Malam
yang dingin diterangi bulan sabit mengiringi langkahku menuju masjid, Suasana
masjid begitu sunyi dan gelap, aku berjalan mengurutkan tembok masjid mencari saklar
lampu listrik. “thek” bunyi saklar lampu aku tekan dan lampu
menyala begitu terang. Di dalam masjid tampak seorang duduk di atas sajadah
merah di belakang tempat imam, memegang tasbih dan berdzikir lirih. Saifudin,
itulah santri yang sedang berdzikir. Seorang santri asal Temanggung yang rajin
beribadah, sekaligus Ketua Pesantren Al Irfan. Aku bermaksud mendekati, namun
aku khawatir jika aku malah mengganggu dzikirnya. Aku urungkan niatku dan
kembali kelur masjid sambil mematikan lampu. Perlahan aku berjalan menuju kamar
bersiap mimpi indah, sesampai di depan pintu kamar...
“Fata!”
panggilan agak keras menjalar ke telingaku.
“Iya.”
Jawabku sambil menoleh ke sumber suara yang memanggilku. “Masya Allah, kamu
kang Udin. Ada apa ya? Malam larut gini, bikin kaget aku saja kang.” Jawabku
pada sumber suara, yang ternyata adalah Saifudin, Ketua Pesantren Al Irfan.
“Kesini
kamu!” perintahnya padaku.
Perlahan
aku mendekati Kang Udin yang baru saja keluar dari masjid dan berjalan ke arah
pintu kamarnya, dan sudah menunggu di depan pintu kamar yang berdekatan dengan
masjid. Sesampai di dekatnya, aku duduk sila tepat di depan Kang Udin yang
duduk tawarruk beralas sajadah merah dan masih memegang tasbihnya.
Kang
Udin duduk sambil menjelaskan seluruh keadaan pesantren, mulai dari struktur
kepengurusan sampai pada proses pembangunan gedung beserta pendanaannya. Aku
mendengarkan dengan seksama di depannya sambil menahan kantuk yang melanda
mata. Setengah jam Kang Udin memberikan penjelasan tentang keadaan pesantren,
seusai memberikan penjelasan Kang Udin membuka pintu kamarnya dan tidur di
dalam. Aku kembali ke kamarku dengan rasa kantuk berbeban fikiran pengandaian
kebenaran kata yang dijelaskan Kang Udin. Rasa takut menghantui, khawatir
semakin meninggi, gundah dalam hati serasa menyayat, dan galau dalam fikiran
membuatku sulit untuk memejamkan mata.
Setiap
detik, setiap menit, dan setiap waktu kata yang dilontarkan kang Udin selalu
menghantui fikiranku. Aku semakin tidak fokus pada tugasku di bidang
pendidikan, mungkin karena fobia akan kabar yang aku terima dari kang udin.
Detik-detik berjalan, tiba saatnya Kang Udin mengundurkan diri dari
kepengurusan karena pernikahannya. Di suatu malam, pengasuh pesantren
mengumpulkan seluruh santri di masjid untuk diberikan beberapa wejangan.
“Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.” Bapak Kyai mengawali sambutan fatwanya.
“Wa’alaikumussalam
warahmatullahi wabarakatuh.” Jawab seluruh santri putra secara serentak.
“Seluruh
santri Pesantren Al Irfan yang saya cintai dan saya banggakan, pertama-tama
marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
berjuta karuniaNya sehingga kita dapat berkumpul di Masjid ini tanpa halangan
suatu apapun. Shalawat serta salam Allah semoga tetap tercurahkan kepada
baginda Rasulullah Muhammad SAW. Dan pada kesempatan kali ini, saya bermaksud
memberitahukan kepada seluruh santri pesantren Al Irfan bahwa Ketua Pesantren
Al Irfan, yang bernama Saifudin santri asal Temanggung akan menjalankan prosesi
pernikahan besok hari Rabu, 30 Juni 2007. Maka dengan berjalannya prosesi
pernikahannya, secara otomatis ketua pesantren mengalami kekosongan. Maka dari
itu, saya bermaksud menunjuk beberapa santri yang patut menggantikan Saifudin
sebagai ketua pesantren Al Irfan ini. Berdasarkan informasi yang saya terima
dari laporan Saifudin, beberapa santri yang patut diajukan menjadi ketua
pesantren yaitu: Makmun, Sofyan, Fata, Zaini, dan Mustaqim. Kelima santri
berhak mengikuti pilihan umum yang akan diadakan besok malam jumat di rumah.
