusun
posong kecamatan bandongan memiliki hobi agak banyak tidur. Remaja yang akrab
dipanggil kotak ini memiliki kegemaran dalam bidang seni, yaitu melukis. Naf’an
dipanggil kotak karena wajahnya yang lugu, seketika berubah menjadi persegi
ketika tersenyum. Kotak yang saat adzan itu masih terlelap dengan agak terpaksa
ia bangun dari tidurnya. Perlahan kotak berjalan menuju kamar dengan maksud
mengambil sarung dan kopyah serta kelengkapan shalat. Langkah demi langkah
dilalui, namun memang kotak yang suka bermalas-malasan setelah terbangun dari
tidurnya dan berjalan menuju kamar untuk mengambil perlengkapan shalat, ia
tidak langsung mengambil perlengkapan shalat tapi duduk-duduk terlebih dahulu menunggu
iqomat dikumandangkan. Gema iqamat shubuh telah kumandang, kotak yang duduk di
kamarnya terlelap kembali dikalahkan kantuk yang meyerangnya karena semalaman
ia begadang sampai pukul 03.00 dinihari.
“Bangun,
bangun, bangun! Iqamat sudah kumandang!” suara besar berwibawa terdengar dari
luar kamar, suara itu keluar dari mulut seseorang yang berjalan mengelilingi
pesantren sambil membawa satu ember air, 1 buah kayu kecil, dan gelas plastic.
Ya, itulah Kyai Mansur pengasuh pondok pesantren al furqon, sebuah tempat
dimana kotak terbiasa menghabiskan waktunya dengan tidur dan mengembangkan
karyanya.
Terlihat
dari jauh, kyai Mansur memberikan beberapa tetes air pada santri yang masih
terlelap.
“Bangun,
bangun!” kembali kyai mengeluarkan suara yang sama ketika masuk ke sebuah kamar
kecil berukuran 4x6 m itu sambil menumpahkan air di ember yang telah diambil
dengan gelas yang dibawanya.
Pyurrrrrrrrrrrrrrr,
tumpahan air mengena pada kaki kotak, tapi kotak yang bahagia dengan tidurnya
belum bangun, kembali kyai mengguyur tangannya, namun lagi-lagi kotak masih
belum terbangun. Lalu kyai mengguyur bagian atas kotak yang tertidur dalam
keadaan duduk menunduk layaknya orang yang baru selesai shalat, Pyurrrrr
basahan air mengena leher dan sebagian wajah kotak yang khusyu.
Namun
memang asal kotak, ia tetap masih tertidur lelap. Kyai yang merasakan ada
santri yang begitu sulit dibangunkan akhirnya mengubah caranya membangunkan
santri. Kyai mengambil batangan kayu yang dibawanya dan dipukulkan sekeras
tenaga pada dampar (Meja Ngaji) yang ada di sebelah kotak. Lagi-lagi cara satu
ini masih gagal menyadarkan kotak dari mimpi indahnya.
Tiba-tiba
BYUR!!! BYUR!!! BYUR!!! Air satu ember cat 15 kg itu berlarian di sekujur tubuh
kotak yang berbadan tinggi 170 cm dan agak gemuk. Spontan, kotak kaget dan
mengeluarkan jurus mautnya.
“Ciat,
ciat, ciat, ciaaaaaaaaaaaaaaaat!” Teriakan kotak yang baru tersadar dari mimpi
dengan sekujur badan basah kuyup terguyur air sembari mengeluarkan Jurus Kuda
Terbang. Tepat dengan posisi tangan kanan dan kiri melayang ke samping ibarat
sayap, kaki kanan diangkat ke atas dengan lutut tepat di depan dada, dan dengan
tatapan sinis (Dahi mengkerut, mata melirik, dan alis sedikit serong ke bawah),
ia menatap kyai Mansur tepat berada di depannya. Terdiamlah kyai mansur dan
penasaran menggelora di hatinya pada tingkah kotak yang begitu aneh.
“Naf’an,
Sedang apa kamu?” Tanya kyai penasaran dengan halus
Seluruh
santri yang masih berkeliaran hanya tercengang dan sebagian hanya cekikikan
melihat tingkah kotak yang aneh. “Mampus! Makanya kalau dibangunin itu langsung
bangun, jangan buang waktu!” Gumam harno teman sekamar kotak yang sudah
berusaha membangunkan kotak tapi hanya dengan hasil yang sia-sia.
“Kasihan!”
sebagaian santri bergumam melihat kotak yang berusaha mengeluarkan jurus di
depan kyai Mansur.
