Friday 29 March 2013

PUTIH HIJAU SEMAWANG


Air keruh itu masih tampak menyengat mata
Berhias bebatuan yang terombang-ambing kesana kemari
Semawang baru saja terkena banjir bandang
Merusak tatanan air dan batu yang ada
Tak ayal angin pun berdesus sangat kencang
Membuat suasana semakin merapuhkan tulang

Namun dibalik banjir yang melanda
Di samping keruhan air yang menerka
Tumbuh kecil semerbak menebar keharuman
Ia yang menjadikan kekeruhan menjadi kedamaian

Ialah melati hijau yang kian tumbuh subur
Di samping kanan dan kiri sungai nan keruh
Meski ia tumbuh kecil
Namun harumnya menjadikan keruh sungai itu
Sebagai kedamaian yang sedap dipandang

Mungkin bukan ia yang menjadikan kekeruhan sebagai kedamaian
Namun pandangan kita yang telah menganggapnya sebagai
Obat pengusung rindu akan kedamaian
Yang dicita-citakan sekumpulan kelompok manusia
Dalam satu wadah kesatuan

PUISI MENGULIT KENANGAN


 - MENGULIT KENANGAN

Lukisan berjalan setiap pagi yang begitu sedap dipandang
Yang terpajang di depan mataku
Mengingatkan aku di masa lalu
Masa dimana aku seperti mereka yang masih terlalu pagi
Dan masih memiliki banyak harapan dan cita-cita

Ketika itu...
Aku masih mengenakan atasan putih dan bawahan biru tua
Berjalan menyisir jalanan penuh debu
Bernyanyi dengan nyanyian senda gurau menghentikan putaran roda
Menari dalam ruangan dengan tarian pena di atas kertas putih
Menghitung jarak dengan tempuhan waktu mengelilingi lapangan
Bersama membuat bentuk indah di tiap langkah

Namun di saat ini...
Semua itu tinggal bayang semu
Yang tak mungkin dapat ku ulangi
Masa dimana aku selalu menengadahkan tanganku ketika akan keluar rumah di pagi hari
Masa dimana aku selalu merengek ketika belum dibelikan buku baru
Masa dimana aku sering membuat kegaduhan di ruangan kelas
Masa dimana aku bernaung di bawah daun pisang ketika hujan lebat
Masa dimana aku meneteskan air mata ketika aku meminta mainan

Kini...
Aku hanya sebuah siang menanti senja menjemput
Hanya bayang-bayang yang semakin ke ufuk yang tak dapat ku rengkuh
Bukan ku mengukir kisah lamaku
Namun aku hanya mengulitkan kenangan yang telah tertulis
Rasa sesal selalu di senja
Rentaku semakin ku rasakan

Dan aku sadar...
Ilmu adalah sebuah pusaka
Umur adalah sebuah wadah
Pusaka dan wadah selalu kan bersanding
Wadahku kian surut sedang pusaka yang aku dapatkan belum terlalu baik
Harapan yang aku senandungkan di tiap langkahku
Semoga mereka sebagai pagi penerus bangsa
Kan menjadikan Dia Yang Menyatukan Hati Manusia
Sebagai pedoman jalan hidup mereka