Seluruh santri diwajibkan mengikuti dan memilih salah satu calon ketua
pesantren sesuai dengan hati nurani masing-masing. Seluruh keputusan ada di
tangan santri, salah satu dari lima santri yang mendapat suara terbanyak akan
diangkat menjadi ketua pesantren Al Irfan periode 2007-2012 selama lima tahun khidmat.
Untuk struktur di bawahnya, diserahkan seluruhnya kepada ketua pesantren yang
baru. Sekian sambutan dari saya, kurang lebihnya mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Wallahu A’lam bisshawab. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.” Sambutan
singkat dan padat dari Pengasuh pesantren
“Wa’alaikumussalam
warahmatullahi wabarakatuh.” Jawab seluruh santri putra secara serentak.
Seusai sambutan pengasuh tersebut, suasana sepi pesantren menjadi sangat ramai
memperbincangkan permasalahan calon ketua pesantren dan dukungan-dukungannya.
Dalam
hatiku, aku selalu memohon agar aku tidak dilimpahkan amanah yang begitu besar.
Begitu pula dengan calon ketua pesantren yang lain, masing-masing memohon agar
tidak diangkat menjadi ketua pesantren. Karena tanggung jawab dan tugas yang
sangat besar dan berat, bukan tanggung jawab santri di dunia saja, tapi
masing-masing calon lebih menitik beratkan pada tangggung jawab di akhirat
sebagai pimpinan dari sebuah lembaga pendidikan Islam, yang memiliki tanggung
jawab mencetak cikal bakal pengembang agama islam di masing-masing wilayahnya.
Dalam suasana hati yang beku, dan rasa gundah yang menyayat, waktu pelaksanaan
pemilihan ketua pesantren telah tiba. Malam Jumat, 02 Juli 2007, pukul 20.00
WIB, di kediaman pengasuh pesantren Al Irfan seluruh santri berkumpul untuk
menentukan pimpinan pesantren Al Irfan. Kertas demi kertas diambil, satu per
satu santri mengambil kertas untuk menentukan pilihan yang dimasukkan ke dalam
sebuah kotak. Waktu berjalan terasa sangat lama, rasa gugup dan takut
menghantui masing-masing calon ketua pesantren. Dua jam kemudian, proses
pemilihan selesai, panitia pemilihan ketua pesantren segera membuka kotak, dan
dengan sabar membuka satu per satu lembaran yang dimasukkan ke dalam kotak,
memanggil nama yang tertulis dalam lembaran kertas. Satu jam berlalu, panitia
membacakan hasil akhir pemilihan ketua pesantren sambil mengetok tiga kali
sebagai tanda resmi pemilihan ketua pesantren
“Hasil
perolehan suara calon ketua pesantren Al Irfan Sorban Magelang adalah sebagai
berikut: Makmun memperoleh 10 suara, Sofyan memperoleh 2 suara, Fata memperoleh
75 suara, Zaini memperoleh 5 suara, Mustaqim memperoleh 3 suara, dan terbakar
sebanyak 5 suara. Jadi secara mutlak, jabatan ketua pesantren diamanahkan
kepada Saudara Fata. Thok thok thok...”
Hatiku
semakin terasa kacau dengan diberikannya amanah untuk memimpin pesantren Al
Irfan. Meski terasa berat, aku berkeyakinan bahwa mengurus pesantren sama
dengan berkhidmat, berbakti kepada pengasuh pesantren sehingga lebih mudah
memperoleh ridho dari guru.