Kotak
yang masih berdiri dengan posisi jurusnya segera menyelinap, menunduk dan lari
terbirit-birit menuju kamar mandi. Betapa sial nasibnya, sudah basah kuyup
ditambah berlagak layaknya pendekar di depan kyai Mansur.
“Siaaaaaaaaal,
sial! Kenapa aku bertingkah aneh di depan kyai?” gerutu kotak di kamar mandi,
sibuk memcuci baju dan sarungnya yang terguyur kyai. Kotak yang berada dalam
kamar mandi dengan cepat kilat mandi dan mencuci bajunya.
10
menit berlalu, badan, baju dan sarung telah bersih, saatnya kotak melaksanakan
shalat subuh. “Alhamdulillah masih ada kesempatan jama’ah.” Kotak bersyukur
karena ia melihat jendela masjid dan masih tampak beberapa orang yang
menjalankan shalat subuh di sana. Segera naf’an ganti baju dan menyusul
jama’ah, berlari menuju masjid al falah pondok pesantren al furqon yang
terletak tepat di samping komplek pesantren.
Shalat
telah dilaksanakan, sudah menjadi kebiasaan kalau setiap habis subuh seluruh
santri mengkaji alquran minimal 10 menit, setelah itu barulah sorogan (Setoran
ayat-ayat alquran) kepada kyai. Seluruh santri sudah terabsen sorogan, hanya
tinggal satu nama yang belum tercantum dalam daftar nama santri yang telah
sorogan “Saiful Naf’an”. Kyai Mansur yang telah mencatat di buku Gelatik kembar
isi 50 itu segera memerintahkan salah satu santri untuk memanggil Naf’an
(Kotak) untuk sorogan. Tak berapa lama santri yang diperintahkan, menghadap
kyai.
“Maaf
abah, kang naf’an tidak terlihat di komplek pesantren?” adu santri yang mencari
naf’an
“Masa?
Apa ia tertidur dalam kotak amal jariyah?” Tanya kyai kembali pada santri
Santri
yang tahu julukan naf’an hanya cekikikan, wajah memerah karena menahan tawa.
“Maaf bah, saya cari lagi saja kang naf’an siapa tahu kali ini saya
menemukannya.” Tambah santri pencari kotak itu sambil tersenyum menahan tawa
“Ya,
laksanakan saja!” perintah kyai segera dilaksanakan ahmadi, santri senior
pesantren al furqon yang selalu ditunjuk untuk melaksanakan dawuh (Perintah)
kyai.
Hahahahahahaha,
ahmadi yang dari tadi menahan tawa ketika menghadap kyai kini meloloskan
tawanya sambil berlari menuju komplek pesantren. Tak lama masa pencarian telah
usai, naf’an telah ditemukan. Ahmadi sudah berusaha membangunkan naf’an yang
tersungkur sujud khusyu di atas sajadah hijau menghadap utara di dalam masjid
al falah itu. namun hanya dengan tangan hampa ahmadi berusaha membangunkan kotak.
Hingga tersirat dalam benak ahmadi untuk menggunakan jurus andalannya MATUR
KYAI (Melaporkan kejadian pada pengasuh pesantren).
“Assalamu’alaikum.
Bah saya sudah mencari kang naf’an dan ternyata tertidur dalam masjid. Saya
sudah berusaha membangunkan, namun kang naf’an belum mau bangun!” laporan
ahmadi di depan kyai Mansur yang masih duduk menunggu kedatangan naf’an untuk
sorogan alquran di pagi hari yang agak mendung itu.
“Masya
Allah baru tadi subuh ia sulit dibangunkan, sekarang tidur lagi?” Tanya kyai
Mansur
“Mungkin
saja tadi malam kang naf’an begadang dan rasa kantuknya kian menggeliat.” Bela
Ahmadi pada naf’an. “Ya, terima kasih. Aku yang membangunkan saja kesana!”
Tak
lama setelah ahmadi menghadap kyai, sembari berjalan menuju masjid kyai Mansur
yang berwibawa itu membawa segelas kopi, dan sebatang rokok Djarum Super.
Sesampai di dalam masjid, kotak yang gagah itu masih tersungkur sujud khusyu.
“Kang,
bangun sudah siang, kang!” Kata kyai Mansur sembari mengelus tubuh kotak
Kotak
terbangun dan kaget, spontan langsung sungkem (Salaman dan mencium tangan) pada
kyai Mansur.
