Tuesday, 25 October 2016

CERPEN CATATAN SEORANG PELOPOR


Malam yang dingin diterangi bulan sabit mengiringi langkahku menuju masjid, Suasana masjid begitu sunyi dan gelap, aku berjalan mengurutkan tembok masjid mencari saklar lampu listrik. “thek” bunyi saklar lampu aku tekan dan lampu menyala begitu terang. Di dalam masjid tampak seorang duduk di atas sajadah merah di belakang tempat imam, memegang tasbih dan berdzikir lirih. Saifudin, itulah santri yang sedang berdzikir. Seorang santri asal Temanggung yang rajin beribadah, sekaligus Ketua Pesantren Al Irfan. Aku bermaksud mendekati, namun aku khawatir jika aku malah mengganggu dzikirnya. Aku urungkan niatku dan kembali kelur masjid sambil mematikan lampu. Perlahan aku berjalan menuju kamar bersiap mimpi indah, sesampai di depan pintu kamar...
“Fata!” panggilan agak keras menjalar ke telingaku.
“Iya.” Jawabku sambil menoleh ke sumber suara yang memanggilku. “Masya Allah, kamu kang Udin. Ada apa ya? Malam larut gini, bikin kaget aku saja kang.” Jawabku pada sumber suara, yang ternyata adalah Saifudin, Ketua Pesantren Al Irfan.
“Kesini kamu!” perintahnya padaku.
Perlahan aku mendekati Kang Udin yang baru saja keluar dari masjid dan berjalan ke arah pintu kamarnya, dan sudah menunggu di depan pintu kamar yang berdekatan dengan masjid. Sesampai di dekatnya, aku duduk sila tepat di depan Kang Udin yang duduk tawarruk beralas sajadah merah dan masih memegang tasbihnya.
Kang Udin duduk sambil menjelaskan seluruh keadaan pesantren, mulai dari struktur kepengurusan sampai pada proses pembangunan gedung beserta pendanaannya. Aku mendengarkan dengan seksama di depannya sambil menahan kantuk yang melanda mata. Setengah jam Kang Udin memberikan penjelasan tentang keadaan pesantren, seusai memberikan penjelasan Kang Udin membuka pintu kamarnya dan tidur di dalam. Aku kembali ke kamarku dengan rasa kantuk berbeban fikiran pengandaian kebenaran kata yang dijelaskan Kang Udin. Rasa takut menghantui, khawatir semakin meninggi, gundah dalam hati serasa menyayat, dan galau dalam fikiran membuatku sulit untuk memejamkan mata.
Setiap detik, setiap menit, dan setiap waktu kata yang dilontarkan kang Udin selalu menghantui fikiranku. Aku semakin tidak fokus pada tugasku di bidang pendidikan, mungkin karena fobia akan kabar yang aku terima dari kang udin. Detik-detik berjalan, tiba saatnya Kang Udin mengundurkan diri dari kepengurusan karena pernikahannya. Di suatu malam, pengasuh pesantren mengumpulkan seluruh santri di masjid untuk diberikan beberapa wejangan.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Bapak Kyai mengawali sambutan fatwanya.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.” Jawab seluruh santri putra secara serentak.
“Seluruh santri Pesantren Al Irfan yang saya cintai dan saya banggakan, pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berjuta karuniaNya sehingga kita dapat berkumpul di Masjid ini tanpa halangan suatu apapun. Shalawat serta salam Allah semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Dan pada kesempatan kali ini, saya bermaksud memberitahukan kepada seluruh santri pesantren Al Irfan bahwa Ketua Pesantren Al Irfan, yang bernama Saifudin santri asal Temanggung akan menjalankan prosesi pernikahan besok hari Rabu, 30 Juni 2007. Maka dengan berjalannya prosesi pernikahannya, secara otomatis ketua pesantren mengalami kekosongan. Maka dari itu, saya bermaksud menunjuk beberapa santri yang patut menggantikan Saifudin sebagai ketua pesantren Al Irfan ini. Berdasarkan informasi yang saya terima dari laporan Saifudin, beberapa santri yang patut diajukan menjadi ketua pesantren yaitu: Makmun, Sofyan, Fata, Zaini, dan Mustaqim. Kelima santri berhak mengikuti pilihan umum yang akan diadakan besok malam jumat di rumah. Seluruh santri diwajibkan mengikuti dan memilih salah satu calon ketua pesantren sesuai dengan hati nurani masing-masing. Seluruh keputusan ada di tangan santri, salah satu dari lima santri yang mendapat suara terbanyak akan diangkat menjadi ketua pesantren Al Irfan periode 2007-2012 selama lima tahun khidmat. Untuk struktur di bawahnya, diserahkan seluruhnya kepada ketua pesantren yang baru. Sekian sambutan dari saya, kurang lebihnya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Wallahu A’lam bisshawab. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Sambutan singkat dan padat dari Pengasuh pesantren
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.” Jawab seluruh santri putra secara serentak. Seusai sambutan pengasuh tersebut, suasana sepi pesantren menjadi sangat ramai memperbincangkan permasalahan calon ketua pesantren dan dukungan-dukungannya.