Waktu
demi waktu, aku menjadi ketua pesantren. Aku berusaha untuk memlikiki pemikiran
yang sama dengan lulusan di atasku. Dengan keberanian tinggi, di suatu pagi
sehabis Jama’ah Shubuh, aku menghadap Pengasuh Pesantren meminta izin
melanjutkan pendidikanku di SMA. Pengasuh pesantren mengijinkanku melanjutkan
pendidikan, tapi dengan syarat bahwa hasil dari pendidikanku bisa dimanfaatkan
di pesantren Al Irfan. Aku menyanggupinya dan tidak lupa memohon doa restu
kepadanya.
Seusai
menghadap sowan kepada Pengasuh Pesantren, aku pamit menuju pesantren
untuk membersiapkan perlengkapan pendaftaran sekolahku. Buku pelajaran,
seragam, administrasi, dan sebagainya sudah tertata rapi dalam tas hitam yang
sudah ku minta dari ayah di rumah dan dikirimkan ke pesantren sehari yang lalu.
Pagi harinya, aku berjalan menuju sekolah untuk melakukan pendaftaran. Jarak
dari pesantren sampai ke sekolah tidak jauh, hanya berkisar 200 meter. Sesampai
di depan gerbang sekolah, aku melihat tertulis di papan besar “PENDAFTARAN
SISWA BARU SUDAH DITUTUP”. Tanpa putus asa, aku tetap masuk ke komplek SMA guna
bertemu dengan panitia penerimaan siswa baru di SMA tersebut. Penjaga pintu
gerbang menemuiku dan menunjukkan arah menuju ruang panitia penerimaan siswa
baru. Di tempat pendaftaran siswa baru itu aku diberi tahu tentang SMA terbuka
yang masih dibuka. Dengan senang hati aku mendaftarkan diri mengikuti
pendidikan SMA Terbuka tersebut.
Tahun
ajaran 2007/2008, aku mengawali pembelajaranku di sekolah. Aku mulai menulis
catatan baru dalam buku hatiku. Pengalaman belajar yang begitu sulit untuk
digambarkan, pagi mengaji, siang sekolah, sore kembali mengaji, malam belajar.
Hari-hari yang penuh dengan kepenatan. Kegiatan keseharian yang membuatku
semakin jenuh di pesantren. Hanya satu hal yang membuatku semangat
menjalankannya, yaitu pesan pengasuh pesantren kepadaku saat aku meminta ijin
untuk melanjutkan pendidikan “Manfaatkan ilmu yang kamu peroleh dari sekolah
untuk kemajuan pesantren dan Islam” pesan Pengasuh Pesantren yang tidak
akan pernah aku lupakan.
Buku
demi buku telah ku pelajari, ujian demi ujian telah aku kerjakan, langkah demi
langkah telah aku lalui, huruf demi huruf telah aku tuliskan, dan Tiga tahun
terasa begitu cepat. Tahun ajaran 2009/2010 adalah tahun penentuan kelulusanku
menuju gerbang perguruan tinggi, karena di tahun ini aku melaksanakan Ujian
Nasional tingkat menengah atas yang dilaksanakan di SMA Terbuka tempatku
menuntut ilmu. Senin, 05 Maret 2010 sampai Kamis, 08 Maret 2010 waktuku menentukan
jalanku menuju gerbang kelulusan. Beberapa hari yang mengingatkanku ketika
Ujian Nasional waktu SMP dulu. Waktu dimana aku sering mengemis doa, mengharap
keridhoanNya secara lebih, dan menantikan rahmatNya yang Agung diturunkan
kepadaku.
Beberapa
waktu berlalu, dua bulan aku menunggu pengumuman Kelulusan SMA. Waktu menunggu
aku habiskan untuk menambal kitab dan mengulang pelajaran pesantren yang
tetinggal ketika aku pulang pergi sekolah. Banyak pelajaran pesantren yang
tertinggal, namun aku tetap berusaha untuk menambal kekurangan pelajaran.
