AKU
INGIN SEKOLAH
Seminggu
yang lalu aku merasakan sakit tiada terkira, sejak mengenal bangunan itu aku jadi semakin
keset, jarang setor sama ang jabrik, dan ujung-ujungnya seminggu yang lalu aku
dihajar habis-habisan oleh kakai tangan bang jabrik yang tak punya perasaan
itu. Rasa sakitnta membekam hingga ke ulu hati, mesti hanya di cambuki pake seutas tali yang
sering disebut dadung yang sebesar jari kelingking yang di simpul di beberapa
tempat bagi gadis ringkih seusiaku tentu sangat menyakitkan .
Dan
sekarang setelah kupikir masak-masak akibat yang aku terima aku tetap
mendatangi gedung itu, aku sangat ingin
masuk kedalamnya aku lewati gerbang hijau dengan plakat SDN 1 PANDAWA itu, aku ingin bermain bersama teman-teman seusiaku
menggendong tas, membawa buku, baju putih merah bersih-bersih tak seperti aku
yang gembel sengan kaos oblong penuh noda semir dan celana pendek seluput yang
tak pernah ganti, membawa bekas akua
gelasan mengemis kesana kemari, terkadang menawarkan jasa semir dan yang lebih mengerikan uang hasil jerih
peyahnya harus ia relakan dirampas oleh bang jabrik si npreman pasar yang ganas
itu, ”kira-kira apa yang mereka lakukan di dalam? pasti asik bila main bareng
teman-teman?”batinku sedih .
Ku tatap
tiap-tiap gerombolan putih merah berjalan memasuki gerbang sambil bercanda ria,
bajunya putih, bersih, licin lagi, membuat aku iri, dengan sedih kuraih ujung kaos kumalku ku
tarik dank u pandangi lekat-lekat, sudah
bolong di beberapa bagian, lalu ku
sentuh rambut sepundakku yang gembel, kusam dan bau, selain tak pernah karmas, ah boro-boro karmas mau mandi aja gak sempat, tepatnya malas dan lebih memilih tidur di
antara kardus-kardus karna sangking lelahnya setelah seharian jalan kesana
kemari dengan kaki telanjang di bawah terik matahari .
“BUBH”tiba-tiba
seorang menabrak ku kami jatuh terduduk ku lihat ia tampak takut melihat ku, buku-bukunya berserakan, usianya munkin sama dengan ku, dipundak ah mungkin lengan bajunya ada tany
seperti angka satu ber jaja dua dan garis setrip diatas dan dibawahnya .”maaf”katanya
ketakutan sambil memungut buku yang paling dekat dengannya .”taka pa kamu sakit?”Tanya
ku sambil membantunya memunguti buku- bukunya, dan terkhir ku pungut botol akua senjata ku, dari penampilannya aku tau dia dia juga sering
masuk gedung yang sejak tadi aku amati dan kupandangi penghuninya dengan iri .
“apa
yang kalian lakukan disana?”tanyaku setelah berdiri dan dia juga telah berdiri
“apa
yang di lakukan?”ia balik tanya heran.
“ya….
Kelihatannya bahagia seklali, pasti
bermain-main, pasti bayak permainanan
disana seperti di taman permainan gitu”brondongku sambil menatap mata bulatnya
yang membuatnya tampak seperti donat didukung pipi putih yang montok membutnya
tampak sehat tidak seperti diriku yang berkulit besisik, hitam seperti kulit ikan karna tersengat sinar
matahari tiap saat dan tercekik hawa dingin tiap malam .
“tidak,
disana kami belajar, ada bu guru, pak guru, yang mengajari kita berhitung, menulis dan………”
“teng…teng….teng…”sebuah
suara terdengar nyaring dari dalam, gadis di depanku tampak kaget dan tergesa lari
meniggalkan ku .
Malamnya
tentusaja setelah aku dimaki-maki sama bang jabrik karna setoranku cuma dikit, demgan kejamnya ia tak menyisakan uang di
tanganku walhasil, malam ini aku harus mendengar nyayian dari
perutku . dengan sedih ku usap-usap perukku yang sedikit bunjit meski sangat
lapar, mencoba menenangkan cacing-yang
mengeliat marah minta jatah makan tapi rasnya sia-sia, cacing-cacing itu tetap marah dan menggeliat
brutal dalam usus ku . membuat perutku serasa di pilin-pilin .
