KUPU-KUPU IBU
Karya: Mahida Lubna
Siswi Kelas 6 SD IT Ma'arif Bandongan
Aku melihatnya, aku melihat perempuan yang pernah Kau ciptakan.
Sepulang sekolah tadi, di dekat taman, aku melihat sepasang kupu-kupu berputar
saling melingkar. Akan tetapi, mereka tak seperti dalam ceritamu, Ayah. Mereka
lebih cantik, yang satu berwarna hitam dengan bintik biru bercahaya seperti
mutiara, dan yang lain bersayap putih jernih sebening sepatu kaca Cinerella
dengan serat tipis kehijauan melintang di tepi sayapnya.
Aku takjub, aku mengejarnya. Kupu-kupu itu masuk ke dalam taman dan
aku terus saja mengikutinya. Dan ternyata kedua kupu-kupu itu menghampiri
seorang perempuan yang duduk di bangku yang agak terpisah dari bangku-bangku
taman lainnya. Kupu-kupu itu asyik berputar di atas kepada perempuan itu.
Aku tersadar, itu adalah perempuan yang Ayah ceritakan. Sebelum aku
sempat membalikkan badan untuk meninggalkan taman itu, ia berbicara padaku. Aku
tak menyangka. Tidak, Ayah. Ia tidak bisu seperti yang kau bilang. Dan katamu
ia seorang yang menyeramkan hingga aku membayangkan perempuan itu sebagai nenek
penyihir. Ayah, perempuan itu sangat cantik, sama cantiknya dengan kedua
kupu-kupu itu. Oh, iya dia baik juga. Ia memintaku duduk di sisinya,
menemaninya bermain dengan kupu-kupu itu. Dia mengajariku membelai sayap kupu-kupu.
Kami bercerita tentang kesukaan kami masing-masing, dan ternyata selain
menyenangi kupu-kupu, kami juga sama-sama menyukai es krim rasa vanila dengan
taburan kacang almond, senang buah apel, dan tidur diantara banyak bantal dan
boneka.
*****
Kau ingat ceritaku, Ning? Tentang dua ekor kupu-kupu dan seorang
perempuan yang jatuh cinta pada mereka? Ah, kurasa sudah lupa. Ketika pertama
kali kuceritakan ini, kamu masih kecil, belum juga TK. Bahkan aku masih ingat,
kamu memakai terusan jingga dengan hiasan pita merah melingkar di pinggang,
bergambar kelinci putih yang mengedipkan matanya di bagian depan. Baju
kesukaanmu saat itu. Kamu berbaring di tempat tidur menatapku, menunggu dingeng
pengantar tidur, ada segari senyum tipis di wajah kanakmu yang hening, sehingga
namamu NING.
Aku rindu menceritakannya lagi padamu, sembari mengenang masa
kecilmu yang pebuk cekiki geli atau rengekan manja yang sering membuatku gemas.
Anggap saja masa kecilmu tak sanggup mengingat dongeng itu. Dan sekarang, aku
akan mengingatnya kembali untukmu NING.
Setiap senja, Ning, di taman dekat sekolah, selalu ada seorang
perempuan duduk di sudut taman. Ketika langit mulai berwarna jingga, ia hadir
di taman itu dan selalu menunggu kedatangan dua ekor kupu-kupu cantik. Ya,
keduanya cantik. Yang seekor bersayap hijau dengan serat-serat kecokelatan pada
garis geratannya, kira-kira seperti daging buah avokad yang matang. Dan yang
seekor lagi bersayap biru, dengan sedikit bintik-bintik putih. Ya, mirip dengan
motif tas tangan ibu di potret keluarga yang ada di ruang tamu. Tak ada yang
tahu tentang apa yang dilakukan bersama kedua kupu-kupu itu setiap senja. Lalu
setelah langit kehilangan garis jingga terakhir, kedua kupu-kupu itupun
meninggalkan taman, sebelum malam membuat mata mereka menjadi buta. Perempuan
itupun pergi berjalan gontai, dengan tundukan kepada yang dalam, seolah ia
ingin sekali melupakan seluruh hari yang pernah dijalaninya.