CERPEN PUSAKA PUSARA 18


-PUSAKA PUSARA 18-


Kerlipan bintang malam berhias bulan sabit ditemani dentingan jam dinding di ruangan remang-remang di kamar asrama SMA Plus Al Ma’ruf Bandongan terkesan syahdu. Di pojok kamar kosong itu tampak Lina sedang merenung, bersendu, dan terdengar dari bibirnya sedang menyanyikan irama sendu kerinduan. Dengan duduk termenung, lutut di depan dada, tangan mendekap kedua kaki, kepala tertunduk, ia menyirami pipinya yang hitam manis dengan linangan air mata. Pada saat itulah, ia dikagetkan dengan ketukan pintu tempat ia merenung.
Tok tok tok... “Siapa di dalam? Kok pintunya terkunci? Kalau ada yang tidur di dalam, segera bangun. Udah jam 04.00!” tanya dan perintah pengurus asrama
“Iya mbak, Saya bangun!” jawabnya dari dalam ruangan dengan nada terbata-bata.
Dengan wajah pucat, mata kemerah-merahan akhirnya lina keluar dari ruangan. Langkahnya yang lemas memaksa ia berjalan menuju mushalla untuk melaksanakan shalat shubuh. Keadaan lina yang begitu pucat basi membuat teman sekelasnya penasaran. Hanya beberapa teman yang berani bertanya kepada lina tentang keadaan lina yang begitu memprihatinkan.
Meski Shalat shubuh telah usai, namun kerudung merah terselubung mukena itu masih terbasahi kucuran air mata. Suasana yang begitu tenang di dalam mushalla membuat lina tak kuasa menahan badan yang makin tersungkur merunduk menuju tempat ia sujud.
tak berapa lama Kemudian...
“Mbak... Bangun, sudah jam 06.45!” Suara merdu itu membangunkan lelap lina di dalam mushalla Al Ma’ruf.
“Masya Allah...! Aku bangun kesiangan, bisa-bisa aku terlambat masuk sekolah!” jawab lina kaget sembari berdiri dan berlari menuju kamar tempat ia biasa mencurahkan kelelahannya.
Tanpa basa-basi ia mengambil peralatan yang dibutuhkan, dan berlari menuju kamar mandi. Dengan tergesa-gesa ia menyanyikan irama gemercik air di kamar mandi dan tak terasa, sudah terdengan keras dari komplek SMA Plus Al Ma’ruf...
Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing....... Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing..... Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing......
Bel masuk kelas berbunyi, lina yang baru saja selesai membasahi badan segera memakai seragam putih abu-abu dan berlari menuju ke sekolah. Meskipun jarak dari asrama menuju sekolah hanya 100 meter namun karena situasi yang begitu tidak memungkinkan membuat jarak itu begitu jauh. Lina berlari layaknya kambing yang sedang dikerumuni rombongan jama’ah singa kelaparan.
Sekitar 1 menit lina berlari, sambil terengah-engah lina mengetuk pintu kelas XII IPS A1.
“Assalamu’alaikum...” salam sapa ia lontarkan dari luar ruangan
“Wa’alaikumussalam...” terdengar jawaban dari dalam ruangan
Sambil terengah-engah kelelahan, lina membuka pintu dan alangkah terkejutnya lina ketika ia hendak melangkah menuju ruangan, bukan sambutan hangat atau guru yang marah karena ia terlambat, atau joko yang selalu menghina ketika ada siswa yang telat. Namun lina hanya melihat seisi ruangan menatapnya dengan penuh kekejutan. Tanpa suara, dan hanya terlihat Sastri, maya, joko, joni, sastro, pak guru Fian, dan seluruh penghuni kelas ternganga melihat kedatangannya. Lina pun terdiam serasa ada jurus patok bayang yang mengunci bayangannya sehingga ia hanya berdiri di depan pintu sambil menatap mata seluruh siswa yang berada dalam ruangan menatapnya penuh tanda tanya.
“Selamat Datang Lina...! Silakan Duduk Ibu Lina!” sambil bergurau dan mempersilakan duduk, satu suara suara keras itu keluar dari pak guru Fian yang sudah terlanjur mengawali pembelajaran di kelas.
Lina yang terdiri, terdiam di depan pintu dengan perlahan berjalan menuju tempat duduknya. Maya, teman sebangkunya menunggu dengan wajah tertunduk sambil memegang pena dan pura-pura tidak melihat kedatangan lina.
Lina segera duduk, memasukkan tas ke dalam laci, dan membisikkan seuntaian kata pada maya.
“May, kenapa ketika aku datang tidak seperti biasanya?”
Gak apa-apa kok!” Jawab maya cuek
“Apa ada yang aneh denganku?” tanya lina semakin penasaran
Gak apa-apa! Dibilangin kok nggak percaya?!” jawab maya dengan suara agak keras.
yah udah, kalau kamu nggak mau ngasih tau juga nggak apa-apa kok!” jawab lina putus asa.
Tanpa ragu lina mengawali pelajaran, ia mengambil buku, ballpoint dari dalam tas. Ketika ia hendak mengambil penggaris yang ia letakkan di tas bagian dalam, alangkah terkejutnya ia melihat sebuah garis-garis kecil bercorak dari bawah tas.
“Astaghfirullahal ‘adzim....! Kenapa aku jadi pikun?” dengan nada lirih agak jengkel ia melontarkan kata itu, karena mendapati dirinya yang masih mengenakan sarung kebanggaannya yang bercorak batikan bunga merah berhias garis-garis kecil hitam masih dipakainya sampai ke sekolah.
Pantas saja ketika aku datang, seisi kelas memandangku dengan pandangan menantang!? Ini toh sebabnya! Hehehe...” bisikan lina sambil tersenyum kecil yang tak kuasa ia lontarkan.
Lina yang kecil mungil dapat menguasai keadaan, meski dengan keadaan yang tidak karuan seperti itu ia tetap konsen mengikuti pelajaran seperti biasanya.
*****
Kring Kring... bel istirahat berbunyi. Seluruh siswa berebut keluar kelas, kecuali lina dan maya yang masih di dalam kelas. Karena penasaran, maya angkat bicara terlebih dahulu.
“Lin, kenapa kok sampai.......?” pertanyaan maya terputus dengan jawaban lina
“Ya... Aku juga nggak tau kok bisa sampai sepikun ini? Perasaan tadi aku sudah pakai rok abu-abu kok!” jawab lina memutus pertanyaan maya.
“Itu kan perasaan kamu saja. Lain kali diteliti ah! Jangan sampai ke sekolah pakai sarung, itu aja sarung tidur kamu kan? Aku sering melihat kamu tidur pakai sarung itu!” jawab maya
“Heem...! Tapi aku kan lupa, jadi aku nggak salah kan?” jawab lina dengan PD, tanpa ragu dan tanpa rasa bersalah
“Ya udah, aku mau ke kantin. Ikutan nggak?” tawar maya pada lina yang terlihat kelaparan.
“Yeah, kebetulan aku laper banget dan kebetulan tadi pagi aku belum sarapan. Mau pusa sekalian, keburu udah lapar sekarang!” jawab lina dengan semangat.
Sambil berjalan menuju kantin, tawa lina dan maya tak kunjung henti menghias suasana depan kelas yang ia lewati begitu gelap. Mati lampu dan mendung semakin menutup aura sekolah yang megah itu.
Mau makan apa kamu?” maya menawar makanan
“Aku... satu bungkus nasi kucing, dua lembar mendhoan (Gorengan setengah matang), secangkir kecil teh panas, tiga buah cabai hijau!” lina menjawab tawaran maya
Makanan telah dipesan, sambil menunggu dihidangkan, pembicaraan mereka yang terputus di dalam kelas kembali berlangsung. Maya yang masih penasaran dengan kelakuan lina merasa ada sesuatu yang mengganjal pada diri lina.
“Lin...?” maya mengawali pembicaraan.
“Apa? Gimana? Kenapa? Kapan? Haha” jawab lina sembari bergurau