“belajar
itu apa ya?”pikirku dalam hati, perlahan
ku rebahkan tubuhku di antara
kardus-kardus bekas yang sengaja aku tumpuk-tumouk berserakan, sebagian agar ruang gedung yang setengah rusak
ini terasa hangat mesti aku tidur diatas selimut beralas kardus, ku tatap langit yang sesungguhnya gedung rusak
ini sebagian atapnya telah rusak bahkan beberapa risuknya ada yang patah kalu
lagi apes bisa-bisa kejatuhan genting yang mungkin tinggal 20-anan yang masih
nagkring diatas sana . langit tampak kelabu berhias seribu bintang dan bulan
tanggal setengah .
“menulis…..menghitung
itu apa?”tanyaku dalam hati makin penasaran, dulu pernah ada mba’-mba’ pake baju putih
abu-abu dengan dan buku-buku, bilang”aku
mau belajar di perpus”pada temannya, apa
belajar itu pakek baju sama, kau kecil
putih merah, kalau besar dikit putih
biru lalu yang terakhir putih abu-abu ya pakek sepatu, tas dan buku apa itu yang disebut belajar
pikirku makin penasaran”ah lebih baik aku tidur , besok aku harus masuk kedalam gedung itu, aku mau belajar dengan gadis gendut itu, apa pun belajar itu aku mau sama-sama
anak-anak seusiaku yang kelihatannya selalu bahagia itu, aku harus bisa masuk” tekadku dalam hati .
Benar
saja paginya aku pergi tanpa botol aqua gelasa yang dekil itu, menapaki aspal yang masih berembun, aku sengaja dating lebih pagi karna aku sudah
tidak bisa menahan rasa penasaran lagi, dalam hatiku bayak pertayaan timbul tengelam.
Sampe
disana gerbang baru saja dibuka, aku
melangkah lalu aku ragu, aku takut, orang dewasa yang membuka itu tampak sangar, nyalinya jadi ciut, dengan pasrah dan rasa penasaran yang
menumpuk-numpuk, aku Cuma bisa kembali
memandangi bangunan megah itu, aku baru
tahu diatas gerbang tepatnya menempel di gapura ada jam dinding bulat .
“wah
gimana masangnya ya?”batiku, ku
bayangkan seorang punya syap lalu terbang memasang jam itu atau….. ah mana ada
orang punya sayap kayak burung aja atau seorang memanjat gapura itu seperti aku
pernah manjat pohon mangga orang waktu itu ah mana bisa …gapuranyakan gede gitu,
sedang asik ngelamunin gapura tiba-tiba
.
“din..
din…”sebuah mobil silver menghampiri, lagi heran kut tatap mobil yang berhenti
didekatku .”dasar gak tahu diri mentang-mentang kaya senaknya saja ngagetin
orang”batinku jengkel
Perlahan
pintu terbuka, seorang berpakeyan putih
merah keluar dari sana, seperti aku
kaenal tas itu batinku saat melihat tas punggung pink itu meyebul diri daun
pintu yang terbuka .
“kamu
yang kaemarin”sapanya ramah, pipinya
yang tembem tampak memerah, ia tersenyam
senang kearah ku yang hanya diam
“kenalin
nama ku diva, kamu siapa?”
“namaku?”
“ya
namamu, kamu punya namakan?”
“namaku
sarah”sambil melirik mobil diva yang masih terbuka .
“tingal
dimana?”
“gak
punya rumah, aku tidur dimana-mana asl
kantuk disitu aku tidur”
“aduh
sarah jangan ngomong gitu”sahut diva serak matanya berkaca-kaca
“div
aku pengen masuk kesana”akhirnya aku mengungkapkan perasaanku pada orang yang
baru aku kenal tapi rasanya aku sudah begitu dekat denagannya .
“apa
mau masuk gimana ya …”
“neng,
masuk kesana nanti dimarahi pak heru lho”tiba-tiba
orang di dalam mobil menegur .