Orang-orang di sekitar sini tak ada yang mengenalnya, tak ada yang
tahu namanya, tak ada yang mengerti ia berasal dari keluarga yang mana. Bahkan
tak ada yang pernah berbicara dengannya, walau hanya sekedar basa-basi tanpa
perkenalan. Orang-orang tak tahu dimana rumahnya. Kemudian setiap senja
berakhir, ketika orang-orang mulai sibuk dengan menu makanan malam dengan
keluarganya masing-masing, perempuan itu seakan-akan menghilang. Tak ada jejak
yang bisa menunjukkan keberadaannya.
Bagimu mungkin tak ada yang mengherankan, seperti juga dirimu yang
mencintai kupu-kupu. Semua berjalan seperti biasa tanpa ada kejadian yang
berarti, sampai kemudian tersiar kabar bila perempuan itu bisu, karena sempat
di suau penghujung senja, saat perempuan itu meninggalkan taman, seseorang tak
sengaja melihatnya lalu menyapanya. Tapi perempuan nitu Cuma mengangguk
tersenyum tanpa bicara apa-apa.
Lambat laun orang-orang mulai curiga dengan keberadaannya di taman.
Orang-orang juga heran dengan keberadaan kedua kupu-kupu itu. Banyak yang
menduga bila perempuan itu bisa bicara pada kupu-kupu hanya dengan kupu-kupu,
Ning. Orang-orang pun mulai menyiarkan kabar bila perempuan itu memiliki ilmu
hitam. Sejak itu pula orang-orang mulai menjauhinya, tak ada yang mau datang ke
taman dekat sekolah setiap senja. Orang-orang takut akan bertemu dengan
perempuan itu bila datang kesana. Itulah sebabnya taman dekat sekolah itu
selalu sunyi sebelum senja datang, sebelum langit mengguratkan cahaya jingga di
tubuhnya.
Ning, ini bukanlah dongeng seperti yang biasanya kuceritakan
sebelum kau tidur. Bukan cerita serupa Puteri Rapunzel, Cinderella, Putri dan
Biji Kapri, Tiga Babi Kecil, atau cerita Serigala yang jahat. Tapi ini
benar-benar terjadi (ada). Perempuan itu betul-betul datang setiap senja ke
taman dekat sekolah. Ayah sengaja menceritakan ini agar kamu tidak datang ke
taman ketika kau pulang saat senja.
Ning, mengapa kamu kemari lagi? Segeralah pulang. Ayahmu akan
curiga bila kamu selalu pulang terlambat dari sekolah. Kau pun pasti telah
mendengar dari orang-orang tentangku. Aku memang kesepian, gunjingan
orang-orang membuatku disingkirkan. Tapi janganlah kamu terlampau sering datang
menemaniku atau sekadar ingin membawakan es krim dan buah apel. Kau bisa
bermain dengan kupu-kupu lain mungkin lebih cantik dari kedua kupu-kupu yang
ada di dalam taman ini. Kau juga bisa makan es krim dengan ayahmu. Sedangkan
aku sudah terbiasa hidup dalam kesendirian, setidaknya aku masih bisa menemukan
sedikit keributan di taman ini setiap senja, mendengar kepak sayap
burung-burung yang pulang ke sarang, riuh pepohonan menyambut malam yang
membawakan selimut tidurnya, bising binatang malam yang bersiap keluar sarang
bila malam tiba, tenggoret, kodok, jangkrik. Jujur saja, aku lebih suka
sendiri. Aku tak mau merepotkanmu karena suatu saat kau mungkin akan menemui
kesulitan hanya karena keberadaanku.
Aku yakin, Ning. Suatu saat kamu akan menemukan kupu-kupu yang kai
sukai yang akan selalu menemanimu, meski ia harus mengalami kelahiran berulang
kali sebagai kupu-kupu untuk menemanimu. Ning, aku tak ingin orang-orang akan
bergunjing tentangmu hanya karena kau menemuiku disini. Aku tak mau orang-orang
menjauhimu bila mereka tahu kau pernah mengunjungiku, bahkan teman-teman
sekolahmu mungkin tak mau lagi berbicara denganmu. Pulanglah, Ning! Aku juga
harus bergegas pulang. Matahari sudah tampak uzur hari ini, sudah waktunya bagi
kedua kupu-kupu ini untuk tidur.