Syafawi, seorang santri asal Bandongan menjadi pendampingku menambal ketinggalan
pelajaran pesantren. Aku menambal kitab dengan Syafawi sampai larut malam,
keesokan harinya aku bersiap-siap menerima berita kelulusanku di SMA Terbuka.
Bersiap-siap menerima hasil belajarku selama tiga tahun di SMA Terbuka. Jejak
demi jejak aku lalui dengan tenang dan rasa penasaran akan kelulusanku di
sekolah, rasa senang dan tegang menghanyutkan jiwa, gundah dan bingung memenuhi
perasaan. Jalanan yang aku lalui seakan menyempit, hingga aku merasa berjalan
cepat menuju sekolah. Dari kejauhan tampak gerbang sekolah yang sudah terbuka
lebar seakan mempersilakanku masuk untuk segera menerima kabar kelulusan.
Sesampai di sekolah, sesuai dengan isi undangan yang aku terima, bahwa
penerimaan hasil ujian dilaksanakan di laboratorium IPA XII 4A. Aku segera
menuju ruangan yang ditujukan, disana sudah banyak orang yang menunggu menerima
kabar kelulusan putra-putrinya. Orang tuaku diwakili Syafawi segera masuk ke
dalam ruangan, sedangkan aku menunggu di luar bersama-sama siswa yang lain.
Beberapa
menit kemudian, pembawa acara mengawali acara penerimaan hasil Ujian Nasional
SMA dan SMA Terbuka. Detik demi detik berlalu, hingga pengumuman kelulusan
disampaikan oleh Kepala Sekolah. “Alhadmulillah, hasil kelulusan sekolah
kita adalah 98%. Masih ada beberapa siswa yang tidak lulus di tahun ini.” Kata
Kepala sekolah saat mengumumkan hasil kelulusan Ujian tanpa menyebutkan nama
siswa yang tidak lulus.
Setiap
wali siswa diberi sebuah amplop putih yang berisi Hasil kelulusan, dan dimohon
untuk tidak membukanya sebelum sampai di rumah. Acara selesai, temanku
memberikan amplop kepadaku, dengan semangat tinggi aku penasaran ingin segera
membuka amplop itu namun temanku memperingatkanku agar tidak membuka sampai di
pesantren.
Dua
puluh menit perjalananku dari sekolah sampai ke komplek pesantren. Di tengah
perjalanan, temanku mengajak ngobrol untuk mengalihkan perhatianku agar tidak
membuka amplop di jalan. Obrolan tentang mata pelajaran, proses belajar, sampai
pengembangan pesantren. Semuanya disinggung, dengan tujuan aku bisa melupakan
hasratku untuk membuka isi amplop yang diterima dari sekolah. Gerbang pesantren
semakin tampak jelas, langkahku semakin cepat mendekati komplek pesantren. Aku
cepat-cepat lari masuk ke kamar meninggalkan temanku di belakang. Sampai di
depan pintu kamar, aku melihat temanku sedang tiduran di sebelah utara masjid
beralas sajadah hijau yang biasa ia gunakan waktu beribadah. Aku yang dilanda
penasaran, mengarahkan pandangan ke sudut kamar, dan membuka pintu kamar. “Alhamdulillah.
Assalamu’alaina wa’ala ‘ibadillahisshalihin” teriakku ketika membuka pintu
kamar tempatku beristirahat, yang tiada seorang pun di dalam kamar. Di dalam
kamar, aku sendirian, dengan hati-hati aku membuka amplop dan mengeluarkan
isinya. Hanya satu lembar berisi pengumuman kelulusan siswa. Tanda kelulusanku
menuntaskan pendidikan menengah atas telah aku baca, tanpa sadar air mataku
mengalir, tubuhku tersungkur menghadap kiblat, bersyukur atas karuniaNya yang
Agung.
“Sajada
wajhi lilladzi kholaqohu wasyaqqo sam’ahu wabasharhu, fatabarakallahu ahsanul khaliqin.”