“Aku serius!” bantah maya membela diri. “Kenapa kamu kelihatan aneh? Tadi malam begadang? Atau niatnnya mau puasa tapi nggak jadi? Atau putus cinta? Atau kelaparan? Atau apa...??”
Nggak tahu may, aku ngerasa akhir-akhir ini pikiranku agak kacau. Aku juga nggak tahu kenapa?” lina mengeluhkan kesahnya selama ini.
“O... ­gitu! Bilang gitu aja repot?” jawab maya dengan nada lega meski masih terlintas beberapa pertanyaan di dalam pikirannya. “Ya udah, makan dulu aja! Nanti aku introgasi kamu di asrama!” tawar maya pada lina yang di depan mereka telah terhidang seluruh makanan yang dipesan.
“Eh, lin... PR Matematika kamu udah dikerjain?”
Udah, kenapa?” jawab lina sembari memasukkan suapan nasi kucing
“Aku minta tolong boleh nggak?
gimana?” tanya lina penasaran
“Kamu dapat tugas Matrik kan, sedangkan aku dapat tugas Integral. Aku sama sekali nggak paham sama integral. Aku minta kamu nanti ngajarin aku ya?” keluh maya dengan nada merintih
“ya, tergantung sikon. Kalau nanti suruh ngerjain di depan kelas aku nggak bisa turun tangan. Tapi kalau nggak disuruh ngerjain di depan kelas, nanti aku ajarin. Tapi aku nggak mau ngerjakan tugas kamu! Itu kamu tugas kamu!” jawab lina menyetujui permintaan maya untuk mengajari cara mengerjakan tugasnya.
“Sip!” jawab lina kegirangan.
Perbincangan mereka terus berlanjut tentang pekerjaan dan tugas sekolah, hingga tak terasa 15 menit mereka lalui. Makanan telah selesai disantap, rasa lapar tak lagi menghantui lina yang semalaman perutnya belum terisi sama sekali. Bel masuk kelas terdengar, mereka kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran sampai akhir jam sekolah.
*****
“... Ingat! Sekali lagi bapak pesan pada kalian. Sekarang sudah tanggal 10 Maret 2011. Jangan lupa belajar, karena sebentar lagi kalian akan melaksanakan Ujian Nasional, bapak tidak mau kalau dari SMA Plus ini ada yang tidak lulus. Pesan bapak pokonya pusatkan pikiran kalian pada kelulusan. Bapak tidak terlalu prihatin jika sekolah kita tidak mendapatkan peringkat dalam kategori sekolah favorit, tapi jika ada salah satu dari kalian yang tidak lulus, bapak lebih prihatin.” Pesan pak tomo mengakhiri pelajaran Bahasa Inggris sebagai penutup jam sekolah.
“Iya pak.” Jawab seluruh isi kelas serentak.
“Ya, mari kita akhiri pelajaran ini dengan membaca doa kaffarotul majlis dan akhiri dengan Hamdalah bersama-sama. Bismillahirrahmanirrahim subhanakallahumma wabihamdika asyhadu an laailaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik. Alhamdulillahirabbil’alamin. Bapak akhiri wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh.” Pak tomo mengakhiri pertemuan
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.”
Seluruh siswa bertebaran, berlarian menuju asrama Al Ma’ruf. 50 meter dari komplek sekolah terdapat simpangan yang memisahkan putra dan putri, Siswa SMA menuju asrama putra, dan siswi SMA menuju asrama putri.
“Alhamdulillah... akhirnya sampai juga di kamar.” Sembari tiduran di dalam kamar asrama, Lina mengawali perbincangan dengan maya. “May, sebenarnya aku agak malu tadi di sekolah.”
“Kenapa toh?” tanya penasaran maya yang terbaring di samping lina
Bayangin aja may, masa aku berangkat sekolah nggak pakai rok malah pakai sarung? Coba yang kayak gitu kamu! Gimana perasaan kamu?” jawab lina sambil tertawa dan memiringkan badan menghadap wajah maya yang tampak lemas.
“Ya... pasti aku malu banget! Lin... kamu pasti nyimpen sesuatu, tapi aku nggak mau cari tahu dulu siang ini. Aku udah lelah, lemes, ngantuk. Nanti malam saja aku introgasi kamu. Udah ya lin, aku mau pergi ke alam sana dulu?! Jangan dipikir telalu dalam, nanti malah tambah parah kamu! hehe” jawab maya sederhana sembari tersenyum melepaskan kantuk yang melanda dirinya.
Tanpa terasa maya terlelap, namun lina yang terbaring masih terkedip-kedip melihat langit-langit putih asrama yang tampak seperti film layar lebar. Meski langit-langit asrama itu putih bersih, namun dapat membuat mata lina berbinar-binar hingga tak terasa tetesan air kembali membasahi pipinya.
“Ya Allah, kenapa perasaanku tidak enak seperti ini?” bisik lina merintih. “Beri hambaMu ini pertolongan agar dapat menemukan jawaban atas keresahan yang melanda diriku ini! Amin.” Panjatan doa lina yang terlintas menghias nyanyian sendunya. Lina yang masih dihantui rasa penasaran akhirnya melepaskan lelahnya hingga undangan shalat jama’ah ashar membangunkannya dari tidurnya.
“May, udah ashar bangun dulu!” lina membangunkan maya
“Iya lin, aku bangun tapi ada polisi tidur di depanku (menstruasi). Aku libur dulu!” jawab Maya nyantai. ”Kamu berangkat dulu, jangan lupa habis shalat nanti doain aku supaya aku lulus dan dapat nerusin ke kursi perguruan tinggi.”
“Ya, aku berangkat shalat dulu.”
Lina berjalan menuju mushalla lantas melaksanakan shalat jama’ah bersama-sama siswi lain yang berada di asrama. Kegiatan setelah shalat ashar masih seperti biasa, yaitu mujahadah bersama sampai menjelang maghrib, shalat maghrib dilanjutkan ta’lim alquran, hingga isya’, shalat isya’ dilanjutkan pengkajian kitab tentang kewanitaan (Risalatul mahidz “kitab tentang haidl dan nifas” dan i’anatun nisa “kitab tentang hak-hak wanita dan risalah tentang haid”). Pengkajian kitab telah usai, di depan pintu kamar...
“Jam berapa Lin?” tanya siti, teman lina yang menetap di kamar sebelah.
“Jam setengah sepuluh mbak!” jawab lina tegas sambil menengok jam yang berada di dalam kamar
“Kamu mau muhasabah nggak malam ini?” tanya siti
“Belum tahu nanti, kalau aku bangun malam ya tetap muhasabah. Tapi sebaliknya...! hehe.” Jawab lina sembari tersenyum. “gimana toh mbak?” tawar lina penasaran
“Ya... kalau kamu nanti bangun, aku minta tolong bangunkan aku juga ya?!” jawab siti sembari masuk ke kamar
“O... iya, sip! Insya Allah nanti kalau aku bangun, mbak siti aku bangunkan!”
“Terima kasih lina.” Jawab siti sembari menutup pintu
“Sama-sama mbak.”
Lina masuk kamar yang masih gelap gulita, sembari berjalan meraba ia mencari sakelar utnuk menyalakan lampu. Lampu telah hidup, ia berjalan sambil menaruh jilbab di atas almari, kitab yang ia bawa ditaruh di almari kitab, dan sarung kebanggannya ia kenakan dan ketika ia hendak melepaskan lelahnya di atas karpet hijau di dalam kamar asrama itu, tiba-tiba...
Duarrrrrrrrrrrrr......!” bentak maya mengagetkan lina dari belakang
“Masya Allah Maya, apa-apaan sih kamu. Aneh-aneh saja! Jantungku mau keluar nih!” jawab lina mengeluh.
“Iya, biar kamu semangat aja! Kan udah malam, jadi kalau nggak ada yang bikin melek, kamu pasti tidur!” jawab maya
“Terus..??” tanya lina penasaran
“Masak Yuk...!” ajak maya pada lina yang sudah meletakkan tubuhnya di atas karpet sambil tersungkur layaknya udang dikeringkan berslimutkan sarung kebanggaannya.