“Ini
ada kopi dan rokok khusus buat kamu!”
“Maaf
yai, tapi buat apa kopi dan rokok ini?”
“Ini
buat kamu, karena kamu sudah kelelahan tadi malam begadang to?”
“hehehe”
senyum kotak penuh amarah menahan malu yang diderita di pagi itu.
“Namun
ingat setelah minum kopi, aku tugaskan kamu untuk berdiam diri menghadap timur menyambut
matahari terbit selama 3 jam, habis itu langsung bersihkan WC dan bersihkan
seluruh komplek pesantren putra al furqon! Mengerti?” perintah kyai Mansur
dengan bahasa yang sangat halus, yang diterima kotak sambil menelan air liur
yang masih pahit dan tertekan di tenggorokannya.
Kopi
telah diminum, rokok telah dihembus, asap demi asap telah dipakai. Saatnya
kotak melaksanakan tugasnya dengan baik. Pukul 06.00 ia berdiri tegak menghadap
timur meyambut matahari terbit sembari membaca nadzam alfiah kesukaannya.
Panas, haus, dan malu yang ia rasakan ketika pukul 07.00, di depannya tampak
beberapa santri putri yang berjalan berkeliaran kesana kemari membawa pakaian
kyai Mansur dan keluarga yang baru saja dicuci dengan maksud untuk dijemur.
Tak
terasa waktu telah menunjukkan pukul 09.00, waktunya kotak melaksanakan tugas
kedua, membersihkan WC dan Komplek pesantren putra. Lelah, lemas, dan gerah,
tak lupa kantuk yang dirasakannya kian menjadi. Namun mau bagaimana lagi, kyai
sudah menugaskannya untuk melaksanakan kegiatan itu. ia laksanakan dengan
ikhlas lahir batin. 1 jam kotak menjalankan tugas kedua dan ketiga, kantuk yang
merupakan hobinya kian melonjak. Namun ditengah lonjakan kantuk yang
dirasakannya, tepat di bawah dada dan di atas pahanya terdengar konser rock and
roll mendendangkan lagu sangat keras.
Kruwuuuuk,
kruwuuuuk, kruwuuuuk, suara rock and roll terdengar dari dalam sana. Suara
merdu itu dibarengi dengan suara rintihan kotak menahan rock and roll keluar
memenuhi ruangan kamar tempat kotak biasa bersemedi dengan sajadah saktinya.
“Aduuuuuuh, perutku! Kenapa sekarang perutku nyanyi-nyanyi gak karuan?” segera
kotak mengambil perlengkapan perang: Piring, Gelas, cendok, pisau, tak lupa
panci dan wajan faforitnya. 5 menit kotak mempersiapkan senjata, kini saatnya
untuk mempersiapkan amunisi dan peluru: beras ditakar dan bumbu-bumbu beserta
sayuran dipersiapkan. Kotak mulai proses peperangan di dapur.
“Astaghfirullaaaaaah,
perutku sudah nyanyi keras banget. Kenapa yang masak segini banyak? Antre
panjaaaaaaaang banget lagi?” Tutur kotak dalam hati kecilnya menahan lapar,
menunggu santri lain masak sambil antre giliran masaknya datang.
Tepat
1 jam ia menunggu giliran masaknya tiba, saatnya kotak maju ke medan
peperangan. Dengan berusaha keras kotak meniup kayu bakar yang basah terkena
goresan air yang menetes detik demi detik. Tak terasa baru saja api menyala,
terdengar dari dalam masjid al falah “Allahu akbar allahu akbar” gema adzan
dzuhur telah dikumandangkan.
“Ya Allah, baru saja api hidup. Sudah dzuhur!”
gerutu kotak yang masih terdiri cengang menghadap kompor manual dengan memegang
sebuah korek api dan pisau sayur di tangannya sambil Gerang meremas-remas
gagang pisau.
Dengan
agak terpaksa kotak berjalan menuju masjid untuk shalat dzuhur, “Semoga setelah
aku selesai shalat, nasiku sudah matang!” Doa kotak dalam hati yang berlari
menuju masjid. 20 menit berlalu, shalat dan wiridnya telah dilaksanakan
sementara kotak masih terduduk khusyu menunduk menghadap Yang Maha Kuasa dengan
berpegang sebuah tasbih dan beralas sajadah. Ia meratap dan memejamkan mata
sejenak.
