Tuesday, 10 July 2012

PUISI AYAHANDA IBUNDA


AYAHANDA IBUNDA
Matahari meyengat kulit
Kicau burung menghias dedaunan yang beterbangan
Embun pagi berlarian di atas dahan penuh senyum
Udara pagi menyegarkan alam
Rumput bergoyang bersambutan tersapu angin sepoi
Diiringi nada ketukan penduduk desa di lubung padi
            Dalam keheningan dan kedamaian pagi
            Aku bernaung di bawah pohon rindang
            Dengan menatap terbitnya matahari
            Aku Menanti dengan harapan
            Orang yang aku dambakan
            Menyambutku dengan senyuman
            Dan membelaiku dengan kasih sayang
****
Lama aku terpuruk dalam kesendirian
Hanya berteman dengan remaja sebaya
Aku menempuh hidup
Dalam sebuah bangunan tua dekat kaki perbukitan
Berhari-hari aku mengenang wajah seorang yang aku rindukan
            Hanya tersirat dalam fikirku senyumnya yang membuat aku tenang
            Hingga tersurat dalam sebuah tarian pena di atas kertas tak bergaris
Tak dapat aku baca apa yang aku suratkan
Hanya siratan dalam anganku akan kedatangannya
Menggapaiku dengan senyuman
Menatapku dengan kebahagiaan
            Dia yang selalu memberiku nasihat
            Agar aku selalu kuat dan tabah menerima halangan
            Dia yang selalu berkata kepadaku
            “Kaulah harapan dunia,
            Kaulah matahari agama,
            Kaulah yang akan memimpin alam,
            Kau adalah salah satu yang diberi amanat menjaga kelestarian,
            Kau yang akan menjaga kekekalan agama,
            Pada suatu waktu nanti”
****
Ayahanda…
Ananda merintih merenung
Melihat ayahanda tercinta dari kejauhan
Mendengar desus nafas ayahanda dari tempat dimana aku tinggal
Yang tak mungkin dapat ayahanda gapai
Engkau Memberikan nasihat hanya dengan lintasan tinta
Yang selalu aku baca setiap aku rindu
            Kapan waktu itu akan datang
            Waktu dimana ananda melepas rindu
            Waktu dimana ananda dapat memelukmu dengan kasih
            Waktu dimana ayahanda memberi ananda sayang yang tak kan terbalaskan
Dalam sepi ananda
Engkaulah yang menjadi temau dalam kesendirian
Engkau yang menjadi tumpuan tujuan hidup
Engkau yang selalu memberi semangat
Engkau yang senantiasa bertempat di lubuk hati
            Berhuni dalam kesunyian
            Itulah yang ananda rasakan
            Ketika ananda tersadar bahwa engkau telah pergi jauh meninggalkan ananda
            Dalam ketiadaan ananda dapat melihat ayahanda tersayang
            Bahagia yang terlahir dalam keputihan
            Bersinar terang hingga tak dapat ananda lihat
****
Bunda…
Telah lama ananda terlupa
Wajah wibawamu yang selalu menenangkan hati ananda
Dengarkan rayuan ananda
Yang jauh di mata
Merintih meratap serasa ingin segera bertemu
Dengan ibunda tercinta
            Engkaulah yang telah berjasa pada ananda
            Engkaulah yang selalu memberikan nasihat di benak ananda
            Engkau yang berjuang demi kehidupan ananda
            Engkau yang menjadi lantaran hidup ananda
****
Tanpa ananda sadari
Air mata ananda mengalir tak dapat ananda hentikan
Ketika mendengar alunan takbir
Hari Raya…
            Kan ananda cium tangan ayahanda
            Kan ananda sujudkan tubuh ini di kaki ibunda
            Jika kita bersua dalam kebahagiaan
            Dan kan ananda pohonkan do’a restu
            Dari ayahanda dan ibunda tercinta
****
Ananda terpuruk
Ketika ananda tersadar dari lamunan
Yang tak dapat ananda hentikan
Di bawah pohon rindang ini
Hingga Linangan air mata ananda semakin menderas
Doa ananda senantiasa teruntuk ayahanda dan ibunda tersayang
Yang telah membesarkan dengan kasih dan cinta
Maafkanlah segala kesalahan ananda
Yang tak bisa membalas budi ayahanda dan ibunda
            Tanpa ananda sadari
            Dalam lamunan ananda
            Air mata yang kian menderas bertambah dengan rintihan suara
            Ketika teringat…
            Ayahanda tersayang
            Ibunda tercinta
            Telah dijemput pulang menghadap Yang Maha Segalanya
            Maafkanlah ananda
            Tak dapat bersentuh, bersujud, dan cium tangan
            Ketika takbir hari raya disorakkan
Hanya do’a yang ananda haturkan
Dari pojok bangunan tua pesantren
Kerinduan ananda akan keindahan keluarga
Kerinduan ananda akan Kemesraan dan kasih sayang ayahanda
Kerinduan ananda akan cinta ibunda
Tak dapat ananda zahirkan
Hanya dapat ananda zahirkan
Dengan linangan air mata.

No comments:

Post a Comment