“Mmmmmmmm.... boleh juga. Kebetulan aku juga lapar!” lina menyetujui permintaan maya. “Tapi....”
“Tapi apa?” tanya maya
“Aku nggak punya beras. Berasku habis dua hari yang lalu. Kamu masih punya?”
Nyantai aja Lin. Aku masih punya peralatan lengkap, berasku masih banyak, bumbu-bumbu juga masih punya, apa lagi?”
“Punya sayur? Hehe” tanya lina cengengesan
“Hehe... kalau itu, persediaan di gudang almariku sudah kosong. Gampang, itu urusan nanti. Yang penting kita buat nasi dulu, OK?” tawar maya
“Yeah, go for attack! (berangkat masak).” Jawab lina semangat dengan berdiri sembari berjalan menuju medan peperangan yang masih mengenakan sarung kebanggaannya terlilit di pundak kanan.
Saaltullaha bariina yuballighuna amanina... na na na na na na na...... sebuah nada shalawat mengiring lina dan maya yang berlarian menuju dapur sembari membawa beras dan katel (alat menanak nasi). Meski dengan nafas yang terengis-engis mereka berusaha menghidupkan api yang masih membara menggunakan kayu bakar.
Setengah jam berlalu, nasi sudah matang namun Lina yang duduk termenung di depan pintu dapur hampir tertidur dan tiba-tiba...
“Lin, nasinya udah matang. kamu tahu nggak dimana nampan tempat nasinya?” tanya maya mengawali
“Aku nggak tahu may!” Jawab lina Kaget “Sambil berjalan menuju dapur tempat maya menanak nasi”
“Woooeey... mbak-mbak di atas siapa yang tahu dimana nampannya?” Teriak Maya dari dapur.
“Disini...! hahahaha” Suara keras jawaban terdengar dari asrama putra
“Aku nggak nanya kamu, aku nanya yang cewek-cewek! Cowok nggak usah ikut campur! Tahu?” jawab lina keras
“Uh...! masa nggak ada yang tahu dimana nampannya?” keluh maya jengkel yang kedapatan mendengar tawa liar dari asrama putra.
udah lah may, aku cari dulu nampannya. Kamu tunggu disini OK?” Tawar lina
“Ya,aku tunggu disini saja!”
Lina berjalan mengelilingi asrama putri untuk mencari nampan. Kamar demi kamar, ruangan demi ruangan, langkah demi langkah dilalui lina, hingga akhirnya 15 menit berlalu dan nampan telah ditemukan.
“May, nih nampannya! Jangan nangis ya? Hehe” canda lina mengawali penuangan nasi sambil menyodorkan nampan ke arah maya
 Maya segera menuangkan nasi ke dalam nampan. Setelah nasi dituang, mereka kembali ke kamar, dan suara nyaring terdengar mengiring langkah mereka menuju kamar.
“Makan Makan, Makan Makan.....!” tawar lina kepada seluruh santri yang berada di asrama. Meski tawaran itu tidak mendapat jawaban, namun telah gugur sudah kewajiban lina untuk menawarkan makanan pada siapapun yang tahu kalau dirinya telah usai memasak. Sesampai di kamar, nasi telah terhidang di depan mata, mata maya dan lina saling memandang seakan penuh tanya dan penuh harap. Dengan nada lirih, dan cengengesan maya mengawali perbincangan...
“Lauknya mana? Hehe”
“Kamu yang tanggung jawab!” jawab lina sembari menunjuk maya
“Yah udah, kamu tunggu disini dulu. Aku cari lauknya!” jawab maya sambil berdiri dan keluar kamar mencari lauk untuk makan mereka.
Lina menunggu maya yang kesana kemari mencari lauk, hingga terdengar suara maya yang membentak-bentak keras di luar dengan sedikit menggedor pintu tetangga. “Whey... dimana sayurku?” Lina yang mendengar hanya tersenyum kecil, dengan pengharapan mendapat lauk or sayur untuk makan malam ini. Hingga tak terasa, 10 menit berlalu bagi penantian lina.
“Lin...!” kata maya sambil membuka pintu
“Apa?” tanya lina dari dalam. “Dapet nggak lauknya?”
“Alhamdulillah dapet, nyantai aja! Siapa dulu dong yang cari? MAYA!” jawab maya membanggakan diri. “Ayo, makan dulu lin. Nasinya keburu dingin!”
Tanpa menunggu lama sayur dituang dan mereka memulai makan, dan di tengah situasi makan mereka.
“Eh, may... dapat dari mana kamu lauknya?” Tanya lina mengawali
anu... aku minta sayur kol di kamar 2, aku ambil kangkung di kamar 8, dan sopnya aku minta di kamar 21A.” jawab maya sambil mengunyah makanan.
Pinter juga ya kamu?” puji lina pada maya
“Tentu dong, siapa dulu? MAYA?” maya kembali membanggakan dirinya.
Suapan demi suapan diterka mereka, detik demi detik terlalui, waktu tak terasa sudah berjalan selama 15 menit. Nasi tak terasa sudah tinggal 1 suapan, sayur tinggal kuahnya, dan lapar tinggal kenyangnya. Lina merasa sudah cukup kenyang dan cukup tenaga untuk bekal tidur.
“Alhamdulillah, lin aku sudah kenyang. Tadi aku sudah cari sayur, sekarang giliran kamu yang tugas nyuci nampan sama peralatan dapurnya. Setuju kan?” maya menugaskan lina untuk mencuci seluruh peralatan yang baru saja digunakan.
“Ya, aku setuju!” lina menyetujui penugasan yang ditimpakan padanya dan dengan segera mengemas seluruh peralatan masak dan dibawa ke MCK untuk mencuci peralatan tersebut. Sedangkan maya menunggu di kamar sambil mendendangkan irama-irama rohani yang biasa dilantunkan di panggung-panggung. Shalawat nariyah, shalawat thibbil qulub tak luput dari mulut maya yang sedang terbaring di kamar. Sedangkan lina masih berbasah-basah di dalam kamar mandi sembari mencuci peralatan masak.
Pencucian peralatan telah usai, lina berjalan kembali ke kamar yang ternyata dari dalam kamar terdengar bsisikan merdu maya. Ya... lina mendapati maya sudah terlentang mendekap sebuah nadzam Alfiah di dadanya dan memegang sebuah pencil di tangan kanan, berselimut sarung merah, tertidur lelap, sambil mendendangkan irama khas disertai dengan menunjukkan kebolehannya melukis Atlas Dunia di atas bantal kesayangannya.
“Mbak maya nih aneh-aneh saja!” bisik lina yang baru saja masuk ke kamar sambil tersenyum manis.
Lina berbaring di samping maya, meski dengan hati yang agak dongkol karena mendengar suara maya yang semakin keras, namun lina tetap berusaha menahan diri agar dapat tertidur. Satu jam lina hanya menjalani malam itu dengan kedipan demi kedipan, bukan karena suara maya yang keras ketika tidur yang membuat lina tidak bisa terlelap, tapi rasa resah yang dialami kemarin malam masih membayangi dirinya.
Ya Allah, berilah aku jawaban kenapa perasaanku tidak begitu mengenakkan?” gusarnya dalam dada. “Ah, daripada aku bimbang lebih baik aku berusaha untuk melelapkan mataku. Bersanding dengan maya yang begitu merdu suaranya, bahkan ketika tidur!” gumam lina yang hampir terlahir dari  mulut kecilnya.
Suara maya makin keras, lehernya makin kencang, desusan nafasnya kian menggirang, ditambah gemercik air hujan di malam itu membuat suasana kamar semakin ramai, lina berusaha memejamkan matanya dengan beberapa cara: Menghafalkan juz amma yang akan disetorkan besok pagi, tidak berhasil. Menghafal nadzam asmaul chusna, masih juga belum berhasil. Menghidupkan lampu dan membaca beberapa kitab kuning yang sudah tersedia di kamar juga belum berhasil membuat dirinya memejamkan mata, hingga akhirnya ia beranikan diri untuk mengagetkan maya. Dengan berjalan layaknya seorang ninja, lina berjalan menuju kamar mandi dan sedikit mengambil air setengah ember kecil yang biasa ia digunakan untuk mengambil air wudlu.