“Whey…
bangun! Ngaji dulu!” gertak Liman teman sekelas kotak. Bergeras kotak terdiri
tegak dengan berjalan liur-liur menuju pintu masjid menahan gigitan-gigitan
semut di kakinya. Dalam perjalanannya menuju kamar, teringat kalau kotak sedang
memasak, akhirnya ia purungkan niatnya masuk kekamar dan berlari menuju medan
peperangan di dekat kamar mandi.
“Masya
Allah, nasiku!” Kotak kembali menggerutu karena ketika ia membuka tutup panci,
ia mendapati nasinya yang sudah berhias cat merah bercampur hitam dengan bau
yang begitu menggairahkan untuk membuang nasi atau memberikannya pada ayam di
sekitar pesantren. Namun apa boleh buat, rasa lapar telah menggelantung dan mengalahkan
perasaan kotak. Dengan sebatang cendok, ia menaruh nasi berhias cat kemerahan
dan kehitaman itu di dalam nampan biru yang pecah pegangannya. Setelah itu,
dengan senang hati kotak membawa nasi ke kamarnya, alangkah buruk nasib kotak,
baru saja ia akan mulai melahap nasinya yang lezat berlauk hiasan kegosongan
tiba-tiba “Theeeeeet, Theeeeet, Theeeet!” bel mulai ngaji berbunyi. Mau tidak
mau ia harus merelakan meninggalkan nasi lezatnya untuk berangkat ke madrasah.
Satu setengah jam kotak mengkaji kitab Alfiah Ibnu Malik, rasa lapar semakin
membengkak. Serasa dampar pun ingin dimakannya. Pembelajaran telah usai, tepat
pukul 15.00 ia kembali ke kamar untuk melanjutkan makannya.
“Astaghfirullaaahal
‘adzim wa atubuilaih.” Kotak kembali menggerutu ketika mendapati nasi yang baru
saja matang dengan maksud untuk menyantapnya itu tersisa setengah porsi
makannya. Kembali perut kotak menyanyi dengan riang, bahkan semakin keras.
“Gak
apa-apa, aku masih bisa makan nasi ini dengan kenyang!” kata kotak sembari berjalan
menuju warung untuk membeli gorengan tahu dan tempe guna menjadikannya sebagai
lauk makan.
“Masya
Allah, wallahu akbar walillahil hamd!” kembali gerutu kotak timbul ketika ia
sampai di kamar semedinya, ia mendapati nasi dan nampan tempat nasinya sudah
tiada di tempat semula. Rasa gerang, marah, dan tentunya lapar berat menghantui
perasaan kotak. Sambil menggerutu ia berlari kearah utara komplek pesantren
bermaksud menuju kantin pesantren untuk menambah gorengan yang dibelinya, namun
memang kotak yang begitu lugu dan polos, tiba-tiba di tengah jalan gerutunya
timbul kembali ketika kotak tersandung dan gorengan yang dibawanya jatuh ke
sungai dekat komplek pesantren.
“Ya
Allah! Grgrgrgrrrrrrrrrrrrrr, whooooooaaaaaa, kenapa hari ini aku sial banget?”
gerutunya dalam hati sambil gemas dengan meremas baju yang dipakainya dan
menghentakkan kedua kakinya ke tanah. “Ampunilah segala dosa-dosaku ya Allah!”
doa kotak dalam hati.
Sesampai
di kantin, adzan ashar dikumandangkan. Kotak yang mendengar hanya menjawab tanpa
bergegas menuju masjid karena lapar yang dirasakannya kian menjadi. Tak berapa
lama, baru saja kotak melahap setengah gorengan tiba-tiba dari belakang “Ayo
Naf’an shalat dulu, makan nanti setelah shalat ashar usai!” terdengar suara
besar dan berwibawa dari belakang kotak menepuk pundaknya.
“Iya,
yai. Saya menuju masjid!”
Kotak
bergegas berjalan menuju masjid sembari menggerutu kembali dalam hatinya
“Kenapa nasibku hari ini aneh banget? Waktu ashar gini kenapa kyai Mansur
sampai ke kantin untuk menyuruh santri-santri jama’ah? Padahal kalau waktu
ashar kyai Mansur tidak biasanya beroperasi menggiring santri sampai di kantin?
Ya Allah… beri perutku pertolongan!”
Terbata-bata
dan berdesus nyanyian perut, kotak melaksanakan shalat ashar. Tak terasa shalat
telah dilaksanakan, wirid telah usai. Kotak yang kepalaran berlari menuju
kantin untuk melanjutkan isi perut dengan gorengan kesukaannya. Lelah dan lapar
tampak di wajah kotak yang dihiasi keringat di sore berhias senja memerah itu.