Dalam hatiku, aku selalu memohon agar aku tidak dilimpahkan amanah yang begitu besar. Begitu pula dengan calon ketua pesantren yang lain, masing-masing memohon agar tidak diangkat menjadi ketua pesantren. Karena tanggung jawab dan tugas yang sangat besar dan berat, bukan tanggung jawab santri di dunia saja, tapi masing-masing calon lebih menitik beratkan pada tangggung jawab di akhirat sebagai pimpinan dari sebuah lembaga pendidikan Islam, yang memiliki tanggung jawab mencetak cikal bakal pengembang agama islam di masing-masing wilayahnya. Dalam suasana hati yang beku, dan rasa gundah yang menyayat, waktu pelaksanaan pemilihan ketua pesantren telah tiba. Malam Jumat, 02 Juli 2007, pukul 20.00 WIB, di kediaman pengasuh pesantren Al Irfan seluruh santri berkumpul untuk menentukan pimpinan pesantren Al Irfan. Kertas demi kertas diambil, satu per satu santri mengambil kertas untuk menentukan pilihan yang dimasukkan ke dalam sebuah kotak. Waktu berjalan terasa sangat lama, rasa gugup dan takut menghantui masing-masing calon ketua pesantren. Dua jam kemudian, proses pemilihan selesai, panitia pemilihan ketua pesantren segera membuka kotak, dan dengan sabar membuka satu per satu lembaran yang dimasukkan ke dalam kotak, memanggil nama yang tertulis dalam lembaran kertas. Satu jam berlalu, panitia membacakan hasil akhir pemilihan ketua pesantren sambil mengetok tiga kali sebagai tanda resmi pemilihan ketua pesantren
“Hasil perolehan suara calon ketua pesantren Al Irfan Sorban Magelang adalah sebagai berikut: Makmun memperoleh 10 suara, Sofyan memperoleh 2 suara, Fata memperoleh 75 suara, Zaini memperoleh 5 suara, Mustaqim memperoleh 3 suara, dan terbakar sebanyak 5 suara. Jadi secara mutlak, jabatan ketua pesantren diamanahkan kepada Saudara Fata. Thok thok thok...”
Hatiku semakin terasa kacau dengan diberikannya amanah untuk memimpin pesantren Al Irfan. Meski terasa berat, aku berkeyakinan bahwa mengurus pesantren sama dengan berkhidmat, berbakti kepada pengasuh pesantren sehingga lebih mudah memperoleh ridho dari guru.
Waktu demi waktu, aku menjadi ketua pesantren. Aku berusaha untuk memlikiki pemikiran yang sama dengan lulusan di atasku. Dengan keberanian tinggi, di suatu pagi sehabis Jama’ah Shubuh, aku menghadap Pengasuh Pesantren meminta izin melanjutkan pendidikanku di SMA. Pengasuh pesantren mengijinkanku melanjutkan pendidikan, tapi dengan syarat bahwa hasil dari pendidikanku bisa dimanfaatkan di pesantren Al Irfan. Aku menyanggupinya dan tidak lupa memohon doa restu kepadanya.
Seusai menghadap sowan kepada Pengasuh Pesantren, aku pamit menuju pesantren untuk membersiapkan perlengkapan pendaftaran sekolahku. Buku pelajaran, seragam, administrasi, dan sebagainya sudah tertata rapi dalam tas hitam yang sudah ku minta dari ayah di rumah dan dikirimkan ke pesantren sehari yang lalu. Pagi harinya, aku berjalan menuju sekolah untuk melakukan pendaftaran. Jarak dari pesantren sampai ke sekolah tidak jauh, hanya berkisar 200 meter. Sesampai di depan gerbang sekolah, aku melihat tertulis di papan besar “PENDAFTARAN SISWA BARU SUDAH DITUTUP”. Tanpa putus asa, aku tetap masuk ke komplek SMA guna bertemu dengan panitia penerimaan siswa baru di SMA tersebut. Penjaga pintu gerbang menemuiku dan menunjukkan arah menuju ruang panitia penerimaan siswa baru. Di tempat pendaftaran siswa baru itu aku diberi tahu tentang SMA terbuka yang masih dibuka. Dengan senang hati aku mendaftarkan diri mengikuti pendidikan SMA Terbuka tersebut.