“oh
ya pak bentar deh”
Setelah
itu diva mengajakku mendekati gerbang tapi tiba-tiba Diva mengajakku menjauh
dari gerbang itu, aku tak perlu malu
sekolah masih sepi dan lagi supir tadi sudah pergi begitu diva melangkah menuju
gerbang bersamaku.
“tunggu
sini dulu ya”katanya lalu melangkah ke gerbang seperti maling berjingkat dan
pelan-pelan, aku jadi heran, kuarahkan pandangan ke gerbang dengan sedikit
menjulurkan kepala, kulihat orang yang tadi membuka gerbang berdiri di samping
gerbang kaku dan wagu menurutku. Tanpa senyum, sok angker padahal gak terlalu
angker sekarang.
Tiba-tiba
orang itu mengelus perut buncitnya dan segera lari setelah tengok kanan kiri.
“ssssst……..ssssst…sarah
sini cepat lari”perintah diva, seperti ter hipnotis sarah segera lari ke
gerbang, diva segera menggandeng tangannya mereka begitu dekat, mereka lari
tunggang langgang menjauh gerbang, tapi aku berhenti ditengah jalan
terkagum-kagum menatap bangunan yang berjajar rapi dengan taman di depannya di
pinggir lapangan ada tiang bendera yang tinggi, bendera merah putih ber tengger
agung disana, emang udah tau agung ya
Si
dekil ini he…he… namanya juga fiksi agak lebar dikit gak papa kan he….he…….
“sarah,
ayo nanti ketahuan”rengek diva, aku tergagap dan kembali lari .
“Diva
menyembunyikan ku di…….. wc …….. ya?”kata diva, tempat untukku sembunyi itu wc,
aku tak pernah tau ada tempat aneh seperti ini, biasanya aku buang kotoran di
sembarang tempat, asal gak ada orang atau agak tertutup dikit lah.
Lama-lama
bosen juga di wc ini, udah pengap, bau, gak
bisa duduk, dingin lagi, perlahanku tajamkan pendengaranku, Ha!seri! sorakku
yakin, pelan – pelan lagi seperti maling aku keluar dari persembunyian, aku
mengendap-ngendap dari ruang ke ruang, yang tak dapat ku lihat seperti apa
isinya karna jendelanya lebih tinggi dariku, tiap kelas beda bunyinya.ada yang
cuma sunyi, ada yang rame.
“2x
+ 3y = terdengar kata-kata aneh itu dari sebuah kelas, ah aku tak tahu
maksudnya,
“1 +
1 = 2, 2 + 2 = 4………..”lagu itu menari
perhatianku, aku duduk di belakang kelas yang sedang menyanyikan angka itu
mendengarkan baik-baik suara dewasa membimbing suara-suara anak-anak tok…..
tok……….”Terderngar lagi suara guru itu, ”menghitung”batinku … oh …. Itu namanya
menghitung, 5 + 5 menghitung .
“kamu
siapa?”tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku, aku tersentak mundur takut kalau
–kalau orang berjilbab itu akan mengusirku
dengan kasar.
“tak
usah takut, siapa namamu?”katanya lagi sambil membelai gembelku, ada rasa
nyaman yang merasuk dalam hati, sangat nyaman dan belum pernah ku rasakan
sebelum ini, dan aku tak mau kehilangan rasa nyaman itu, tapi minder juga,
mau-maunya dia menyentuh gembelku yang baud an lengket sementara tangannya
begitu putih dan halus.
“Siapa
namamu?” ulangnya karena aku hanya diam dan sedikit cemas menatapnya, ia
tersenyum mendamaikan.
“Sarah”
Kataku akhirnya, sentah siapa yang member nama itu aku juga tak pernah tahu.
Yang bisa aku ingat saat ini Cuma tindasan-tindasan di gang pabrik dan anak
buahnya, eh yang aku ingat nama sarah itu karanganku sendiri saat kemarin
pertama kali melihat gedung ini dan ditanya seseorang siapa namaku, dan nama
itu aku dengar ketika aku mengemis di depan Matahari, seorang ibu-ibu memanggil
anaknya yang lucu dengan sebutan sarah.
“Wah,
bagus sekali namamu, tinggal dimana?”
Aku
menggeleng menjauh agar dia tak kotor.
“Sini,
gak apa-apa, namaku… panggil aku Bu Mita!”