“Mas Naf’an, maaf gorengannya habis!” kata penjaga warung pada kotak.
“Gak
apa-apa, masih ada yang lain to sekira perut saya tidak keroncongan?” Tanya
kotak
“Tinggal
minum dan rokok mas!”
“Hah?
Terus gimana nasib perutku?” gumam kotak dalam hati
Sore
yang indah dan sejuk berteman surya memerah di ufuk barat dengan angin yang
dingin dan sepoi itu menghiasi kotak dengan beribu perasaan dan kesakitan
menahan lapar. Dengan berteman sebatang rokok dan segelas kopi tubruk, kotak
mengisi perutnya. Namun baru saja kotak menghirup asap rokok dan baru dapat
setengah batang, serta kopi yang masih separuh gelas 120 ml, tiba-tiba “Tak,
kamu dipanggil abah yai menghadap!” kata keras nan tegas itu terlahir dari
Maulana, teman sekamar kotak yang baru saja menerima perintah dari kyai Mansur
untuk mencarinya untuk diperintahkan kyai. Tanpa pikir panjang, segera kotak
menghadap kyai.
“Assalamu’alaikum”
salam sopan kotak di depan pintu ruang tamu kediaman kyai Mansur
“Wa’alaikumussalam”
Jawab kyai Mansur sopan
“Maaf
yai, benarkah tadi yai memanggil saya menghadap yai?”
“Benar”
jawabnya tegas, dilanjutkan “Gini naf’an, anakku rahman kok sore-sore gini
pengin dibelikan Bakso. Tolong belikan bakso 3 bungkus ke bandongan!” pinta
kyai pada kotak.
“Injih
yai, sendiko dawuh!” jawab kotak penuh ta’dzim
“Ini
sepedanya, jangan lupa nanti sekalian belikan aku rokok dan jangan lupa juga
bensinnya di isi! Ini uangnya” Perintah kyai
Segera
kotak mengambil sepeda motor kyai yang berada di sebelah barat kediaman
pengasuh dan dengan segera menghidupkan mesin, bergegas menjalankan motor
menuju bandongan.
Det…
det… det… suara motor Astrea Prima itu mulai terbata-bata ketika berjalan di tanjakan
dekat bandongan. “Ya Allah, beri aku pertolongan! Kenapa begini lagi?” naf’an
yang berkeluh kesah mendapati motor kyai Mansur kehabisan bensin. Dengan
sisa-sisa tenaga yang dimiliki, kotak mendorong motor sampai warung bensin
terdekat. Bensin telah diisi, mesin motor sehat dan hidup kembali. Kotak
melanjutkan perjalanannya menuju bandongan.
Memang
kotak terasa asing dengan bandongan, sesampai di bandongan ia kebingungan
mencari penjual bakso. Tanya demi Tanya dilakukan, langkah demi langkah dilaui,
akhirnya ia menemukan penjual bakso dekat masjid agung bandongan. Langsung saja
bakso dibeli, tak lupa kotak membeli rokok pesanan kyai Mansur. Saatnya bagi
kotak pulang menuju pesantren al furqan dengan bangga dan bahagia karena dapat
menjalankan tugasnya dengan lancar. “Alhamdulillah, usai sudah tugasku. Telah
aku laksanakan!” kotak gembira dengan tugas yang baru saja dilaksanakan meski
dengan menahan lapar, apalagi aroma bakso yang dibawanya sangat menggairahkan
perut kotak yang kosong itu.
Jeng
jeng jeng jeng… suara motor terdengar di depan kediaman kyai Mansur. Dengan
cepat kotak menghadap kyai
“Assalamu’alaikum,
ini yai pesanan bakso dan rokok yai”
“Ya,
terima kasih”
Kotak
yang meratap kelelahan dan kelaparan pamit, berjalan menuju komplek pesantren.
Baru sampai di depan komplek, terdengar sorak-sorak keras dari depan komplek
“I
EN…, I EN…”
Kotak
yang mendengar sorak-sorak segera berlari menuju tempat dimana I EN berada(Istilah
Lahapan Bekal Pesantren yang dibawa dari rumah, karena baru pulang atau
mendapat bekal dari rumah). Namun memang kotak yang serba salah, baru saja
sampai di lokasi I EN berada hanya sisa-sisa dan bungkus I EN yang ada di
tempat.
“Subhanallah,
kapan aku makan…?”