Tahun ajaran 2007/2008, aku mengawali pembelajaranku di sekolah. Aku mulai menulis catatan baru dalam buku hatiku. Pengalaman belajar yang begitu sulit untuk digambarkan, pagi mengaji, siang sekolah, sore kembali mengaji, malam belajar. Hari-hari yang penuh dengan kepenatan. Kegiatan keseharian yang membuatku semakin jenuh di pesantren. Hanya satu hal yang membuatku semangat menjalankannya, yaitu pesan pengasuh pesantren kepadaku saat aku meminta ijin untuk melanjutkan pendidikan “Manfaatkan ilmu yang kamu peroleh dari sekolah untuk kemajuan pesantren dan Islam” pesan Pengasuh Pesantren yang tidak akan pernah aku lupakan.
Buku demi buku telah ku pelajari, ujian demi ujian telah aku kerjakan, langkah demi langkah telah aku lalui, huruf demi huruf telah aku tuliskan, dan Tiga tahun terasa begitu cepat. Tahun ajaran 2009/2010 adalah tahun penentuan kelulusanku menuju gerbang perguruan tinggi, karena di tahun ini aku melaksanakan Ujian Nasional tingkat menengah atas yang dilaksanakan di SMA Terbuka tempatku menuntut ilmu. Senin, 05 Maret 2010 sampai Kamis, 08 Maret 2010 waktuku menentukan jalanku menuju gerbang kelulusan. Beberapa hari yang mengingatkanku ketika Ujian Nasional waktu SMP dulu. Waktu dimana aku sering mengemis doa, mengharap keridhoanNya secara lebih, dan menantikan rahmatNya yang Agung diturunkan kepadaku.
Beberapa waktu berlalu, dua bulan aku menunggu pengumuman Kelulusan SMA. Waktu menunggu aku habiskan untuk menambal kitab dan mengulang pelajaran pesantren yang tetinggal ketika aku pulang pergi sekolah. Banyak pelajaran pesantren yang tertinggal, namun aku tetap berusaha untuk menambal kekurangan pelajaran. Syafawi, seorang santri asal Bandongan menjadi pendampingku menambal ketinggalan pelajaran pesantren. Aku menambal kitab dengan Syafawi sampai larut malam, keesokan harinya aku bersiap-siap menerima berita kelulusanku di SMA Terbuka. Bersiap-siap menerima hasil belajarku selama tiga tahun di SMA Terbuka. Jejak demi jejak aku lalui dengan tenang dan rasa penasaran akan kelulusanku di sekolah, rasa senang dan tegang menghanyutkan jiwa, gundah dan bingung memenuhi perasaan. Jalanan yang aku lalui seakan menyempit, hingga aku merasa berjalan cepat menuju sekolah. Dari kejauhan tampak gerbang sekolah yang sudah terbuka lebar seakan mempersilakanku masuk untuk segera menerima kabar kelulusan. Sesampai di sekolah, sesuai dengan isi undangan yang aku terima, bahwa penerimaan hasil ujian dilaksanakan di laboratorium IPA XII 4A. Aku segera menuju ruangan yang ditujukan, disana sudah banyak orang yang menunggu menerima kabar kelulusan putra-putrinya. Orang tuaku diwakili Syafawi segera masuk ke dalam ruangan, sedangkan aku menunggu di luar bersama-sama siswa yang lain.
Beberapa menit kemudian, pembawa acara mengawali acara penerimaan hasil Ujian Nasional SMA dan SMA Terbuka. Detik demi detik berlalu, hingga pengumuman kelulusan disampaikan oleh Kepala Sekolah. “Alhadmulillah, hasil kelulusan sekolah kita adalah 98%. Masih ada beberapa siswa yang tidak lulus di tahun ini.” Kata Kepala sekolah saat mengumumkan hasil kelulusan Ujian tanpa menyebutkan nama siswa yang tidak lulus.
Setiap wali siswa diberi sebuah amplop putih yang berisi Hasil kelulusan, dan dimohon untuk tidak membukanya sebelum sampai di rumah. Acara selesai, temanku memberikan amplop kepadaku, dengan semangat tinggi aku penasaran ingin segera membuka amplop itu namun temanku memperingatkanku agar tidak membuka sampai di pesantren.
