Matahari meyengat kulit
Kicau burung menghias dedaunan yang beterbangan
Embun pagi berlarian di atas dahan penuh senyum
Udara pagi menyegarkan alam
Rumput bergoyang bersambutan tersapu angin sepoi
Diiringi nada ketukan penduduk desa di lubung padi
Dalam keheningan
dan kedamaian pagi
Aku bernaung di
bawah pohon rindang
Dengan menatap
terbitnya matahari
Aku Menanti dengan
harapan
Orang yang aku
dambakan
Menyambutku dengan
senyuman
Dan membelaiku
dengan kasih sayang
****
Lama aku terpuruk dalam kesendirian
Hanya berteman dengan remaja sebaya
Aku menempuh hidup
Dalam sebuah bangunan tua dekat kaki perbukitan
Berhari-hari
aku mengenang wajah seorang yang aku rindukan
Hanya tersirat
dalam fikirku senyumnya yang membuat aku tenang
Hingga tersurat
dalam sebuah tarian pena di atas kertas tak bergaris
Tak dapat aku baca apa yang aku suratkan
Hanya siratan dalam anganku akan kedatangannya
Menggapaiku dengan senyuman
Menatapku dengan kebahagiaan
Dia yang selalu
memberiku nasihat
Agar aku selalu
kuat dan tabah menerima halangan
Dia yang selalu
berkata kepadaku
“Kaulah harapan
dunia,
Kaulah matahari
agama,
Kaulah yang akan memimpin
alam,
Kau adalah salah
satu yang diberi amanat menjaga kelestarian,
Kau yang akan
menjaga kekekalan agama,
Pada suatu waktu
nanti”
****
Ayahanda…
Ananda merintih merenung
Melihat ayahanda tercinta dari kejauhan
Mendengar desus nafas ayahanda dari tempat dimana aku tinggal
Yang tak mungkin dapat ayahanda gapai
Engkau Memberikan nasihat hanya dengan lintasan tinta
Yang selalu aku baca setiap aku rindu
Kapan waktu itu
akan datang
Waktu dimana
ananda melepas rindu
Waktu dimana
ananda dapat memelukmu dengan kasih
Waktu dimana
ayahanda memberi ananda sayang yang tak kan terbalaskan
Dalam sepi ananda
Engkaulah yang menjadi temau dalam kesendirian
Engkau yang menjadi tumpuan tujuan hidup
Engkau yang selalu memberi semangat
Engkau yang senantiasa bertempat di lubuk hati
Berhuni dalam
kesunyian
Itulah yang ananda
rasakan
Ketika ananda
tersadar bahwa engkau telah pergi jauh meninggalkan ananda
Dalam ketiadaan ananda
dapat melihat ayahanda tersayang
Bahagia yang
terlahir dalam keputihan
Bersinar terang
hingga tak dapat ananda lihat
****
Bunda…
Telah lama ananda terlupa
Wajah wibawamu yang selalu menenangkan hati ananda
Dengarkan rayuan ananda
Yang jauh di mata
Merintih meratap serasa ingin segera bertemu
Dengan ibunda tercinta
Engkaulah yang
telah berjasa pada ananda
Engkaulah yang
selalu memberikan nasihat di benak ananda
Engkau yang
berjuang demi kehidupan ananda
Engkau yang
menjadi lantaran hidup ananda
****
Tanpa ananda sadari
Air mata ananda mengalir tak dapat ananda hentikan
Ketika mendengar alunan takbir
Hari Raya…
Kan ananda cium
tangan ayahanda
Kan ananda sujudkan
tubuh ini di kaki ibunda
Jika kita bersua
dalam kebahagiaan
Dan kan ananda
pohonkan do’a restu
Dari ayahanda dan
ibunda tercinta
****
Ananda terpuruk
Ketika ananda tersadar
dari lamunan
Yang tak dapat
ananda hentikan
Di bawah pohon
rindang ini
Hingga Linangan air mata ananda semakin menderas
Doa ananda senantiasa teruntuk ayahanda dan ibunda tersayang
Yang telah membesarkan dengan kasih dan cinta
Maafkanlah segala kesalahan ananda
Yang tak bisa membalas budi ayahanda dan ibunda
Tanpa ananda
sadari
Dalam lamunan
ananda
Air mata yang kian
menderas bertambah dengan rintihan suara
Ketika teringat…
Ayahanda tersayang
Ibunda tercinta
Telah dijemput
pulang menghadap Yang Maha Segalanya
Maafkanlah ananda
Tak dapat
bersentuh, bersujud, dan cium tangan
Ketika takbir hari
raya disorakkan
Hanya do’a yang ananda haturkan
Dari pojok bangunan tua pesantren
Kerinduan ananda akan keindahan keluarga
Kerinduan ananda akan Kemesraan dan kasih sayang ayahanda
Kerinduan ananda akan cinta ibunda
Tak dapat ananda zahirkan
Hanya dapat ananda zahirkan
Dengan linangan air mata.
No comments:
Post a Comment