Tak berapa lama lina tiba di kamar, cipratan demi cipratan ia teteskan ke kulit maya yang putih, namun maya masih mendendangkan lagu kesukaannya. Karena Lina yang kurang sabar tiba-tiba...
Byuuuurrrrrr... seluruh sisa air ia tumpahkan di sampiang maya hingga cipratan yang air mengenai sebagian wajah maya.
“Banjir, banjir, banjir...‼!” teriak maya yang baru saja terbangun
Lina hanya cekikikan dalam hati ketika memperhatikan tingkah maya.
“Ada apa may?” Kata lina sambil mengucek mata
“O... ternyata hujan, mungkin bocor lin atapnya!” Jawab maya malas dan setengah sadar sambil memperhatikan situasi sekitar. “Lihat lin, masa bisa basah setengah badan? Aneh kan?” sambungnya sembari kembali memasukkan diri ke dalam selimut dan hendak kembali mengulang mimpi-mimpinya.
“Eh, may... may... mayaaaaaaaa.....!? nggak mau bangun sekalian shalat tahajjud?” kata lina sambil menyeret selimut maya.
“Aaaa....h, linaaaa... besok lagi bisa kan? Toh kalau aku shalat .......” jawab maya setengah-setengah dan kembali tertidur.
“May...! Ayo bangun...!” Kembali lina membangunkan maya
“Ya...” Jawab maya malas.
Dengan rasa malas dan setengah sadar, akhirnya maya terbangun dan berjalan menuju kamar mandi. Langkah demi langkah ia lalui hingga ke kamar mandi, dan sesampai di kamar mandi...
“Eiiiiiiiit... dimana aku?” kata Maya heran. “Masya Allah... kenapa aku disini?”
Haha, ternyata Maya yang lugu, manis, berkulit putih dan penakut itu ternyata baru saja sadar ketika ia di kamar mandi. Dengan rasa takut yang menggirang, maya segera baru saja sadar bahwa dirinya telah di kamar mandi, ia langsung berlari secepat kilat menuju kamar.
“Lin... lin.... linaaaa..... aku dibawa jin ke kamar mandi!” katanya gugup sambil berlari menuju kamar
Sesampai di depan kamar...
Gobrak.. (mendobrak pintu) suara pintu kamar digedor tanpa ijin oleh maya
“Ada apa may?” Tanya lina yang baru akan terlelap
“A... a... anu .... lin.... a... a.... a.... ku di.....” Kata maya gagap
“Te... rus... a... a.... a.... pa....?” sahut lina sambil menirukan gaya maya yang sedang gugup
“A.. ku.... di...”
“Aku apa?” lina kembali menyahut perkataan maya
“A.. ku.... di... bawa....” Kembali gagap maya ditanggap sambil menelan air liur pahitnya
“Dibawa apa?” tanya lina semakin penasaran sambil memendam tawa
“Di.. bawa jin... lin..... ke kamar mandi! Bayangin lin...‼ seremmm... aku takut‼” jawab maya yang telah sedikit meneteskan air mata ketakutan.
Lina yang baru saja terbangun dan melihat air mata maya, meski tidak begitu jelas hanya terpantul oleh sinar lampu kecil 5 watt itu, sangat merasa bersalah karena telah ngerjain maya yang lugu.
udah May. Kamu nggak usah shalat dulu. Lanjutin Tidur saja! Biar aku yang shalat, tadi aku udah merem kok!” lina menenangkan
Maya yang masih ketakutan, kembali membaringkan badan sambil menoleh kanan dan kiri seperti ada yang sedang memperhatikannya menempelkan tubuh di atas karpet.
Maya kembali tertidur, lina yang sudah sadar 100% berjalan ke mushalla asrama dan mengerjakan beberapa raka’at shalat sunat. Tanpa terasa detik begitu cepat berlalu, dari kejauhan terdengar gema yang keras dan meledakkan telinga...
Ashalatau khairun minan nauuum...
Adzan shubuh telah dikumandangkan, lina masih tersungkur di atas sajadah. Para pengurus asarama kesana-kemari membangunkan seluruh isi asrama. Tak luput, maya juga dibangunkan mereka. Kini pagi telah kembali menyapa, seluruh isi asrama hendak menjalankan ibadah shalat shubuh berjama’ah di mushalla asrama.
*****
“Lina... bangun udah jam 06.00” kata salah satu pengurus asrama membangunkan lina yang masih tersungkur di dalam mushalla
“Emmm...hm...hm....” Jawab lina sambil menggeliat “Mbak, sekarang hari apa?”
“Hari Minggu” sahutnya
“Aaa.....h...tidur lagi ah.” Lina menyepelekan
“Eeee.iiii... jangan tidur lagi. Kamu dapat jadwal piket hari ini.”
“Piket apa mbak?” sahut lina masih malas.
Bersihin komplek A dan B.” jawabnya tegas
“What’s...????” jawab lina melotot 100% sadar. “Yang bener mbak?”
nggak, cuman bersihin kamar kamu sama sebelah kamu kok!”
“Lho... tadi kata mbak....”
“Ya... kalau kamu tidak digituin, kamu nggak mau bangun sih...” katanya enteng “Udah cepetan Lina! Mbak pengen bersihin mushalla ini dulu. Kalau kamu masih disini, mbak kan nggak bisa bersihin mushalla ini. Ya kan?”
“Iya...hehehe” jawab lina cengengesan. “Siap mbak, aku berangkat.”
Lina berjalan menuju kamar dan masih mengenakan mukena yang ia gunakan untuk berjama’ah, dan dengan bergegas ia mengambil sapu dan seluruh peralatan kebersihan.
Pagi hari libur untuk pengkajian kitab Islami di asrama Al Ma’aruf itu terasa ramai dengan terlihatnya seluruh penghuni asrama membersihkan kamar masing-masing karena hari minggu, tak luput juga maya dan lina. Lina dan maya terlihat ramai membersihkan kamar yang mereka huni mencurahkan kelelahan, melepaskan lemas, dan membuat lukisan peta dunia.
“Lin, karpetnya mau dicuci nggak?” Maya mengawali perbincangan
“Terserah kamu aja May, aku ngikut!” Sahut Lina
“Yeah, kalau kamu ngikut aku, kita bersihkan seluruh kamar mulai dari A sampai Z. setuju?” Maya mengawali perintah sambil membawa Ekrak dan berjalan menuju pintu sembari menunjuk Almari. “Lin, kamu bersihkan almarinya, pokoknya seluruh sampah yang ada di sana, hanguskan!” (sambil menggesekkan tangan ke leher)
“Laksanakan, Komandan!” Sahut lina sambil menghormat seperti halnya polisi yang akan melaksanakan tugas. “Tapi...” tiba-tiba rasa canggung tampak dari diri lina
“Kenapa?”
“Aku tidak kuat kalau ngangkat karpetnya sendirian.” Jawab lina
Nggak masalah, nanti karpetnya kita cuci bersama.” Sahut maya
“Siap.”
Lina dan Maya mulai membersihkan ruangan, mulai dari menata buku sekolah, menata kitab Islami yang biasa dikaji, menghanguskan sampah yang agak menumpuk di kamar, merapikan pakaian, mencuci karpet, menjemur bantal, mencuci selimut, hingga membersihkan sarang laba-laba yang ada di kamar. Tak terasa setengah hari berlalu, dan ketika shalat dzuhur telah usai dijalankan, kamar sudah rapi, pakaian sudah bersih, karpet sudah kering, selimut sudah tertata di dalam kamar. Lina dan Maya kembali ke dalam kamar, kembali perasaan Lina tidak enak.
Dan di dalam kamar...
“May, aku ingin ketemu ayah.” Lina mengawali perbincangan
“Ya... telphone saja ayah kamu. Beres kan? Atau minta saja ayah kesini karena sebentar lagi kan ujian, jadi biar ayah kamu tahu dan memberikan semangat belajar buat kamu?! hihi” Jawab Maya sepele sambil memberikan cahaya kebahagiaan pada lina yang tampak murung
“Tapi...”
“Tapi apa?” Tanya Maya
“Ayah sudah wafat 3 tahun yang lalu ketika aku lulus SMP.” Sahut lina