Dua puluh menit perjalananku dari sekolah sampai ke komplek pesantren. Di tengah perjalanan, temanku mengajak ngobrol untuk mengalihkan perhatianku agar tidak membuka amplop di jalan. Obrolan tentang mata pelajaran, proses belajar, sampai pengembangan pesantren. Semuanya disinggung, dengan tujuan aku bisa melupakan hasratku untuk membuka isi amplop yang diterima dari sekolah. Gerbang pesantren semakin tampak jelas, langkahku semakin cepat mendekati komplek pesantren. Aku cepat-cepat lari masuk ke kamar meninggalkan temanku di belakang. Sampai di depan pintu kamar, aku melihat temanku sedang tiduran di sebelah utara masjid beralas sajadah hijau yang biasa ia gunakan waktu beribadah. Aku yang dilanda penasaran, mengarahkan pandangan ke sudut kamar, dan membuka pintu kamar. “Alhamdulillah. Assalamu’alaina wa’ala ‘ibadillahisshalihin” teriakku ketika membuka pintu kamar tempatku beristirahat, yang tiada seorang pun di dalam kamar. Di dalam kamar, aku sendirian, dengan hati-hati aku membuka amplop dan mengeluarkan isinya. Hanya satu lembar berisi pengumuman kelulusan siswa. Tanda kelulusanku menuntaskan pendidikan menengah atas telah aku baca, tanpa sadar air mataku mengalir, tubuhku tersungkur menghadap kiblat, bersyukur atas karuniaNya yang Agung.
Sajada wajhi lilladzi kholaqohu wasyaqqo sam’ahu wabasharhu, fatabarakallahu ahsanul khaliqin.” Sujud syukurku ke hadirat Allah atas segala limpahan ni’matNya.
Linangan air mataku terus mengalir menandakan kebahagiaan, beberapa waktu kemudian, aku menghadap pengasuh pesantren untuk memberitahukan kabar gembira tesebut.
Di depan pintu kediaman pengasuh pesantren...
Assalamu’alaikum.”
Wa’alaikumussalam.” Jawab pengasuh pesantren dari ruang tamu. “Masuk!” perintahnya.
Aku masuk ke ruang tamu dan langsung menghadap pengasuh sambil menghaturkan kertas hasil ujian yang baru saja aku terima. “Maaf Pak Kyai. Sowan saya bermaksud menghaturkan ini.” Kataku mengawali persowanan.
“Apa itu?” tanya pengasuh pesantren.
“Ini Pak Kyai, hasil belajar saya selama tiga tahun. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.”
Pengasuh pesantren membuka lembaran kelulusanku seraya berkata “Kamu sudah lulus Ujian Nasional, sesuai dengan perjanjian kamu waktu pertama kali kamu datang menghadapku untuk meminta ijin melanjutkan sekolah, masih ingat?”
“Masih Pak Kyai.” Jawabku singkat.
“Berhubungan dengan hal tersebut, setelah kamu tidak ada santri yang sekolah di luar. Semuanya sekolah di dalam pesantren.” Perintah pengasuh pesantren.
“Bagaimana caranya Pak Kyai?” tanyaku penasaran.
“Ini tugas kamu, cari informasi tentang pendidikan luar sekolah yang bisa disetarakan ijazahnya dengan pendidikan formal, baik SMP maupun SMA. Aku pernah mendengar tentang penyelenggaraan Kejar Paket B dan Kejar Paket C. paket B untuk SMP dan Paket C untuk SMA. Sekarang aku menugaskan kamu untuk mendirikan dan melaksanakan program tersebut semampu kamu. Sesuai janji kamu akan memanfaatkan ilmu yang kamu terima di sekolah, akan disampaikan di pesantren. Dan ini salah satu jalan untuk membuktikannya. Untuk Paket B kamu hubungi santri Al Asnawi, dan untuk Paket C kamu cari Pak Joko di Magelang, beliau bekerja di Dinas Pendidikan dan tahu banyak tentang Paket C.” Penjelasan pengasuh pesantren.
“Baik Pak Kyai, saya akan melaksanakan perintah pak kyai. Sekalian saya mohon ijin untuk melanjutkan pendidikan saya ke perguruan tinggi.” Aku menawar.
“Jika memang dirasa baik dan perlu, lanjutkan pendidikanmu. Aku selalu memberikan restu kepada seluruh santriku.” Jawab pengasuh pesantren.
“Terima kasih. Saya pamit dulu dan mohon ijin untuk mencari informasi berkaitan dengan hal Paket B dan Paket C. Assalamu’alaikum.” Pamitku.
Wa’alaikumussalam.” Jawab pengasuh pesantren.