Sujud syukurku ke hadirat Allah atas segala limpahan ni’matNya.
Linangan
air mataku terus mengalir menandakan kebahagiaan, beberapa waktu kemudian, aku
menghadap pengasuh pesantren untuk memberitahukan kabar gembira tesebut.
Di
depan pintu kediaman pengasuh pesantren...
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
Jawab pengasuh pesantren dari ruang tamu. “Masuk!” perintahnya.
Aku
masuk ke ruang tamu dan langsung menghadap pengasuh sambil menghaturkan kertas
hasil ujian yang baru saja aku terima. “Maaf Pak Kyai. Sowan saya bermaksud
menghaturkan ini.” Kataku mengawali persowanan.
“Apa
itu?” tanya pengasuh pesantren.
“Ini
Pak Kyai, hasil belajar saya selama tiga tahun. Semoga menjadi ilmu yang
bermanfaat.”
Pengasuh
pesantren membuka lembaran kelulusanku seraya berkata “Kamu sudah lulus Ujian
Nasional, sesuai dengan perjanjian kamu waktu pertama kali kamu datang
menghadapku untuk meminta ijin melanjutkan sekolah, masih ingat?”
“Masih
Pak Kyai.” Jawabku singkat.
“Berhubungan
dengan hal tersebut, setelah kamu tidak ada santri yang sekolah di luar.
Semuanya sekolah di dalam pesantren.” Perintah pengasuh pesantren.
“Bagaimana
caranya Pak Kyai?” tanyaku penasaran.
“Ini
tugas kamu, cari informasi tentang pendidikan luar sekolah yang bisa
disetarakan ijazahnya dengan pendidikan formal, baik SMP maupun SMA. Aku pernah
mendengar tentang penyelenggaraan Kejar Paket B dan Kejar Paket C. paket B
untuk SMP dan Paket C untuk SMA. Sekarang aku menugaskan kamu untuk mendirikan
dan melaksanakan program tersebut semampu kamu. Sesuai janji kamu akan
memanfaatkan ilmu yang kamu terima di sekolah, akan disampaikan di pesantren.
Dan ini salah satu jalan untuk membuktikannya. Untuk Paket B kamu hubungi
santri Al Asnawi, dan untuk Paket C kamu cari Pak Joko di Magelang, beliau bekerja
di Dinas Pendidikan dan tahu banyak tentang Paket C.” Penjelasan pengasuh
pesantren.
“Baik
Pak Kyai, saya akan melaksanakan perintah pak kyai. Sekalian saya mohon ijin
untuk melanjutkan pendidikan saya ke perguruan tinggi.” Aku menawar.
“Jika
memang dirasa baik dan perlu, lanjutkan pendidikanmu. Aku selalu memberikan
restu kepada seluruh santriku.” Jawab pengasuh pesantren.
“Terima
kasih. Saya pamit dulu dan mohon ijin untuk mencari informasi berkaitan dengan
hal Paket B dan Paket C. Assalamu’alaikum.” Pamitku.
“Wa’alaikumussalam.”
Jawab pengasuh pesantren.
Setelah
aku sowan menghadap pengasuh pesantren dan mencari informasi tentang Paket
B/SMP dan Paket C/SMA. Aku segera merekrut beberapa pengurus pesantren untuk
dijadikan panitia khusus yang mengurus segala kegiatan pembelajaran,
administrasi, jadwal, dan tutor mata pelajaran berkaitan dengan Paket B/SMP dan
Paket C/SMA. Tahun ajaran 2010/2011 adalah langkah awal menjalankan Program
Pendidikan Non formal berbasis pelajaran umum di pesantren, sebuah perjalanan
asing yang belum pernah dirasakan pengurus pesantren sebelumnya. Sebuah langkah
untuk membuktikan bahwa santri tidaklah harus membaca kitab dan memutar tasbih,
namun santri bisa berkarya lebih untuk menjadikan bangsa Indonesia terdidik dan
dibekali ilmu dunia akhirat. Di tahun yang sama juga aku masuk ke perguruan
tinggi swasta di daerah Magelang. Banyak pengalaman yang bisa aku petik dalam
perjalananku di perguruan tinggi.