“Innalillah.. Kenapa kamu nggak pernah cerita-cerita ke aku kalau ayah kamu sudah tiada?” Jawab lina menyayangkan watak Lina yang pendiam. “Kita kan sudah 1 bulan berteman, masa aku baru tahu kalau teman sekamarku sudah tidak punya ayah?”
“Emmmm... Aku juga nggak mau kamu tahu latar belakangku!” sahut lina
“Kenapa?” Tanya Maya penasaran
“Karena... Aku.......”
“karena aku apa....?” Sahut Maya keheranan
Nggak apa-apa kok!” jawab lina sepele
“Ah... kamu! Tapi kalau ibu kamu masih ada kan?”
“Alhamdulillah masih ada.” Jawab lina
Gini aja, kamu telphone ibu saja. Minta beliau ke sini terus kamu bilang kalau kamu kangen ayah kamu. Nanti kan di rumah, ibu pasti membacakan dan menghadiahkan kalimah tayyibah pada almarhum ayah kamu yang sudah berada di alam sana!? Setuju?” maya memberi semangat pada lina
“Ya... nanti sore aku telphone ibu saja.”
“Lho kok nanti sore? Sekarang aja lagi!” Kata Maya sambil menyeret tangan Lina yang masih terbaring dan mengajak lina ke kantor pengurus asrama untuk meminjam telephone.
*****
Di depan kantor pengurus asrama...
Thok thok thok... Assalamu’alaikum.
“Wa’alaikumussalam” terdengar suara dari dalam ruangan yang dengan perlahan terdengar pula suara langkah kaki menuju pintu.
“Eh, mbak maya. Ada apa ya? Apakah ada yang perlu saya bantu?” Kata-kata manis yang keluar dari mulut Siti Malihah, salah satu pengurus yang ditugaskan untuk menjaga kantor asrama bagian perhubungan dengan pihak luar.
“Maaf mbak siti, ini... teman sekamar saya Lina Maulida bermaksud meminjam telaphone untuk menghubungi keluarga di rumah.” Jawab Maya lembut dan menunjukkan wajah manis merona
“Ooooh, mau minta bekal ya?” sahut siti
“Bukan mbak siti, tapi Cuma mau telphone ibu saja. Ada sesuatu yang penting.” Jawab lina serentak
“Penting atau genting? Hem?” Siti kembali bertanya
“Penting mbak, perasaan saya akhir-akhir ini tidak enak.” Jawab Lina
“Oh gitu, ya silakan. Gunakan waktu telphone sebaik-baiknya. Untung kalian berdua cepet-cepet datang kesini. Kalau tidak sudah antre nanti jam 15.00 baru dapat giliran. Lihat tuh di belakang!” Jawab siti sembari menunjuk arah belakang Maya dan Lina yang ternyata di belakangnya sudah tampak berbaris penghuni asrama yang berkeinginan menghubungi keluarga di rumah. “Eh, jangan lupa maksimal 5 Menit saja. OK?”
“Sip, beres... Mbak Siti Malihah yang cantik!” Jawab Lina dan Maya serentak
Detik demi detik berlalu, lina menghubungi ibunya di rumah sedangkan maya menunggu di luar area telephone. Yaa.. tidak begitu jauh, masih satu ruangan namun suara lina tidak sampai ke telinga maya. Lima menit berlalu, dari kejauhan maya melihat lina sudah tersenyum girang.
“Sudah Lin?” tanya Maya yang sudah tidah sabar mengetahui apa yang lina bicarakan di telephone
“Alhamdulillah sudah.” Jawab lina
“Terus gimana hasilnya?” Tanya Maya penasaran
“Nanti saja.” Sahut lina sambil berjalan menuju pintu dan menyapa siti yang duduk menunggu maya dan lina keluar
“Mbak lina, sudah telephone keluarga di rumah?” tanya siti sederhana
“Alhamdulillah sudah mbak. Terima kasih, kami kembali ke asrama dulu?!” Sahut lina
“Ya, jangan lupa. Kalau ke kamar hati-hati, pakai helm dan bawa surat kelengkapan berkendara, banyak polisi! hehe” Siti menyahut dengan gurauan
“Ya mbak, kami sudah membawa surat-surat lengkap kok. Helm juga sudah membawa, ditambah kapalnya juga sudah ada. Kapal kaki! Hehehe” jawab maya bergurau
“Ih, mbak siti aneh-aneh saja. Hehe. Ya sudah, kami kembali ke kamar. Assalamu’alaikum.” Lina berpamitan dari kantor dan segera berjalan menuju kamat
“Wa’alaikumussalam warahmatullah.”
Lina dan Maya kembali ke kamar. Di dalam kamar, terbaring, nyantai, dan cuaca agak panas obrolan kembali terjadi antara maya dan lina...
“Lin, hasilnya gimana tadi?” Tanya Maya penasaran
Lina hanya menjawab dengan senyuman.
“Eh, malah tersenyum? Hasilnya gimana kok malah senyum-senyum? Jangan-jangan...” sahut maya sekan menebak apa yang akan terjadi
“Jangan-jangan apa?” Lina keheranan
“Kamu dijodohkan sama cowok idaman kamu ya?” Maya menebak
“Emmmm.... Boleh juga, tapi itu belum 100%.” Jawab lina
“Terus apa?”
“Ibu mau kesini besok.” Jawab lina kegirangan
“Oh, ibu mau kesini toh? Terus mau apa kamu?” tanya maya penasaran
“Ya, aku mau curhat aja ma ibu. Aku kangen banget sama ayah. Terus besok aku mau pulang ke rumah nemuin ayah di rumah! Hehe”  Jawab Lina sederhana
Maya merasa ada yang aneh dengan Lina, namun perasaan itu dihiraukannya dan... “Cari ayah baru saja gimana lin?” saran maya cengengesan
“Ah, nggak ah. Aku nggak mau punya ayah baru.” Jawab lina tanpa pertimbangan
“Lin, jam berapa sekarang?” Maya bermaksud mengakhiri perbincangan
“Jam setengah dua.”
“Aku tidur dulu ya? Ngantuk banget nih!
“Ya, kamu tidur saja may. Aku nggak mungkin ganggu kamu lagi kok!?
 “Maksud kamu nggak ganggu lagi apa? Kok bisa gitu?” tanya Maya penasaran dengan jawaban lina yang aneh sembari menyelimutkan diri ke dalam sarung
nggak apa-apa kok May. Tidur aja! Nanti aku bangunkan deh kalau sudah masuk waktu ashar.”
“Zeah.. terima kasih.”
Maya tertidur, namun lina malah kebingungan dengan menghadap secarik kertas dengan menulis beberapa huruf, menghadap sebuah gunting dan sebuah kardus sambil memotong-motong kertas yang tidak diketahui bentuknya. Beberapa barang dibungkus dalam kardus, begitupun secarik kertas yang telah ditulis dan beberapa potongan kertas yang telah dipotong-potong, dan kardus itu dibungkus rapi dan diletakkan di dalam almari baju lina.
*****
Gema adzan ashar terdengar dari Masjid Jami’ Al Kautsar yang agak jauh dari asrama, maya terbangun dan ketika sadar maya melihat lina tertunduk di atas meja mengaji.
“Lina, gimana sih kamu? Katanya mau bangunin aku? Malah kamu tidur sendiri?” Gertak maya yang baru saja terbangun. “Ayo bangun, sudah waktunya shalat!” Maya mencoba membangunkan lina, namun lina tak juga terbangun. Jangankan sadar, bergerak sedikit pun tidak.
“Lin, lin, lina... ehhhh, ayo cepetan bangun udah waktunya shalat! Cepet bangun lin.. lina!” kembali maya mencoba membangunkan lina sambil menggerak-gerakan badan lina. Namun alangkah kagetnya maya ketika membangunkan lina yang tertidur itu, bukan lina yang biasanya. Lina ketika dibangunkan maya, tidak bergegas berdiri namun malah ambruk tersungkur di atas karpet hijaunya. Dan ketika maya membalikkan badan lina...
“Lin... lina... lina... bangun lin, sudah waktuny......” kata maya terputus ketika melihat di bibir lina tampak mengalir air merah yang tidak asing lagi bagi maya. Seketika itu, maya kebingungan. Hanya teriak minta tolong yang ia lontarkan sehingga seluruh penghuni asrama komplek A mendengar jeritan maya sehingga seluruh penghuni asrama berbondong-bondong datang ke kamar maya hingga kamarnya tampak begitu penuh dengan manusia. Tak luput dari itu, pengurus asrama juga mendatangi asal suara dari kamar maya.