“Bu…
Mita?”
“Ya…
sedang apa kamu di sini?”
“Menghitung.”
“Menghitung
apa?”
“Itu
di dalam 5+5 menghitung” Jawabku singkat ku lihat bu mita tersenyum, lalu diam
tampak sedang berpikir. Menatap ke atas, tak lama kemudian bu mita menatapku
serius memegang kedua pundakku lalu berkata.
“Kamu
ingin sekolah?”
“Sekolah”
Apa itu sekolah?” kataku balik Tanya, ia tampak mengerutkan dahi lalu tersenyum
kembali.
“Kamu
senang berada disini?”
Aku
mengangguk
“Mau
masuk ke dalam bareng teman?”
Aku
kembali mengangguk mantap
“Baiklah,
akan ibu usahakan.” Katanya lalu mengajakku ke warung tapi bu mita menyebutnya
kantin, memberiku makan dan minum, terang saja dalam sekejap nasi putih,
sayur+lauk di depanku ludes, udah 2 hari gak makan. Ternyata membuat makanan
itu terasa begitu lezat, makanan terlezat yang pernah aku makan. Pikirku saat
itu, tapi memanglah makanan itu sangat lezat.
“Besok
3 hari lagi kamu kesini ya? Tapi gimana kamu masuk?”
“Tadi
pas pak…”
“Satpam”
Sahutnya
“Iya,
pak satpam tiba-tiba pergi, aku lari sama diva.”
“Ooo…sama
diva.” Sahut bu mita laggi-lagi sambil tersenyum yang membuatku sangat damai,
dan kian kerasan bersamanya. Ingin selalu bersamanya, dan meninggalkan dunia
liar yang selama ini kujalani.
Hari
yang berat, sangat berat, segala rasa penasaranku kian mencuat, aku
semakinrajin menyelinap masuk ke sekolah yang nama bangunan itu SDN 1 Pandawa
mendengarkan uraian guru dari balik tembok. Sudah tentu Kegiatanku itu berimbas
buruk akan hubungannya dengan bang jabrik, tapi peduli amat aku benar-benar
ingin ada di sini bersama diva dan yang lain.
Seperti
pagi ini, meski bekas-bekas cambukan masih terasa perih, aku tetap pergi ke
sekolah itu sampai di sana, sekolah masih sepi, aku berdiri mematung di seberang
jalan kembali mengamati gerbang seperti awal kedatanganku. Tiba-tiba sebuah
mobil berhenti di depanku. Ku tatap mobil itu, bu mita keluar dari sana dengan
pakaian rumahnya, beliau segera menghampiriku.
“Sarah,
ayo ke rumah ibu dulu, mandi dang anti baju” katanya panjang lebar dengan mata
berbinar-binar bahagia.
“Untuk
apa?”
“Ah,
sudahlah ayo!” Kata beliau lalu menyeretku ke dalam mobil. Ak hanya menurut,
aku memang sangat percaya dan bergantung pada beliau.
Sampai
di sana beliau memandikanku, tubuh dan rambutku jadi wangi dan ringan, wajahku
jadi sedikit berseri meski masih legam. Dengan halus beliau menyisir rambutku
yang gembel, ah…betapa damainya di perlakukan seperti ini.
“Sekarang
kita ganti baju” Ujarnya “Sarah… sarah sudah siap sekolah?”
“Sekolah?”
“Iya,
sekolah. Kamu suka kan?” tanyanya sambil terus memakaikan bajuku
“nah,
selesai. Sekarang kita sarapan dulu, lalu berangkat sekolah.” Tambahnya seraya
mengajakku ke ruang makan untuk sarapan, tap iaku jadi bingung, gimana aku bisa
sekolah bila keadaanku begini?
“sarah,
mulai hari in kamu sekolah di sana dan pulang ke sini ya? Tak mungkin kan kamu
sekolah sementara kamu masih menggelandang?” Rayu bu mita
Ya
Allah betapa senangnya mendengar semua itu, harapan-harapan berkembang dalam
pikiranku. Air mataku melelh karena rasa yang tak tertahan, rasa yang dulu
terasa asing dan mendebarkan dan menyesakkan.
No comments:
Post a Comment