*****
Ayah, senja tadi aku tak melihat kedua kupu-kupu itu di taman.
Mungkin mereka sedang tidur. Mungkin tanpa sadar mereka sudah meninggalkan
sayapnya, menginggalkan ruhnya, menjadi telur-telur cantik yang menetas jadi
ulat-ulat cantik warna-warni dan gemuk, yang sebentar dalam kepompong putih
yang rapuh lalu menjadi kupu-kupu baru yang lebih cantik.
Ayah, aku juga tak melihat perempuan itu. Tak ada seorang pun di
taman senja tadi. Aku sudah berkeliling mencarinya, padahal aku sudah membeli
sebatang cokelat putih untuk kami nikmati bersama-sama. Ayah, apa perempuan itu
marah padaku? Apa perempuan itu kesal karena aku sering mengunjunginya? Apa
kunjunganku membuat perempuan itu terganggu? Kalai ia memang marah, aku tak
mengerti sebabnya. Dia tak pernah marah padaku, selalu tersenyum bila aku
datang, mencium keningku setiap kami berpisah di pertigaan dekat taman ketika
kami pulang bersama sehabis senja. Perempuan itu tak pernah bicara bila
terganggu dengan keberadaanku.
Memang peremuan itu pernah melarangku datang menemuinya. Perempuan
itu mengatakan bila ia lebih suka sendiri, tapi aku tak percaya padanya. Aku
yakin bila ia tak mau menemuiku karena sebab lain. Karena biasanya wajah
perempuan itu selalu tampak riang menyambut kedatanganku, bila aku berlari
menghampirinya, tangan akan telentang lebar memelukku. Aku tahu ia selalu
menunggu kedatanganku.
Ayah, aku rindu pada kedua kupu-kupu. Aku juga ingin bertemu dengan
perempuan itu. Kuharap kau tidak marah bila aku sering menemuinya. Aku sangat
senang bermain dengan mereka, jauh lebih menyenangkan dibandingkan bermain
lompat tali dengan teman-teman. Ayah, apa kau betul-betul tak mengenal
perempuan itu? Apa kau benar-benar tak tahu dimana ia tinggal? Kumohon antarkan
aku kesana!
*****
Ning, lihatlah halaman rumah kita, penuh dengan kupu-kupu mungil
warna-warni yang cantik. Sayap mereka berkilauan, tapi ada tiga kupu-kupu yang
lebih besar, lihatlah. Yang dua ekor itu yang kau temui di taman, bukan? Dan
yang paling besar adalah kupu-kupu tercantik dari seluruh kupu-kupu itu. Aku
pun baru kali ini melihat kupu-kupu seindah itu. Ning, warna ungu dan hijau di
sayapnya berpadu sangat serasi, caranya mengepakkan sayap dengan pelan dan
lembut, sangat anggun seperti ibumu.
Lihat matamu sampai berkaca-kaca melihatnya. Kau senang kan?
Sekarang kau memiliki banyak kupu-kupu yang indah, kau rindu pada kupu-kupu
kan? Bermainlah bersama mereka, Ning, aku yakin mereka juga senang bermain
denganmu.
*****
Tidak, aku tak ingin bermain bersama mereka. Lihatlah kupu-kupu
yang paling besar itu, kupu-kupu itu memang yang paling cantik. Tapi warnanya,
persis sama dengan gaun perempuan itu ketika aku terakhir kali menemuinya.
Perempuan itu, Ayah. Aku tak mau ia berubah menjadi kupu-kupu hanya untuk menemaniku.
Biar saja kupu-kupu lainnya meninggalkanku, asalkan perempuan itu tetap ada
untukku. Aku tak ingin bermain dengan kupu-kupu, aku ingin perempuan itu, Ayah.
Hanya perempuan itu. Aku hanya ingin Ibuku.
No comments:
Post a Comment