“Ada apa? Tolong minggir‼” kata salah satu pengurus yang baru saja datang dan menyela ke kamar maya.
“Lina mbak... lina... aku takut! Hik hik hik...” adu Maya yang masih meneteskan air mata di samping lina yang terbaring pada pengurus ketika mereka datang tentang keadaan lina yang begitu parah.
“Ada apa maya?” Tanya salah satu pengurus
“Saya juga tidak tahu mbak? Padahal tadi baru saja ngobrol bersama hik hik hik... lina telephone keluarga di rumah, terus kembali  ke kamar.... hik hik hik, saya tertidur, ketika saya bangun... lina.... lina.... lin... a .... a.... hik hik.. mbak tolong lina mbak. Dia .... dia... dia... hik hik hik” Jawab lina sambil mengusapkan tangan di matanya.
“Langsung saja bawa lina ke Pos Kesehatan Asarama. Cepetan!” Arahan salah satu pengurus kepada seluruh pengurus dan siswa yang ada di TKP.
*****
Dari jauh tampak berbondong-bondong orang sedang membawa sebuah jasad tak bergerak di depan asrama Al Ma’ruf komplek A itu. ya, itu tubuh lina yang sudah tak kuasa bergerak sama sekali. Maya yang ikut mengiring di samping lina hanya dapat mendendangkan irama sendu tanpa nada...
“Lina, bangun lin.. hik hik hik.” Harapan maya sambil memegang erat tangan lina yang semakin dingin dan wajahnya yang semakin memucat.
“Sudahlah mbak maya, jangan nangis terus. Berdoa saja semoga mbak lina cepat siuman!” salah satu pengurus mencoba menenangkan.
Langkah demi langkah dilalui, tanpa terasa seluruh rombongan sudah berada di depan pintu masuk Pos Kesehatan Asrama.
“Kalian tunggu di sini saja, biar kami yang masuk ke dalam.” Kata pengurus sembari menutup pintu masuk Pos Kesehatan Asrama.
Maya dan seluruh teman komplek A menunggu di luar ruangan dengan harapan dan doa semoga ada kabar baik tentang lina. Satu waktu maya memandang ke dalam ruangan lewat kaca pintu selebar 10cm itu, ia melihat tubuh lina yang sedang di utak-atik oleh doketr di Pos Kesehatan. Rasa kasihan maya semakin menggebu ketika melihat tubuh lina yang tampak lemah lunglai. Di sela penantian, maya shalat ashar di mushalla dekat Pos Kesehatan. Dan Tak berapa lama setelah maya kembali ke tempat penantian, salah satu dokter keluar, dengan cepat maya mendatangi dokter dan menanyakan keadaan lina.
“Bagaimana hasilnya dok?”
“Maaf, Teman kalian kami rujukkan ke Rumah Sakit, ia terkena serangan jantung. Sekali lagi maaf, kami sudah berusaha namun memang salah satu jalannya adalah dirawat dirumah sakit.” Jawab dokter Subandi
Astaghfirullahal ‘Adzim... lina, kenapa kamu nggak cerita sama aku kalau kamu terkena serangan jantung? Hik hik hik” guman maya dalam hati dan tak terasa air matanya kembali menetes.
“Sudahlah mbak maya, dari pada mbak maya menangis terus lebih baik kita rawat mbak lina supaya cepat mendapat perawatan yang layak.” Kata Astri menenangkan hati maya
“Ya, astri... kita bawa lina ke rumah sakit saja. Tapi cepetan ya, aku.. aku ... tidak tahan melihat keadaan lina kayak gitu!” Jawab maya sambil menunjuk tubuh lina.
Setelah dokter Subandi membuat rujukan ke rumah sakit, jasad lina yang semakin memucat dimasukkan ke dalam mobil ambulance. Dan baru saja sopir mobil menghidupkan mesin mobil, terdengar suara serentak dari dalam pintu mobil...
Innalillahi wainna ilaihi raji’uun...
“Jangan-jangan.....” gumam maya dalam hati ketika mendengar lantunan Tarji’ dari dalam mobil. Maya yang baru akan menyusul ke dalam mobil hanya tercengang, tak dapat menahan kesedihan yang dialami hari ini.
“Linaaaaaaaaaaa... Linaaaa..... Lina..... hik hik hik” Teiaknya sambil membuka pintu mobil dan memeluk erat tubuh lina yang sudah tak bernyawa.
“Sudah mbak maya, mbak lina sudah berpisah dengan kita. Tidak usah disesali, suatu waktu kita juga akan mengalami hal yang sama. Berdoa saja untuknya semoga arwahnya diterima di sisi Allah SWT, dan digolongkan ke dalam orang-orang yang mati dengan Husnul Khotimah.” Astri menenangkan maya.
“Tapi... tapi... ta... pi... Aku masih banyak salah sama lina. Kapan aku bisa meminta maaf?” sahut maya cengeng
“Ya, kita semua juga sama kayak mbak maya. Merasa banyak salah sama mbak lina, kita doakan saja semoga arwahnya diterima di sisiNya. Amin.” Muawanah ikut angkat bicara menenangkan maya yang tampak begitu kisruh.
*****
Tiga jam telah usai, prosesi pemakaman jasad lina telah usai. Shalat isya telah dilaksanakan, maya masih terbayang gurauan lina kemarin malam, maya masih teringat tangisan maya kelaparan kemarin malam, maya masih teringat curhatan lina kemarin malam. Kadang senyum, kadang nangis, kadang tercengang, namun di balik itu semua terselubung kepedihan yang amat mendalam di hati maya. Dan tak terasa, bantak yang biasa digunakan untuk melukis atlas dunia lewat mulut maya, kini terlukis atlas dunia dari derasan air mata.
Lina... aku kangen. Kenapa kamu nggak cerita-cerita sama aku kalau kamu kena penyakit itu? kenapa kamu selalu menyembunyikan sesuatu dariku? Kenapa kamu selalu nggak berterus terang tentang keadaan kamu? Kenapa kamu nggak selalu terbuka sama aku padahal aku selalu meluangkan hatiku untuk kamu? Apakah kamu curiga kalau aku membeberkan semua cerita kamu ke teman-teman? Atau apakah kamu nggak ingin kalau temen-temen tahu kepribadian kamu? Linaaa... kenapa kamu selalu menutupi diri di balik diam kamu? Hik hik hik.” Guman maya dalam hati. “Ah, daripada aku sedih terus mendingan aku membaca Alquran saja!” katanya sambil berdiri dan berjalan menuju almari hendak mengambil mukena. Dan ketika membuka almari biru tempat yang biasa digunakan untuk menaruh mukena itu, maya melihat bungkusan kardus cantik berukuran sekitar 25cm x 35cm dan di atasnya tertulis sebuah lembaran kecil