Tak
terasa waktu demi waktu dilalui, adzan maghrib terdengar keras di komplek
pesantren al furqon. Rasa lapar masih menghantui kotak, sehabis shalat kotak
bermaksud mengulang kembali peperangannya di dapur. Namun apalah daya kotak
yang masih menahan lapar tak kuasa menahan kekhusyu’annya sehabis shalat
maghrib, ia kembali tersungkur dan tertunduk terlelap di dalam masjid. Dan tak
terasa adzan isya telah terdengar, kotak tersadar dari lelapnya dan dengan
segera berdiri berjalan menuju tempat wudlu masjid. Karena tak tahan akan
kelaparan, kotak yang mungil itu sehabis wudlu langsung minum air kran di
tempat wudlu.
Adzan
telah usai, shalat telah dilaksanakan, wirid telah dibacakan, kotak yang
merintih berjalan menuju kamar untuk kembali ke medan peperangan. Namun baru
saja kotak berjalan menuju dapur untuk mengambil panci, tiba-tiba terdengar
keras dari Toa Ndalem (Kediaman pengasuh) “Mohon, ditujukan kepada saudara
Saiful Naf’an diwajibkan untuk mengaji di Ndalem! Sekarang juga!”
Segera
kotak yang masih lesu dan lemas memurungkan niat untuk masak, dan berjalan
menuju ndalem dengan maksud untuk ngaji. Meski kotak ngaji, namun fikiran dan
konsentrasinya tertuju pada perutnya yang naas, dari tadi pagi belum kedatangan
nasi ataupun lauk, hanya satu setengah gelas kopi, satu setengah batang rokok,
dan separuh gorengan. Detik demi detik dilalui, tak terasa waktu ngaji telah
usai. Seluruh santri berjajar untuk sungkem pada kyai, kotak yang terlihat lesu
dan malas itupun ikut berbaris berjajar. Kotak berjajar di barisan akhir,
seluruh santri telah selesai sungkem. Tiba giliran kotak sungkem, namun
tiba-tiba kyai Mansur berkata
“Naf’an,
kamu tunggu disini dulu!”
“Injih
yai, sendiko dawuh”
Kyai
Mansur yang mendawuhkan kotak menunggu, berjalan menuju dalam kediamannya. Tak
lama setelah kyai ke dalam, beliau berjalan menuju tempat kotak menunggu dengan
membawa bingkisan agak besar.
“Ini
buat kamu!” kata kyai Mansur sembari memberikan bingkisan kotak yang dibawanya
“Injih,
terima kasih yai!” jawab kotak penuh ta’dzim dan bahagia menerima bingkisan
dari kyai Mansur
Segera
kotak sungkem dan pamit kembali ke pesantren. Sesampai di kamar ia bersemedi,
alangkah bahagianya hati kotak, ia tersenyum girang dan senang tiada tara.
“Alhamdulillah
aku bisa makan kenyang malam ini!” kata kotak ketika membuka bingkisan dari
kyai Mansur yang ternyata di dalamnya terdapat nasi, daging ayam, sayur,
lengkap dengan kerupuk, bungkusan kopi dan bakso, serta 1 bungkus rokok, tak
lupa 1 paket kue dan hidangan penutup jeruk dan apel masing-masing 2 buah.
Ketika
kotak bermaksud melahap makanan yang terhidang di depannya, tiba-tiba dari
belakang, kanan, kiri, dan depannya berkerumun teman-teman sekamar kotak yang
menemani kotak memakan makanan yang baru saja diterima dari kyai Mansur. Ada
yang sejenak duduk dan pergi sambil membawa makanan itu, ada yang duduk dan
menemani kotak sampai akhir lahapan. Kagum dan hebat perasaan kotak yang
setelah teman-temannya beramai-ramai mengerumuni kotak yang bahagia, kotak yang
murung dan merana dari tadi pagi belum makan apapun itu mendapati bingkisan
dari kyai Mansur hanya tersisa nasi utuh tanpa lauk dan 1 buah apel.
“Alhamdulillah masih ada sisa nasi dan 1 buah apel.” Kotak bersyukur karena ia
masih dapat makan nasi tanpa lauk dan 1 buah apel yang sekiranya dapat mengisi
perutnya yang kosong.
Waktu
menunjukkan pukul 22.30, saatnya kotak yang baru saja mengisi bensin di
perutnya melanjutkan semedi, meratap, dan khusyu menanti datangnya fajar,
menunggu adzan subuh dikumandangkan, dan menanti kyai Mansur kembali
mengguyurnya dengan air.
No comments:
Post a Comment