Dunia
begitu kecil, waktu belajarku di perguruan tinggi tak bertahan begitu lama,
hari berlalu begitu cepat, tahun berjalan bak kereta ekspres,
masa kuliahku yang aku rasakan begitu sibuk dengan tugas dan ujian di tiap tri
wulan telah habis dintandai dengan penyematan toga sebagai baju kebesaran
dan pelepasan almamater Universitasku. Gelar Alumni Universitas menjadi gelarku
sekarang. Tahun ajaran 2014/2015 adalah tahun kelulusanku di perguruan tinggi,
sementara Program Paket B/SMP dan Paket C/SMA yang aku dirikan dan aku urus
atas nasihat serta perintah dari pengasuh pesantren Al Irfan Sorban Magelang
masih berjalan dan sudah melaksanakan Ujian Nasional sebanyak 3 kali angkatan,
dan meluluskan 275 santri yang terdiri dari 120 santri Paket B/SMP dan 155
santri Paket C/SMA. Sebuah kesuksesan nyata yang bisa dirasakan dan dilihat mata
kasar, namun kemanfaatan yang sejati adalah kemanfaatan yang hanya bisa
dirasakan oleh nurani, dimana ilmu yang digali dan dituntut dalam masa
pembelajaran dapat dimanfaatkan dan dirasakan faidahnya di masyarakat.
Dua
tahun setelah kelulusanku, aku yang dulu disibukkan dengan keseharian
pulang-pergi pesantren-kampus, sekarang menetap sendirian di sebuah rumah
kontrakan dekat dengan kantor kerjaku. Tahun 2016 adalah sebuah waktu dimana
nasihat pengasuh pesantren Al Irfan tempatku menuntut ilmu agama dulu dapat aku
buktikan. Jika dulu aku berkomunikasi dengan santri yang sama-sama
memusyawarahkan kesejahteraan santri di sekitar pesantren, sekarang aku
merapatkan barisan untuk mensejahterakan masyarakat secara umum. Masih dalam
bidang yang sama dengan kepengurusanku di pesantren Al Irfan, bidang pendidikan
menjadi takdirku setelah sekian lama menuntut ilmu. Di bidang pendidikan
tempatku bekerja dan mengabdikan diri memanfaatkan ilmu yang telah aku gali
selama beberapa tahun silam. Aku tidak mengharap balasan apapun, baik dari
manusia maupun dari Allah. Harapku “semoga amalku diterima dan menjadikanku
seorang hamba yang bermanfaat bagi sesama makhlukNya.”
“Thing thing...grrrr...grrrr....” pukul
23.30 WIB, dering dan getar handphone bernada mengagetkanku dari lamunan yang
sejenak mengistirahatkanku dari malam yang semakin kelam. Aku mengambil handphone
yang baru saja terjatuh dan tergeletak di lantai, aku baca peringatan yang
muncul. “Anda mendapatkan 1 pesan elektronik. Email dari siapa? Malam-malam
gini?” gumamku dalam hati. Perlahan aku buka email yang masuk.
cc:
-
bc:
-
Kepada
Yth.
Kabid.
PNFI Kabupaten
Di
tempat
Dengan
hormat,
Dalam
rangka verifikasi dan validasi data Pendidik dan Lembaga Pendidikan Kabupaten. Serta
dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indoenesia.
Dimohon
kehadiran saudara/i besok pada:
Hari
: Kamis
Tanggal : 01 Oktober 2016
Tempat : Ruang VIII Kabupaten
Acara : Konfirmasi Rencana Perubahan
Pendataan bersama Bupati
Waktu : Pukul 07.00 WIB - Selesai
Seragam : PDH
Demikian
semoga menjadi perhatian, atas kehadirannya dihaturkan terima kasih.
Surya,
16 Agustus 2016
Atas
nama Kementerian Pendidikan
No comments:
Post a Comment