Setelah aku sowan menghadap pengasuh pesantren dan mencari informasi tentang Paket B/SMP dan Paket C/SMA. Aku segera merekrut beberapa pengurus pesantren untuk dijadikan panitia khusus yang mengurus segala kegiatan pembelajaran, administrasi, jadwal, dan tutor mata pelajaran berkaitan dengan Paket B/SMP dan Paket C/SMA. Tahun ajaran 2010/2011 adalah langkah awal menjalankan Program Pendidikan Non formal berbasis pelajaran umum di pesantren, sebuah perjalanan asing yang belum pernah dirasakan pengurus pesantren sebelumnya. Sebuah langkah untuk membuktikan bahwa santri tidaklah harus membaca kitab dan memutar tasbih, namun santri bisa berkarya lebih untuk menjadikan bangsa Indonesia terdidik dan dibekali ilmu dunia akhirat. Di tahun yang sama juga aku masuk ke perguruan tinggi swasta di daerah Magelang. Banyak pengalaman yang bisa aku petik dalam perjalananku di perguruan tinggi.
Dunia begitu kecil, waktu belajarku di perguruan tinggi tak bertahan begitu lama, hari berlalu begitu cepat, tahun berjalan bak kereta ekspres, masa kuliahku yang aku rasakan begitu sibuk dengan tugas dan ujian di tiap tri wulan telah habis dintandai dengan penyematan toga sebagai baju kebesaran dan pelepasan almamater Universitasku. Gelar Alumni Universitas menjadi gelarku sekarang. Tahun ajaran 2014/2015 adalah tahun kelulusanku di perguruan tinggi, sementara Program Paket B/SMP dan Paket C/SMA yang aku dirikan dan aku urus atas nasihat serta perintah dari pengasuh pesantren Al Irfan Sorban Magelang masih berjalan dan sudah melaksanakan Ujian Nasional sebanyak 3 kali angkatan, dan meluluskan 275 santri yang terdiri dari 120 santri Paket B/SMP dan 155 santri Paket C/SMA. Sebuah kesuksesan nyata yang bisa dirasakan dan dilihat mata kasar, namun kemanfaatan yang sejati adalah kemanfaatan yang hanya bisa dirasakan oleh nurani, dimana ilmu yang digali dan dituntut dalam masa pembelajaran dapat dimanfaatkan dan dirasakan faidahnya di masyarakat.
Dua tahun setelah kelulusanku, aku yang dulu disibukkan dengan keseharian pulang-pergi pesantren-kampus, sekarang menetap sendirian di sebuah rumah kontrakan dekat dengan kantor kerjaku. Tahun 2016 adalah sebuah waktu dimana nasihat pengasuh pesantren Al Irfan tempatku menuntut ilmu agama dulu dapat aku buktikan. Jika dulu aku berkomunikasi dengan santri yang sama-sama memusyawarahkan kesejahteraan santri di sekitar pesantren, sekarang aku merapatkan barisan untuk mensejahterakan masyarakat secara umum. Masih dalam bidang yang sama dengan kepengurusanku di pesantren Al Irfan, bidang pendidikan menjadi takdirku setelah sekian lama menuntut ilmu. Di bidang pendidikan tempatku bekerja dan mengabdikan diri memanfaatkan ilmu yang telah aku gali selama beberapa tahun silam. Aku tidak mengharap balasan apapun, baik dari manusia maupun dari Allah. Harapku “semoga amalku diterima dan menjadikanku seorang hamba yang bermanfaat bagi sesama makhlukNya.”
 “Thing thing...grrrr...grrrr....” pukul 23.30 WIB, dering dan getar handphone bernada mengagetkanku dari lamunan yang sejenak mengistirahatkanku dari malam yang semakin kelam. Aku mengambil handphone yang baru saja terjatuh dan tergeletak di lantai, aku baca peringatan yang muncul. “Anda mendapatkan 1 pesan elektronik. Email dari siapa? Malam-malam gini?” gumamku dalam hati. Perlahan aku buka email yang masuk.
email from: kama@makab.or.id
cc: -
bc: -
Kepada Yth.
Kabid. PNFI Kabupaten
Di tempat

Dengan hormat,
Dalam rangka verifikasi dan validasi data Pendidik dan Lembaga Pendidikan Kabupaten. Serta dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indoenesia.
Dimohon kehadiran saudara/i besok pada:

Hari                 : Kamis
Tanggal           : 01 Oktober 2016
Tempat            : Ruang VIII Kabupaten
Acara              : Konfirmasi Rencana Perubahan Pendataan bersama Bupati
Waktu              : Pukul 07.00 WIB - Selesai
Seragam          : PDH

Demikian semoga menjadi perhatian, atas kehadirannya dihaturkan terima kasih.
Surya, 16 Agustus 2016

Atas nama Kementerian Pendidikan

No comments:

Post a Comment