Untuk Teman Baikku Maya Dwi Astutik.
Baca surat yang ada di dalam kardus, pahami dan laksanakan. Baca suratnya sendiri di dalam kamar saja ya? Aku malu kalau ada temen yang lihat suratku! OK?? :) :) :)
Dari Sahabatmu
Lina
Dengan perlahan, bungkusan kardus itu dibuka dan di dalamnya terdapat selembar kertas yang tertulis agak banyak tulisannya. Meski dengan hati yang sesak, maya kembali duduk di bawah cahaya lampu remang-remang kamar. Maya terduduk sembari membaca surat yang ditulis lina.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Maya, aku tahu kamu kesal sama aku karena aku nggak terbuka sama kamu. Kini aku akan ceritakan semuanya ke kamu supaya kamu tahu tentang aku.
Maya, Namaku Lina Maulida, 18 Tahun, ayahku dulu seorang guru, ibuku seorang guru juga. Dari kecil aku jarang dirawat oleh orang tuaku, jadi aku kurang tahu banyak tentang kasih sayang orang tua yang dilimpahkan padaku. Aku hanya menerima penghidupan dari kedua orang tuaku. Waktu kecil aku dirawat dan diasuh oleh mendiang pamanku, namun ketika umurku menginjak 8 tahun paman meninggal dan aku dirawat oleh kakek dan nenekku di tempat yang agak jauh dari rumah asal kelahiranku.
Karena kakek dan nenek yang sudah berlalu senja, mereka kurang memperhatikan kesehatanku sehingga ketika aku berumur 11 tahun, aku sudah terjangkit penyakit jantung ringan.
“hik hik hik...” kening mengkerut maya diiringi suara lirih tangisan maya menemani cerita yang ditulis lina. Kembali maya menatap dan memperhatikan surat yang sudah tersedia di hadapannya.
4 tahun berlalu, aku mengindap penyakit jantung tanpa perawatan yang layak. Dan ketika itu, ayah dan ibu tahu kalau aku terjangkit penyakit kemudian mereka meminta aku pulang dan dirawat oleh mereka. Namun waktu aku berumur 15 tahun ayahku tiada. Tinggal ibu sendirian yang merawatku, namun karena ibu sendirian di rumah mengurus diri dan juga mengemban tugas sebagai guru akhirnya aku dititipkan ke asrama SMA Al Ma’ruf ini. 2 tahun berjalan aku menetap di komplek C tidak ada yang tahu tentang diriku. Aku masih bisa menyembunyikan identitasku terkena penyakit jantung.
Namun kemarin aku merasa, penyakitku semakin parah. 3 hari yang lalu aku merenung di dalam kamar kosong menyendiri karena muntah darahku kambuh dan ketika itu aku langsung teringat ayah, selain itu aku juga merasa sudah waktunya aku menyusul ayah. Aku selalu teringat ayah 3 hari terakhir ini. Aku juga sudah tidak tahan menahan rasa sakit ini, tanganku dingin banget may... hehehe
Rasa terima kasihku aku lantunkan buat kamu maya, yang sudah selalu memberiku motivasi dan semangat.
Oh iya... bersama ini di dalam kardus itu, aku beri kamu 2 bunga melati, 9 bintang dari kertas kuning, 4 buah buku, dan 1 pena. Jaga baik-baik ya duniaku yang subur selalu aku harapkan menjadi dunia yang hijau nan subur, dan dapat dipersatukan dengan ikatan erat cahaya bintang.
Maya mencoba membuka isi kardus dan di dalamnya ia lihat 4 buah buku, 1 pena, 9 bintang kertas yang ditaruh di beberapa sudut, dan 2 bunga melati putih. Kembali tangisnya semakin menggebu sambil melanjutkan tetesan tinta di atas kertas yang dibasahi air mata maya.
Maya sahabatku, jangan bersedih seperti aku ketika ayah meninggalkanku. Ingat belalang akan datang di musim panen, namun akan pergi setelah panen usai. Begitu pula kehidupan, ia akan datang ketika panenan di dunia dan akan pergi setelah panenan usai.
Eh, Tolong besok kalau ibuku datang ke asrama sampaikan salamku padanya. Maaf aku belum tentu bisa menemuinya besok.
Sekian dari aku maya sahabatku. Salah dan khilafku maafkanlah, dannnn aku juga sudah memaafkan seluruh kesalahan temen-temen semua. Eh, hampir kelupaan jangan lupa sampaikan juga permintaan maafku pada temen-temen ya? Aku sudah tidak tahan menahan rasa sakit ini.
Sekali lagi aku pesan sama kamu dan temen-temen di asrama jangan sesalkan perpisahan karena kita semua pasti mengalaminya, tetap jaga duniaku yang hijau subur agar tetap kokoh dan kuat, satukan pasukan cahaya dengan tali yang kuat agar menjadi negara yang hebat dan maju. Dan lagi tetaplah berusaha untuk tersenyum dalam menghadapi halangan, karena sebuah halangan bukanlah hambatan namun hambatan adalah sebuah pelajaran.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Teman baikmu
Lina
Maya menutup lembaran surat, meski masih meneteskan air mata namun tampak bibirnya mulai menampakkan senyum yang lega. “Memang benar kata ulama, sekarang aku tahu seseorang yang akan ajal memperlihatkan beberapa tanda. Hehehe, berarti rasa tidak karuan itu adalah tanda-tanda kamu akan berpisah lin, dan kata menyusul ayah adalah sebuah ungkapan perpisahan buat kita. Lina... Aku Sayang Kamu! Bukan karena kamu telah tiada, namun karena kamu selalu tulus dalam menjalankan segalanya, kamu yang selalu ceria meski kena ta’ziran, kamu yang selalu polos. Aku masih teringat ketika kamu berangkat masuk kelas masih memakai sarung idaman kamu yang senantiasa kamu gunakan untuk selimut. Yah, sarung ini, akan aku kenang selalu nama kamu, Lina. Teman baikku.” Gumam Maya dalam hati sambil memeluk sarung yang biasa digunakan lina untuk tidur, dan tanpa terasa maya tersungkur terlelap disamping bingkisan dari lina.